Entri yang Diunggulkan

In Memoriam : Dra.Hj.Sri Aslichah, Srikandi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor, Banyumas (02)

Dalam diri Bu Hajjah Sri Aslichah, memang mengalir darah Muhammadiyah dari ayahnya, Bapak Kaswan Abusoli. Ayahnya pada waktu muda adal...

Kamis, 16 Juni 2016

Sejarah Walisongo (06) :Sunan Gunung Jati - Syekh Nurullah, Pahlawan Penakluk Sunda Kelapa



1 Syekh Nurullah
Syekh Nurullah yang kelak lebih terkenal sebagai Fatahillah adalah pahlawan Jayakarta. Dialah Panglima Kerajaan Islam Demak yang sukses menaklukkan Pelabuhan Sunda Kalapa (1527 M), satu-satunya pelabuhan besar di Pantai Utara Jawa Barat milik Kerajaan Pakuan Pajajaran (1433 – 1579 M).

Pemuda Nurullah sebenarnya amat bangga dengan kota kelahirannya, Pasai. Di sinilah berdiri Kerajaan Islam pertama di Nusantara (1250 -1524 M). Dari kata Samudra, muncullah nama  Sumatra. Pulau Sumatra artinya adalah pulau tempat Kerajaan Samudra berdiri. Yang dimaksud dengan Kerajaan Samudra adalah Kerajaan Islam Samudra Pasai.

Dengan tekun dan giat  Nurullah mempelajari ilmu-ilmu agama. Kebetulan di Pasai banyak ulama-ulama yang pandai. Ayahnya sendiri adalah ulama terkemuka pula. Pada usia yang masih amat muda Nurullah telah banyak menguasai berbagai macam ilmu agama.

Kecintaannya kepada agama Islam dan tanah kelahirannya, menyebabkan ia bertekad untuk tetap menjaga  Pasai sebagai  pusat agama Islam yang berwibawa di sekitar Selat Malaka. Ketika Malaka jatuh ketangan Portugal (1511M), Nurullah termasuk salah seorang remaja yang ikut bersedih hati. Karena sejak itu Bandar Malaka surut sebagi kota tempat para ulama-ulama  Islam dari berbagai tempat di Asia Tenggara berkumpul.

Pedagang-pedagang Muslim yang dulunya banyak singgah di Malaka, kini menjauhi bandar yang sudah dikuasai Portugal. Karena itu rasa benci kepada Portugal tertanam kuat-kuat dalam dirinya. Apalagi setelah Nurullah mendengar bagaimana cara orang-orang Portugal itu mengumpulkan kekayaannya. Mereka tak segan-segan membajak dan merompak kapal-kapal yang mengangkut barang dagangan pedagang Muslim. Barang dagangan yang dengan susah payah dibeli dari penduduk setempat itu, dirampasnya dengan kekerasan. Kapal-kapal pedagang Muslim yang dijumpainya di tengah laut  banyak yang ditenggelamkan, harta barang dagangannya dirampas, penumpangnya dijadikan budak. Harta hasil rampasannya itu disimpan di gudang di belakang benteng Bandar Malaka yang telah dikuasainya.

Dari gudang pengumpulan barang dagangan hasil rampokan, dengan enteng barang dagangan itu mereka bawa ke Eropa dan dijualnya di sana dengan mendapatkan keuntungan yang besar. Banyak pedagang Muslim yang menderita kerugian luar biasa. Bukan hanya benda. Terkadang  nyawa dan hilangnya kebebasan. Semua itu akibat ulah orang-orang Portugal yang mencari harta kekayan dengan cara yang kasar dan tak bermoral.

Terdorong oleh tekad untuk membangun kembali kebesaran Pasai, setelah merasa cukup berguru kepada para ulama di Pasai, Nurullah segera berlayar ke Tanah Arab untuk menuntut ilmu sekaligus menuanaikan ibadah haji.  Tiga tahun lebih Nurullah bermukim di  Tanah Suci. Diperdalammnya pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab. Karena kecerdasannya dan ketekunannya dalam belajar, Nurullah berhasil meraih gelas Syekh, sebagai bukti bahwa ia memiliki kompetensi untuk mengajarkan agama Islam. Sejak itu  orang sering menyebutnya sebagai Syekh Nurullah.

Syekh Nurullah tiba kembali di Pasai pada tahun 1521 M. Betapa terkejutnya dia menyaksikan  kota kelahirannya itu hancur porak poranda karena baru saja diserang oleh Portugal yang berpangkalan di Malaka. Melihat kejadian itu, putuslah harapan Syekh Nurullah untuk membangun kembali Pasai. Sebab selama Portugal masih bercokol di Malaka, selama itu Pasai akan tetap terancam dan kebangkitannya kembali sebagai Kerajaan Islam di Pantai Timur Sumatra Utara hampir mustahil.

Saat itu Syekh Nurullah yang baru saja pulang dari menuntut ilmu dan hendak membesarkan tanah kelahirannya, lama berdiam diri. Perasaan jengkel, sedih, geram, dan sejumlah perasaan tak menentu lainnya berkecamuk dalam benaknya. Tetapi akhirnya sebagai Muslim yang tawakal kepada Allah SWT, dia hanya dapat berserah diri. Namun begitu, Syekh Nurullah terus mencari jalan dan akal agar dapat mengamalkan ilmu yang baru diperolehnya, seraya terus mencari jalan  bagaimana cara menghambat dan melawan kekuatan Portugal di Malaka?.

Akhirnya seperti mendapatkan petunjuk, tiba-tiba saja Syekh Nurullah bertekad untuk meninggalkan Pasai  lagi. Kali ini Syekh Nurullah menuju  Kerajaan Islam Demak di Jawa Tengah. Syekh Nurullah menganggap Kerajaan Islam Demak adalah Kerajaan Islam yang gagah perkasa, karena berani menyerang  Portugal di Malaka (1513 M), sekalipun  mengalami kegagalan.
Dr. Husen Djajadiningrat  menduga Syekh Nurullah lahir di Pasai pada tahun 1590 M. Pada tahun 1521 M, masih menurut Husein Djajadiningrat, karena Pasai diserang Portugal, maka  pemuda Nurullah segera pergi meninggalkan Pasai menuju ke Tanah Suci. Syekh Nurullah baru muncul di Demak pada tahun 1524 M.

Besar kemungkinan perkiraan tahun kelahiran Syekh Nurullah seperti yang dikemukakan Dr. Husein Djajadiningrat itu betul. Tetapi saat pergi ke Tanah Suci, perkiraan Dr. Hamka lebih mendekati kebenaran, yaitu tiga tahun sebelum Pasai di serang Portugal. Jadi tahun 1518 M  Pemuda  Nurullah pergi naik haji ke Makkah. Tiga tahun kemudian yakni tahun 1521  Syekh Nurullah baru tiba kembali di Pasai. Dari Pasai dia melanjutkan perjalanannya ke Pulau Jawa dengan membawa adiknya Siti Retno Jenab. Besar kemungkinan Syekh Nurullah singgah lebih dulu di Cirebon dan tinggal beberapa lama di sana.

Cirebon menjadi tujuan pertama Syekh Nurullah karena sejak jatuhnya Malaka sudah banyak orang-orang Pasai yang tinggal di Cirebon. Bisa jadi orang-orang Cirebon sendiri yang mengajak orang-orang Pasai tinggal di Cirebon, karena memang di Bandar Malaka banyak orang Cirebon yang tinggal di sana sebelum Malaka jatuh ketangan Portugal.

Pada tahun 1524 M, barulah Syekh Nurullah muncul di Demak. Dengan tidak mengalami kesulitan Syekh Nurullah segera diterima dengan senang hati oleh Sultan Trenggono. Mula-mula Syekh Nurullah sebagai guru mengaji keluarga Kerajaan. Tetapi penampilannya yang anggun, pandai membawakan diri, berperawakan gagah, wajah cakap, bermata tajam, berpikiran cerdas, pernah naik haji dan menyandang gelar Syekh, semua itu menarik dan memikat  hati Sultan Trenggono. Apalagi setelah Sultan Trenggono mengetahui dai muda itu memiliki wawasan luas. Pengetahunnya tentang seluk beluk agama Islam amat mendalam, demikian pula wawasannya dalam masalah politik kenegaran, ilmu-ilmu pertahanan, dan  ilmu perang.

Dalam waktu singkat Syekh Nurullah sudah masuk ke dalam lingkaran dekat kekuasaan Raja. Lebih-lebih setelah  Sultan Trenggono tahu, bahwa Portugal pada tahun 1522 M, telah membuat perjanjian  dengan Kerajaan Pakuan Pajajaran untuk membangun benteng pertahanan Portugal di Sunda Kalapa. Sultan Trenggono segera merasa terancam oleh aliansi Pajajaran dengan Portugal. Tanpa ragu-ragu Sultan Trenggono mengangkat Syekh Nurullah sebagai penasihat Raja. Bahkan akhirnya menikahkan dengan adik perempuannya. Sejak itu Syekh Nurullah menjadi ipar Sultan Trenggono. Tugas yang pertama diembannya adalah mengembangkan wilayah Cirebon, sebagai batu loncatan proses Islamisasi ke Jawa Barat. Syekh Nurullah sendiri sudah menetap di Cirebon sejak tahun 1521 M. Dengan amanat Sultan Trenggono agar Syekh Nurullah mengembangkan wilayah Cirebon pada hakekatnya adalah semacam pengangkatan Syekh Nurulah sebagai Adipati atau penguasa Cirebon. Wilayah Cirebon sendiri sudah sejak Raden Patah berkuasa  memang sudah masuk wilayah Demak. Cita-cita Syekh Nurullah untuk membangun kembali Kerajaan Islam, kini seakan-akan sudah menjadi kenyataan. Bukan lagi di Pasai. Tetapi di Jawa Barat. Dan itu akan diawalinya dari Cirebon.

Sementara itu pengaruh Syekh Nurullah terhadap Sultan Trenggono semakin kuat. Syekh Nurullah mendorong agar Sultan Trenggono, sebagai  seorang raja dari sebuah Kerajaan Islam, hendaknya mampu menjaga kehormatan dan martabat agama Islam. Dan mampu meciptakan kemakmuran, kesejahteran, keadilan, keamanan, dan mampu menjaga kedaulatan kerajaan.Atas dorongan Syekh Nurullah itulah Sultan Trenggono mulai merancang program ekspansi untuk menatukan Pulau Jawa dibawah kendali Kerajaan Islam Demak. Sebab jika ekspansi tidak segera dilakukan untuk menaklukan Kediri dan Pajajaran, posisi Demak justru akan terancam, karena baik Kerajaan Hindu Kediri dan Kerajaan Hindu Pajajaran sudah membangun aliansi dengan Portugal di Malaka. Akhirnya Sultan Trenggono mengangkat Syekh Nurullah sebagai Panglima Perang untuk menaklukkan Kerajaan Pajajaran, dan mengangkat Sunan Kudus Rahmatullah, sebagai Panglima Perang untuk menaklukkan Kediri.

2 Henry De Leme
Sejak Kerajaan Islam Demak menyerang Portugal di Malaka (1513M), Demak mengambil posisi bermusuhan dengan Portugal. Karena itu Demak amat terganggu  dan merasa terancam saat dua Kerajaan Hindu di Pulau Jawa menjalin aliansi dengan Portugal di Malaka. Ke dua Kerajaan Hindu itu adalah Kerajaan Hindu-Buddha Kediri Majapahit  di Jawa Timur dan Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran di Bogor.

Pada tahun 1512 M, Putra Mahkota Raja Pajajaran, Surawisesa, berangkat ke Malaka menemui Gubernur Portugal di Malaka Alfonso de Alberqueque. Pada tahun 1514 M, datang pula utusan dari Kediri, dengan maksud yang sama yakni menjalin aliansi. Tujannnya jelas untuk membendung pengaruh Kerajaan Islam Demak. Kecemasan Kerajaan Islam Demak memuncak  pada tahun 1522 M. Saat itu Gubernur Malaka Yorge de Alburqueque, mengirimkan seorang utusannya, Henry De Leme guna menindaklanjuti kerjasama yang sudah terjalin antara Portugal dan Pajajaran yang telah dirintis pada tahun 1512 M.

Henry De Leme tiba di Pelabuhan Sunda Kalapa dengan membawa banyak hadiah-hadiah untuk dipersembahkan kepada Raja Pajajaran Surawisesa. Raja Pajajaran ini   baru saja naik tahta (1521 M). Jadi Surawisasa ini naik tahta bersamaan tahunnya dengan Sultan Trenggono dari Demak. Ayahnya. Jaya Dewata (1482-1521M), baru saja mangkat. Kedatangan utusan Portugal itu disambut gembira oleh raja baru itu. Perjanjian bilateral di bidang perdagangan dan pertahanan  antara Portugal dan Pajajaran segera dibuat. Raja Pajajaran berjanji akan memberikan ijin kepada orang-orang Portugal untuk membangun sebuah benteng dengan maksud untuk melindungi Pajajaran dari serangan orang-orang Moor.Yang dimaksud orang Moor oleh Portugal  adalah orang-orang Islam. Sebagai imbalannya Raja akan menghadiahkan 1000 karung lada setiap tahun kepada Portugal.

Selesai penandatanganan  akta perjanjian, mereka menyelenggarakan pesta-pesta yang meriah. Selesai pesta, Henry De Leme memancangkan sebuah pedro atau tugu peringatan di muara Sungai Ciliwung, di Pelabuhan Sunda Kalapa. Menurut Dr. Husein Djajadiningrat, membangun sebuah pedro, memang merupakan kebiasaan orang-orang Potugal guna menandai daerah baru. Pedro itu sebagai tanda bahwa daerah itu sudah berada di bawah kekuasan Portugal.  

Maka dengan hati berbunga-bunga Henry De Leme segera berlayar kembali ke Malaka. Dia merasa telah sukses menjalankan misi diplomatiknya. Ia amat yakin pemerintahnya akan cepat menindaklanjuti  hasil misi diplomatiknya yang amat mengesankan itu.

“Tidak akan lama lagi sebuah benteng Portugal yang megah akan berdiri tegak di Sunda Kalapa,”  kata Henry De Lama dalam hatinya saat berlayar pulang ke Malaka. Sebuah renungan dan impian para pelaut Portugal yang senantiasa merindukan tempat berpijak bagi kebesaran Portugal di tempat yang indah dan elok  di negeri tropis. Suatu negeri yang sebenarnya terletak amat jauh dari tanah leluhurnya di barat sana, di tepi Samudra Atlantik.

3 Sunda Kalapa
Bagi para pelaut Portugal, mendirikan benteng yang kuat di Sunda Kalapa merupakan sebuah impian yang telah lama dirindukannya. Lebih-lebih setelah mereka berhasil menduduki Malaka dan mendirikan benteng di sana. Dengan mendirikan benteng di Sunda Kalapa, Portugal akan dengan mudah menguasai jalur pelayaran Laut Jawa, sebagimana mereka telah menguasai jalur pelayaran Selat Malaka. Pada awal abad ke 16 M, Pelabuhan Sunda Kalapa merupakan pelabuhan terbesar di Pantai Utara Jawa Barat. Pelabuhan Sunda Kalapa banyak didatangi pedagang dan pelaut dari berbagai suku bangsa antar lain Arab, Persia, Gujarat, China dan Portugal sendiri, terutama sejak Portugal punya pangkalan di Goa (1507 M) dan Malaka (1511 M). Komoditas utama Sunda Kalapa adalah lada, pala, kamper, batu permata dan batu jade. Menurut penilaian orang Portugal, mutu lada Sunda Kalapa lebih baik dari lada manapun.

“Lada Sunda Kalapa adalah lada dengan mutu amat baik. Bahkan lebih baik dari lada India dan Malabar,” tulis salah seorang pelaut Portugal dalam salah satu buku catatannya. Kelak buku itu hilang karena dicuri oleh pelaut Belanda Jan Huygen van Linschosten.

Selain pala, lada dan batu permata, pelaut-pelaut Portugal juga amat menyukai arak Sunda Kalapa. Konon arak Sunda Kalapa yang terkenal itu, merupakan salah satu daya tarik dari orang-orang Portugal untuk berlabuh di Sunda Kalapa. Terutama pada saat mereka  melakukan pelayaran-pelayaran ke Maluku dan kepulauan-kepulauan lainnya. Menurut para pelaut Portugal, arak Sunda Kalapa berkhasiat untuk menurunkan panas, mengobati penyakit lever dan ginjal, serta dapat menghanyutkan kotoran yang ada di dalam tubuh. Arak Sunda Kalapa kebanyakan dibuat oleh orang-orang China yang sudah bermukim di Sunda Kalapa. Mereka membuatnya denga kadar alkohol yang rendah dari air nira, air tape atau air tebu. Oleh orang-orang Portugal yang pandai membuat anggur, arak Sunda Kalapa itu masih diolah  lebih lanjut, sehingga berubah menjadi semacam anggur merah Portugal. Ke dalam arak Sunda Kalapa yang disuling lagi, orang-orang Portugal memasukkan kismis ke dalamnya dan membiarkannya membusa.

“Simpan dan biarkan dalam tabung bambu selama 15 hari, sehingga kelak warnanya menjadi merah, seperti anggur merah Portugal yang terkenal itu”, demikian tulis pelaut Portugal itu.
Tentu saja yang  gemar minum arak Sunda Kalapa itu hanyalah komunitas non Muslim. Pedagang Muslim yang singgah di Sunda Kalapa sudah barang tentu menghindari minuman arak yang dapat membuat orang menjadi mabok itu.

Memang dalam pesta yang diselenggarakan pihak Kerajaan Pajajaran saat menyambut Henry De Leme itu, arak Sunda Kalapa ikut dihadirkan. Bahkan dalam pelayarannya kembali ke Malaka, Henry De Leme dan anak buahnya, tidak lupa membawa bergalon-galon. Mungkin untuk diolah lebih lanjut menjadi anggur merah sebagai bekal dalam pelayaran-pelayaran mereka.

Dari gambaran di atas, nampak jelas bahwa Sunda Kalapa merupakan bandar yang ramai. Tentu saja merupakan sumber kekayaan dan penghasilan Kerajaan Pakuan Pajajaran. Dapat dimengerti, apabila Portugal amat berminat untuk menguasai Sunda Kalapa dan menjadikan pangkalannya yang penting di Asia, setelah  Goa dan Malaka. Karena itu perjanjian dengan Pajajaran, dipandang oleh Portugal memiliki nilai yang strategis. Portugal tidak usah harus bersusah payah melakukan penaklukan dengan kekerasan. Bahkan untuk biaya pembangunan benteng itu, Raja Pajajaran akan membantunya dengan bantuan 1000 karung lada setiap tahunnya. Gubernur Portugal di Malaka amat gembira mendengar missi  Henry De Leme  sukses. Maka dikirimlah utusan  kepada Raja Portugal di Lisabon, sambil membawa surat perjanjian yang telah dibuat antara Portugal dan Pajajaran. Pada tahun 1524 M, utusan Gubernur Malaka itu tiba di Lisabon dan menghadap Raja. Sebenarnya Raja Portugal amat gembira membaca isi surat perjanjian itu.

Tetapi pada saat itu, Raja sedang dipusingkan  oleh masalah salah urus di Goa, terutama sejak meninggalnya Alfonso De Albuquerque (1515 M), pahlawan Portugal penakluk Malaka. Penggantinya telah melakukan penyelewengan dan salah urus yang membuat Goa nyaris bangkrut. Setelah Raja memecat gubernur yang tak becus itu, diangkatlah orang kuat Portugal Vasco De Gama. Dia adalah orang Eropa pertama yang menemukan jalan laut ke India melalui  Ujung Tanduk Afrika  Selatan. Vasco De Gamalah orang Portugal yang pertama kali berhasil membangun kekuasaan Portugal di Pantai Barat Anak Benua India, yakni di Pantai Malabar dengan cara yang amat kejam karena melakukan pembantaian terhadap ribuan penduduk setempat yang tidak berdosa.

4 Vasco Da Gama
Ada baiknya kita tengok sejenak petualangan Vasco Da Gama, orang Portugal dengan status bangsawan rendahan. Tetapi karena ambisinya dan kekejamannya yang luar biasa, telah mengantarkannya menjadi bangsawan tinggi yang hidup makmur dan menjadi kaya raya. Dan orang-orang Portugal menganggap dia sebagai seorang pahlawan. Selama hampir tujuh abad, dari abad ke-7 – 15 M,  orang Portugal dan Spanyol hidup berdampingan dengan Muslim Andalusia di Semenanjung Iberia, Eropa Barat Daya. Di bagian barat semenanjung,  berdiri Kerajaan Kristen Portugal. Di bagian utara dan timur berdiri Kerajaan Kristen Spanyol Leon, Castilia, Navarra dan Arragon. Di bagian tengah, selatan dan tenggara berdiri Kerajaan Islam yang secara silih berganti dipimpin oleh Dinasti Bani Umayyah (757 -1088 M), Dinasti Murabithin (1088 – 1145 M), Dinasti Muwahhidin (1145 – 1236 M) dan Dinasti Bani Ahmar (1232 -1492 M).

Maka muncullah  di wilayah Muslim Andalusia itu Peradaban Islam yang gemilang di Barat Daya Eropa. Muncullah kota-kota lama yang menjadi kota-kota Islami seperti Toledo, Sevilla, Cordova, Granada dan Valensia. Kota-kota Islam itu jelas bukan tandingan kota-kota kuno baik di  Portugal maupun Spanyol. Umat Islam berhasil menyulap wilayah Andalusia menjadi kota modern pada jamannya. Dibangunlah institusi perdagangan, pertanian dan industri yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat Eropa. Muslim Andalusia membangun jalan-jalan untuk keperluan transportasi yang menghubungkan satu kota dengan kota yang lain.

Mereka juga membangun jembatan, dam, bendungan, kanal-kanal saluran air, baik saluran primer, sekunder dan tertiair untuk keperluan pertanian. Sawah-sawah dan perkebunan dibangun di lereng-lereng bukit Andalusia. Aktivitas industri juga sudah mulai berkembang dengan baik, antara lain industri tekstil, kayu, kulit, logam dan tembikar. Di bidang pertanian Muslim Andalusia mengenalkan roda air untuk keperluan irigasi yang ditiru dari Persia yang disebut na’urah. Dalam bahasa Spanyol disebut Noria. Di bidang pendidikan dibangun  madrasah-madrasah modern dan perpustakaan dengan ribuan buku, terutama di Ibu Kota Cordova. Di bidang kesehatan, dibangun rumah sakit dan poliklinik kesehatan dan di bidang ibadah dan pemerintahan dibangun puluhan masjid dan istana yang megah dan indah. Yang terkenal adalah Istana dan Masjid Al Hambra di Granada. Di seluruh wilayah Muslim Andalusia terdapat lebih kurang 491 masjid dan 900 pemandian umum. Hal ini membuktikan bahwa Islam amat memperhatikan masalah kebersihan bagi warga masyarakatnya. Peradaban Islam Andalusia juga melahirkan ilmuwan, ulama dan filsuf hebat, seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu Araby, Ibnu Thufail, dan lainnya lagi.

Kehadiran Peradaban Islam di Andalusia yang telah melahirkan kota-kota yang Islami dan ilmuwan-ulama yang mumpuni, mirip benar dengan Kerajaan Islam Demak yang juga mampu membangun Peradaban Islam di Pulau Jawa. Jika Peradaban Islam Andalusia berdampingan dengan Peradaban Kristen, maka Peradaban Islam Demak juga  berdampingan dengan Peradaban Hindu Buddha yang berada di wilayah pedalaman. Hanya saja Peradaban Islam yang dibangun Kerajaan Islam Demak hanya berusia pendek, tetapi mampu melemahkan kekuatan Peradaban Hindu Buddha. Sedangkan Peradaban Islam Andalusia berusia sampai tujuh abad, tetapi akhirnya harus terusir dari bumi yang dengan susah payah telah dibangunkan peradabannya, karena kelalaian umat Islam sendiri.  Kelalaian mereka itu antara lain tidak bersatu karena tidak ada tokoh yang mampu mengembangkan ideologi persatuan, dan mereka terlalu asyik mendahulukan proyek-proyek ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kemanusiaan. Tetapi melupakan proyek pertahanan dan belanegara. Sementara itu, kerajaaan-kerajaan Kristen mulai membangun ideologi persatuan dan mengembangkan nasinalisme patriotik dan teokratik atas dasar ajaran Krsiten ortodoks abad Pertengahan yang intoleran dan tak kenal kompromi terhadap perbedaan keyakinan.   

Sudah jelas kesejahteraan dan ekonomi masyarakat Kerajaan Muslim Andalusia jauh lebih maju dari pada tetangganya yang Kristen. Tetapi karena Daulat Islam Andalusia menerapkan prinsip toleransi, maka di kota-kota Muslim itu hidup berdampingan secara damai komunitas pemeluk Islam, Kristen dan Yahudi. Di Cordova banyak berdatangan  siswa-siswa dari berbagai penjuru Eropa Barat untuk menuntut ilmu. Orang-orang Kristen Portugal dan Spanyol banyak yang bekerja mencari nafkah di Kerajaan Muslim Andalusia. Tetapi kedamaian menjadi terusik saat Paus Urbanus mulai mengobarkan Perang Salib (1095 M). Maka bangkitlah nasionalisme teokratik dan patriotik orang-orang Spanyol dan Portugal. Mereka dengan dorongan Paus, berusaha mengusir penguasa Muslim dari Andalusia. Setelah berjuang selama hampir  dua abad, akhirnya Cordova jatuh ketangan penguasa Kristen Spanyol (1236 M). Dua setengah abad kemudian, Granada kota terakhir, akhirnya jatuh pula (1492 M ). Sejak itu Islam benar-benar terusir dari Andalusia. Mereka yang tinggal, baik Muslim maupun Yahudi harus menghadapi Pengadilan Inquisi yang menelan ribuan darah kaum Muslimin maupun Yahudi yang tidak mau berpindah memeluk agama Nasrani. Toleransi yang dibangun selama  hampir tujuh abad oleh Penguasa Muslim, lenyap seketika saat Kerajaan Kristen berhasil mengambilalih kekuasaan.

Pada tahun 1492 M, setelah berhasil menaklukkan Granada,  Paus mensponsori Perjanjian Tordesillas antara Spanyol dan Portugal untuk melanjutkan missi melakukan pengejaran terhadap orang-orang Moor atau Muslim dengan semboyannya yang terkenal yakni God, Glory dan Gold (Tuhan, Kebesaran dan Kekayaan ). Dalam Perjanjian itu, dunia dibagi menjadi dua wilayah Kerajaan Gereja di dunia yakni bagian Timur untuk wilayah Portugal dan bagian Barat untuk wilayah Spanyol.
Sudah sejak pertengahan abad ke -14 M, pelaut-pelaut Portugal gigih mencari jalan pelayaran laut ke India untuk menemukan benua penghasil rempah-rempah. Mereka memiliki kemampuan dalam navigasi setelah banyak belajar pada pelaut-pelaut Muslim Andalusia, seperti pembuatan kapal dagang, penggunaan kompas, menyalin peta-peta pelayaran ke arah Timur Jauh dan tehnik navigasi yang lain. Pelayaran terjauh yang berhasil dicapai pelaut-pelaut Portugal sebelum Granada jatuh adalah Tanjung Ferde di sisi barat Afrika di tepi Samudra Atlantik.

Pada bulan Juli 1497 M, Vasco Da Gama ditunjuk Raja Agung Portugal Manuel I(1469 – 1521 M) untuk menemukan jalan laut menuju negeri rempah-rempah, India. Usia Da Gama saat itu sudah 37 tahun, karena dia lahir sekitar tahun 1460 M.  Maka pada tanggal 8 Juli 1497 Vasco Da Gama membuang sauh dari  Pelabuhan Lisabon dalam rangka melaksanakan missi dari Raja Portugal.Vasco Da Gama membawa 4 buah kapal dengan 170 anak buah, dan seorang penerjemah bahasa Arab. Dua bulan kemudian Armada Vasco Da Gama telah sampai di Tanjung Ferde.  Dari sini Da Gama membuat putusan yang berani. Dia memilih berlayar terus ke selatan mengarungi lautan bebas untuk mencapai Tanjung Harapan  di Ujung Tanduk Afrika Selatan, ketimbang menyusuri sepanjang pantai. Akibat keputusan yang berani ini, Armada Vasco Da Gama terapung-apung di tengah laut selama 93 hari tanpa pernah melihat daratan. Walapun begitu rute pilihan Vasco Da Gama itu memang lebih cepat dari pada kalau harus menyusuri sepanjang pantai. Dan akhirnya pada tanggal 8 November 1497 M, Vasco Da Gama dan armadanya berhasil mencapai Tanjung Harapan. Dari sana dia terus menyusuri Pantai Timur Afrika dan beberapa kali singgah di pelabuhan Muslim, antara lain di Mambasa dan Malindi, kini masuk wilayah Kenya.

Di Malindi Vasco Da Gama menyewa pelaut India  yang memandu pelayaran selama 23 hari mengarungi Laut Arab menuju India. Akhirnya pada tanggal 20 Mei 1498 M, Armada Vasco Da Gama sampai di Calicut, India. Calicut adalah kota pelabuhan dan perdagangan yang penting di India Selatan yang berada di bawah penguasa Hindu, Zamorin. Zamorin menyambut dengan antusias dan penuh persahabatan kepada Vasco Da Gama, walapun Vasco Da Gama hanya membawa hadiah yang kurang bernilai. Bisa jadi Zamorin iri hati sekaligus takut kepada kemajuan para pedagang Muslim yang rata-rata kaya dan makmur yang ramai memenuhi Bandar Calicut. Zamorin cemas, bila komunitas Muslim di Calicut terus menguat, akan dapat mengancam posisinya sebagai penguasa Calicut. Karena itu dia berharap  Portugal yang non Muslim itu bisa menjadi penyeimbang pedagang-pedagang Muslim di Calicut. Maka saat Armada Vasco Da Gama hendak pulang ke Portugal, Zamorin memuati kapal-kapal Portugal itu dengan rempah-rempah hingga penuh dengan disertai salam untuk disampaikan kepada Raja Portugal. Bahkan saat Vasco Da Gama  membuang sauh, puluhan orang-orang Hindu Calicut mengantarkannya dengan bangga dan berharap mereka kelak akan datang kembali.

Perjalanan pulang ternyata lebih sulit lagi. Dua kapal anak buah Vasco Da Gama tenggelam di lautan dan setelah terapung berbulan-bulan, kapal pertama selamat merapat di Lisabon pada tanggal 10 Juli 1499 M. Kapal Vasco Da Gama sendiri baru sampai di Lisabon dua bulan kemudian, yakni tanggal 9 September 1499 M. Dari 170 anak buah yang menyertai pelayaran perdana Vasco Da Gama itu, yang selamat tinggal 55 orang. Sisanya meninggal dalam pelayaran. Namun begitu Raja Portugal menghargai jasa Vasco Da Gama yang telah menemukan jalan laut menuju India yang selama puluhan tahun terus dicarinya. Enam bulan kemudian Raja menunjuk Alvares Cabral untuk kembali berlayar ke Calicut. Tetapi palayarannya  kurang sukses. Karena sekalipun berhasil membawa rempah-rempah, sejumlah anak buahnya ada yang terbunuh di Calicut. Hal ini membuat Raja Portugal murka. Maka Vasco Da Gama kembali mendapat tugas dari  Raja. Kali ini adalah untuk menghukum Penguasa Calicut, Zamorin yang dianggapnya ceroboh dan harus bertanggung jawab atas kematian   pelaut Portugal yang tengah melaksanakan tugas Raja.

Pada tahun 1502 M, kembali Vasco Da Gama memimpin armada laut yang terdiri atas 20 kapal yang telah dilengkapi dengan meriam. Ketika sedang berada di perairan India, tiba-tiba lewat kapal dagang Muslim yang penuh penumpang dan muatan barang dagangan. Vasvco Da Gama segera mencegatnya. Semua barang dagangan dirampas dan  dipindahkan ke kapalnya. Tetapi penumpang kapal pedagang Muslim itu dibiarkan di atas kapal terapung-apung di tengah laut, kemudain kapal itu dibakarnya. Semua penumpang kapal yang tidak berdosa, musnah semua, termasuk  perempuan dan anak-anak. Sampai di Calicut, Vasco Da Gama meminta Zamorin untuk mengusir semua pedagang Muslim dari Calicut. Karena Zamorin ragu-ragu, ia segera ditangkap dan dibunuhnya. Setelah menangkap 37 pelaut India dan melakukan penjarahan,  Bandar Calicut segera dibakar setelah sebelumnya dihujani tembakan meriam dari ke-20  kapal perangnya.

Setelah melampiaskan dendamnya Vasco Da Gama dengan bangga meninggalkan Bandar Calicut yang dalam keadaan luluh lantak, berlayar kembali ke Portugal. Ribuan orang Hindu dan Muslim menjadi korban kekejaman dan keganasan  Vasco Da Gama. Di antara orang Hindu yang menjadi korban keganasan Vasco Da Gama adalah mereka yang dulu mengelu-elukan kepulangan Vasco Da Gama ke negerinya pada pelayaran perdananya, seraya berharap Vasco Da Gama akan datang kembali dengan membawa banyak pedagang Portugal guna mengimbangi komunitas pedagang Muslim. Dalam perjalanan pulang itu Vasco Da Gama membangun sejumlah koloni di Pantai Timur Afrika. Raja Portugal menganggap Vasco Da Gama telah berjasa besar bagi Negara. Dia segera diberinya gelar bangsawan, dianugerahi tanah perkebunan yang luas, rumah yang bagus, uang yang banyak dan jaminan pensiun seumur hidup. Maka Vasco Da Gama hidup makmur dan kaya raya.

Pada tahun 1524 M Raja Portugal yang baru, kembali menugaskan Vasco Da Gama untuk membereskan koloni Portugal di Goa, India. Sesungguhnya saat itu Vasco De Gama sudah hidup tenang menikmatai kekayaannya. Lagi pula dia sudah tua, karena usianya sudah 64 tahun. Tetapi baginya sulit menolak perintah Raja. Sebenarnya istrinya Catherine sudah melarangnya pergi dan menyarankan agar  suaminya itu menolak saja  jabatan Gubernur Goa. Tetapi mungkin karena ambisinya yang luar biasa, Vasco De Gama menerima jabatan Gubernur Goa yang ditawarkannya. Maka pada tahun 1524 M itu juga, berangkatlah rombongan Vasco De Gama menuju India. Bagi Vasco De Gama ini adalah pelayaran ke India yang ketiga kalinya setelah pelayaran perdananya yang sukses pada tahun 1495 M dan tahun 1502 M. Tetapi dua bulan setelah bekerja sebagai Gubernur Portugal di Goa, Vasco Vasco Da Gama ditemukan meninggal di ruang kerjanya, 24 Desember 1524 M, tepat sehari menjelang perayaan Natal.

5 Francisco De Sa.
Ke dalam rombongan Vasco Da Gama yang akan berlayar saat dia diangkat jadi Gubernur Goa, Raja Portugal menitipkan seorang ahli bangunan yang bernama Francisco De Sa. Tugasnya adalah  untuk melaksanakan pembangunan benteng Portugal di Sunda Kalapa. Raja memberinya sejumlah kapal berisi bahan material untuk pembangunan benteng, sejumlah anak buah dan beberapa tukang  kepada Francisco De Sa. Mereka pun berlayar bersama-sama dan selamat tiba di Pantai Barat India. Sampai di Goa, Vasco De Gama langsung bekerja untuk membenahi segala carut marut pemerintahan yang ada. Karena banyaknya pekerjaan Vasco De Gama menahan Francisco De Sa untuk membantunya sebelum meneruskan perjalanannya  ke Malaka dan Sunda Kalapa. Perjalanan Francisco De Sa untuk bisa sampai di Sunda Kalapa sangat aneh, karena banyaknya halangan yang menyertainya, hingga ia kelak tiba di Sunda Kalapa dalam keadaan yang sudah amat terlambat. Berbagai hambatan yang menyebabkan Francisco de Sa amat terlambat tiba di Sunda Kalapa adalah hal-hal sebagai berikut.

Pertama, ketika ia sudah hampir dua bulan membantu Vasco De Gama dan akan minta ijin untuk melanjutkan perjalanan sesuai perintah Raja Portugal, tiba-tibab Vasco De Gama meninggal secara mendadak, yakni pada tangal 24  Desember 1524 M. Tidak diketahui secara pasti apa penyebabnya. Diduga ia bekerja terlalu keras, bekerja siang malam selama dua bulan lebih, akibatnya tubuhnya terlalu lemah. Apa pun alasannya, kekhawatiran istrinya Catherine, ternyata menjadi kenyataan. Mayat Vacso De Gama dibawa kembali berlayar ke tanah airnya. Raja Portugal termasuk orang yang bersedih atas meninggalnya Vasco De Gama. Sebagai pengganti  sementara Vascco De Gama, Raja Portugal menunjuk  Hernrique De Meneses sebagai pejabat sementara. Pejabat Gubernur itu, masih juga menahan Francisco De Sa untuk membantunya. Malahan Francisco De Sa diangkat sebagai Panglima Perang Goa. Hal ini menunjukkan bahwa ia orang istimewa. Bukan hanya ahli bangunan, tetapi tahu juga seluk beluk peperangan dan pertahanan. Tentu saja Francisco De Sa merasa lebih betah di Goa, ketimbang berangkat ke Sunda Kalapa sekedar hanya untuk jadi mandor  pembangunan benteng. Tetapi nasib sial menimpanya. Raja Portugal pada tahun 1526 M, baru bisa menetapkan Gubernur definitif, Lopa De Samparo. Setibanya di Goa, Francisco De Sa yang menjabat Panglima Angkatan Perang Goa setahun lebih, langsung dipecatnya. Alasannya, Francisco De Sa menjalankan tugas yang bukan kewajibannya karena tidak diperintahkan oleh Raja Portugal. Mau tidak mau Francisco De Sa melanjutkan pelayarannya menuju Malaka dulu, sebelum terus ke Sunda Kalapa.

Kedua, setiba di Malaka, ternyata Gubernur Malaka sedang sibuk menyiapkan ekspedisi untuk menaklukan Bintan di bawah Panglima Perang Pero Mascarenhuis. Francisco yang baru tiba, ternyata diminta bantuannya untuk membantu dalam ekspedisi penaklukan Bintan. Karena yang meminta adalah Gubernur Malaka, Francisco De Sa merasa tak mampu menolaknya. Apalagi dia punya bakat dalam kemiliteran. Penaklukan Bintan berhasil. Penguasa Bintan  Sultan Mahmud Syah, mantan Raja Malaka, melarikan diri ke Jambi.

Ketiga, selesai membantu ekspedisi penaklukan Bintan, Francsico diijinkan untuk berangkat ke Sunda Kalapa. Ternyata di tengah pelayarannya menuju Sunda Kalapa, sebuah angin topan besar menghantam armada yang dipimpinnya. Salah satu kapal yang penuh muatan dan peralatan untuk membangun benteng tiba-tiba terseret angin hingga terpisah dari rombongan. Kapal  yang terseret topan laut itu adalah kapal Brigantin pimpinan Duarte Coelho. Anehnya, kapal ini terseret sendirian dan menuju ke Sunda Kalapa  mendahului rombongan kapal yang lain. Saat itu sudah hampir akhir tahun 1527 M. Kapal Portugal yang malang itu terdampar di Pantai Sunda Kalapa. Saat Duarte Coelho beserta anak buahnya hendak mendarat, tiba-tiba muncul dari pantai puluhan prajurit Muslim yang segera menyerang  dan membunuh Duarte Coelho dan seluruh anak buahnya.

Siapakah prajurit Muslim yang tiba-tiba saja muncul dari Pantai Sunda Kalapa  itu?  Rupanya mereka adalah anak buah Syekh Nurullah yang beberapa bulan yang lalu baru saja berhasil menaklukan Bandar Sunda Kalapa dari tangan Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran. Syekh Nurullah kemudian mengganti nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta, yang berarti Kota Kemenangan. Sultan Demak menobatkannya sebagai penguasa Banten yang membawahi Jayakarta dan Cirebon. Sultan Demak  memberinya gelar Fatahillah.

Sementara itu Francisco De Sa  beserta robongannya terdampar di perairan Pulau Bangka. Dari sana setelah singgah beberapa hari dan cuaca dianggap telah cerah, Francisco De Sa beserta rombongan melanjutkan pelayarannnya menuju Sunda Kalapa. Francsiso De Sa sama sekali tidak mengetahui bahwa saat itu Sunda Kalapa telah jatuh ke tangan Kerajaan Islam Demak. Karena itu dengan tenang dia melanjutkan perjalanannya. Ia masih berharap bisa bertemu dengan anak buahnya yang hilang terseret arus ke arah Sunda Kalapa. Di sana berharap dapat bersama-sama melaksanakan perintah Raja Portugal membangun benteng di Sunda Kalapa.

 6 Fatahillah.
Di depan telah di kemukakan bahwa Demak merasa terancam dengan adanya perjanjian kerjasama Pajajaran-Portugal. Syekh Nurullah segera mengusulkan pada Sultan Tenggono agar Demak bersifat ofensip terhadap Pakuan Pajajaran. Saran itu diterima dan Syekh Nurullah ditetapkan sebagai Panglima Angkatan Perang Demak untuk memimpin ekspedisi penaklukan Sunda Kalapa dan wilayah Pantai Jawa Barat lainnya. Syekh Nurullah meminta ijin untuk pergi ke Banten lebih dahulu agar bisa  melakukan penyelidikan dan sekaligus melakukan kegiatan dakwah Islam ke Banten.

Ternyata kehadirannya di Banten mendapat sambutan luar biasa dari penguasa setempat. Bahkan ia diperbolehkan untuk melakukan kegiatan dakwah. Dakwahnya cepat mendapat sambutan dari masyarakat Banten. Dalam waktu singkat banyak masyarakat Banten yang masuk Islam. Bahkan akhirnya penguasa Banten pun berhasil ditarik masuk Islam oleh Syekh Nurullah. Kini Syekh Nurullah merasa memiliki pijakan yang kuat. Ia segera merancang tujuannya semula, yakni menaklukan Sunda Kalapa.

Di sini nampak bahwa Syekh Nurullah adalah seorang ahli strategi militer. Untuk menaklukan Sunda Kalapa ia tidak langsung menyerangnya dari Demak, tetapi mencari pangkalan lebih dulu di Banten. Memang penyerangan ke Sunda Kalapa akan lebih mudah bila dilakukan dari Banten ketimbang  langsung dari Demak. Di samping  Banten lebih dekat, juga lebih mudah melakukan pengintaian untuk menentukan kapan saat yang tepat untuk menyerang Sunda Kalapa. Betapapun juga, di Sunda Kalapa ada sejumlah prajurit keamanan dari Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran. Syekh Nurullah segera mengirim utusan ke Demak, memohon bantuan 2000 tentara. Sultan dimohon mengirimkan 2000 tentaranya itu langsung ke Banten. Dimohonkannya pula agar istrinya dapat pula diantarkan ke Banten bersama rombongan pasukan. Permohona itu langsumg dikabulkan oleh Sultan Trengono.

Maka tatkala 2000 pasukan Demak mendarat di Banten, penguasa setempat sempat dibuat heran dan bingung. Tetapi Syekh Nurullah telah berbuat cerdik dengan berdalih bahwa 2000 pasukan itu adalah dalam rangka mengantarkan istrinya yang berniat pindah mengikuti dirinya untuk menetap di Banten. Dengan cara demikian Syekh Nurullah telah merahasiakan rencana operasi militer penyerangan Sunda Kalapa dari orang-orang Banten. Sebenarnya dengan 2000 pasukan Demak yang mendarat di Banten, bukan tandingan yang seimbang bagi penguasa lokal Banten. Tetapi penguasa Banten memang tidak menjadi target operasi Syekh Nurullah. Baginya operasi   ke Sunda Kalapa jauh lebih penting. Akhirnya operasi penaklukan Sunda Kalapa berjalan dengan sukses. Dengan kekuatan 2000 tentara Demak, Sunda Kalapa tak berdaya sama sekali dan  dengan mudah ditaklukkan (Juli, 1527 M). Pasukan Keamanan Pakuan Pajajaran yang tak seberapa jumlahnya setelah pertempuran yang singkat tetapi tak terduga itu, sebagian terpaksa menyerah.  Dan yang lainnya lagi  melarikan  diri ke arah selatan menuju pusat Kerajaan Pakuan Pajajaran. Sebagai penghargaan  atas prestasi yang luar biasa dari iparnya itu, Sultan Trenggono menganugerahi gelar Fatahillah. Berasal dari kata Al Fatih, yang artinya Sang Pemenang.

Usai penaklukannya yang gemilang itu,  Syekh Nurullah memerintahkan tentara Demak untuk terus berjaga-jaga dan berpatroli  di sepanjang  perairan Sunda Kalapa. Mereka diingatkan kemungkinan datangnya bala bantuan dari Portugal di Malaka. Maka ketika melihat sebuah kapal Brigatine Portugal mendarat, mereka langsung saja menyerbunya dan mereka bunuh semua awak dan kapten kapalnya, karena mereka mengira kapal itu adalah bagian dari kapal bantuan  Portugal dari Malaka yang akan merebut kembali Sunda Kalapa dari tangan tentara Islam Demak. Beberapa hari kemudian mereka memang melihat iring-iringan kapal Portugal yang dipimpin oleh Francisco De Sa yang baru saja bertolak dari perairan Pulau Bangka. Betapa terkejutnya Francisco De Sa, saat menyadari sudah ada 2000 tentara Armada Demak yang menunggu di Selat Sunda. Sementara itu di mulut pelabuhan Sunda Kalapa juga telah disiagakan 2000 tentara tambahan yang baru saja tiba dari Demak. Francisco De Sa yang menyadari posisinya dalam keadaan sulit, segera mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Dia memilih untuk pulang kembali ke Malaka dengan alasan tidak siap bertempur.

Syekh Nurullah Fatahillah membiarkan armada Portugal itu kembali ke Malaka, seraya menunjukkan adanya kekuatan 4000 tentara yang siap bertempur dengan Portugal dari Malaka, bila mereka berupaya merebut kembali Sunda Kalapa. Kenyatannya berpuluh-puluh tahun kemudian Portugal tak berani mendekati Sunda Kalapa yang telah berganti nama jadi Jayakarta. Bahkan sejak itu tentara Portugal tak berani menginjakkan kakinya di Tanah Jawa. Syekh Nurullah Fatahillah kemudian melanjutkan operasi militer keseluruh pantai utara Jawa Barat. Akhirnya seluruh pelabuhan Kerajaan Hindu Pakuan  Pajajaran, mulai dari Banten, Tanggerang, Sunda Kalapa, Cikande, Pamanukan, Indramayu dan Cirebon berada di bawah kendali Syekh Nurullah  yang menjadi penguasa di Banten dan memerintah atas nama Kerajaan Islam Demak. Menurut Sejarawan Belanda De Graaf, Semarang, Tegal, Losari dan Cirebon telah masuk wilayah Demak sejak Kadipaten Demak pimpina Raden Patah berdiri. Cirebon sendiri sebelumnya merupakan wilayah dari Kerajaan Pajajaran. Sultan Trenggono menyerahkan wilayah Cirebon kepada  Syekh Nurullah.

Bersamaan dengan operasi penaklukan Sunda Kalapa, Sultan Trenggono juga mengangkat Sunan Ngudung atau Sunan Kudus Rahmatullah sebagai Panglima Angkatan Perang untuk menaklukan Kerajaan Hindu-Buddha di Kediri. Penaklukan Tuban berhasil, dilanjutkan dengan penaklukan Kediri. Serangan pertama mengakibatkan Sunan Kudus Rahmatulaah tewas. Sebagai penggantinya adalah putranya, Sunan Kudus  Ja’far Shodiq. Di bawah Panglima Sunan Kudus Ja’far Shodiq, Kerajaan Hindu-Buddha Kediri berhasil ditaklukakan (1527 M ). Tetapi Raja Kediri dan Patihnya berhasil meloloskan diri ke Sengguruh. Di Sengguruh barulah Raja Kediri itu  menyerah kepada Demak (1545 M).Setelah Kediri jatuh, berturur-turut selama hampir dua puluh tahun masih dilakukan usaha penaklukan wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah yang masih merupakan wilayah Kerajaan Hindu-Buddha Kediri. Maka jatuhlah Pengging, Lamongan, Surabaya, Sidoarjo, Madiun, Pananggungan, Pasuruan dan Sengguruh. Tinggal  Panarukan  dan Blambangan yang masih kuat berdiri sebagai Kerajaan Hindu-Buddha bekas wilayah Kediri.

Sementara itu Fatahillah  berkedudukan di Banten dan sekaligus mengendalikan Jayakarta dan Cirebon dengan mengangkat wakilnya di dua daerah itu. Dari pernikahannya dengan adik Sultan Trenggono, Syekh Nurullah Fatahillah mempunyai dua orang putra. Yang sulung bernama  Pangeran Hasanudin  dan adiknya  bernama Pangeran Pasarean. Kedua putranya itu dipertunangkan dengan putri Sultan Trenggono. Rupanya Syekh Nurullah telah merencanakan untuk mewariskan tahta dan memecah wilayahnya di Jawa Barat menjadi dua yaitu wilayah  Banten  untuk  Hasanuddin dan wilayah  Cirebon untuk Pangeran Pasarean. Batas antara kedua wilayah itu adalah Sungai Citarum. Mungkin karena Syekh Nurullah lebih berkonsentrasi pada usaha menata kedua daerah dan mempersiapkan kedua putranya, maka Kerajaan Pakuan Pajajaran tak pernah diganggunya. Bisa jadi dia berharap Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran itu akan bersedia menerima dakwah Islam sehingga integrasi ke dalam wilayah Banten akan berjalan secara damai. Tetapi sampai Syekh Nurullah pindah ke Cirebon pada tahun 1552 M, Kerajaan Pakuan Pajajaran yang semakin lemah itu, belum bersedia menerima dakwah Islam dan masih tetap setia kepada agama lamanya, seperti halnya Kediri. Akhirnya Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran memang berhasil ditaklukkan oleh cucu Syekh Nurullah, Maulana Yusuf, putra Hasanuddin, pada tahun 1579 M. Sejak itu lenyaplah Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran, menyusul Kerajaan Majapahit yang sudah runtuh lebih dulu (1478 M), disusul Kediri (1527 M) dan Sengguruh (1545 M).

Pada tahun 1546 M, Sultan Trenggono bermaksud menaklukan Kerajaan Hindu Panarukan di daerah Blambangan. Sebelumnya hampir seluruh wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Pesisir Jawa Barat, sudah masuk wilayah Demak. Tetapi Kerajaan Panarukan belum. Karena itu Sultan Trenggono merencanakan ekspedisi militer yang akan dipimpinnya sendiri. Syekh Nurullah penguasa Banten diajak turut serta. Maka Syekh Nurullah beserta dengan sejumlah tentaranya dari Banten ikut serta dalam operasi penaklukan Panarukan. Sultan Trenggono bermarkas di Pasuruan dan tentaranya mulai menyerbu Panarukan dan Blambangan. Tetapi ketika operasi tengah berlangsung dan pertempuran hebat terjadi di Panarukan, tiba-tiba Sultan Trenggono wafat karena ditusuk oleh salah seorang pembantu setianya. Operasi militer segera dihentikan. Jenasah Sultan Trenggono dibawa ke Demak untuk di makamkan.  

Sepeninggal Sultan Trenggono, terjadi perebutan tahta antara Kadipaten Jipang dengan Kadipaten Pajang. Akhirnya Pajang keluar sebagai pemenang. Hadiwijoyo naik tahta dan mengaku sebagai pewaris tahta Demak. Tetapi Syekh Nurullah Fatahillah tidak mengakui Pajang sebagai penerus Demak. Dia melepaskan diri dari Demak, hingga Banten dan Cirebon menjadi Kerajaan yang berdaulat. Pada tahun 1552 M, Pangeran Pasarean yang selama ini memegang wilayah Cirebon wafat. Karena itu, Syekh Nurullah pindah ke Cirebon dan tahta Banten diserahkan kepada putranya Hasanuddin. Syekh Nurullah, putra Pasai yang menurut Dr.Husein Djajadiningrat lahir pada tahun 1490M  wafat pada tahun 1570 M. Jenasahnya dimakamkan di Gunungjati, hingga dia terkenal sebagai Sunan Gunungjati. Cita-citanya pada waktu muda untuk membangun kembali Kerajaan Islam Pasai, dikabulkan oleh Allah SWT. Bukan di Pasai. Tetapi  di Jawa Barat. Bahkan mampu membangnun dua kerajaan Islam, yakni Kerajaan Islam Banten dan Kerajaan Islam Cirebon yang dikendalikan oleh para anak keturunannya. Mereka adalah  keturunan Sultan Trenggono juga, karena  Pangeran Hasanuddin dan Pangeran Pasarean adalah menantu Sultan Trenggono. Sedangkan Syekh Nurullah sendiri adalah ipar Sultan Demak .

Demikianlah kisah Fatahillah atau Sunan Gunungjati, berdasarkan tesis Husein Djajadiningrat, ”Tinjauan Kritis Sejarah Banten. Husein dengan tesisnya itu berhasil dengan gemilang membuktikan secara ilmiah, bahwa Syekh Nurullah, Fatahillah, Faletehan, Fadillah Khan dan Tagaril  adalah orang yang sama dengan Sunan Gunungjati. Dan dengan sendirinya sama dengan Syarif Hidayatullah, gelar yang diperolehnya saat menunaikan ibadah Haji ke Mekah. Husein Djajadiningrat lulus dengan cumlaud dari  Universitas Leiden tahun 1913 dengan Promotor: Dr. Snouck Hurgronye.

Versi lain dari kisah Sunan Gunungjati, berasal dari ceritera tutur dan buku kronik lokal seperti Babad Tanah Sunda-Cirebon susunan  PS. Sulendraningrat, Sekitar Komplek Makam Sunan Gunungjati susunan Hasan Basyari, dan Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon 1479 – 1809”,  susunan RH Unang Sunardjo ,SH. Tentu masih banyak lagi buku-buku semacam itu yang berisi kisah, bahwa  Sunan Gunungjati  bukanlah Fatahillah.
Secara ringkas, ketiga buku tersebut menceriterakan riwayat Syarif Hidayatullah yang kemudian terkenal sebagai Sunan Gunungjati sbb :

Syarif Hidayatullah lahir pada tahun 1450M. Bukan di Cirebon, Jawa Barat, atau tempat lain di Nusantara. Tetapi Syarif Hidayatullah ini lahir di Mesir. Ayahnya adalah Sultan Mesir. Walaupun ayahnya orang Mesir, tetapi ibunya adalah seorang Putri Pajajaran yang bernama Rara Santang. Rara Santang bisa menjadi istri Sultan Mesir, karena mereka bertemu pada saat menunaikan ibadah Haji ke Makkah pada tahun 1449 M. Rara Santang dapat naik haji, karena ikut kakaknya yang bernama Walangsungsang. Mereka berdua pergi ke Makkah atas perintah dari gurunya yakni  Syekh Nurjati..

Baik Rara Santang  maupun Walangsungsang  adalah putra dan putri Prabu Siliwangi Raja Kerajaan Pajajaran. Prabu Siliwangi adalah putra dari Dewa Niskala dan cucu dari Raja Anggalarang.  Mereka berdua lari dari kedua orang tuanya, karena ingin belajar agama Islam kepada Syekh Nurjati di Cirebon setelah sebelumnya mimpi bertemu Nabi  Muhammad saw. Dari Pernikahannya dengan Sultan Mesir, Rara Santang mempunyai dua orang putra. Yang sulung bernama Syarif Hidayatullah, sedang adiknya yang muda bernama Syarif Nurullah. Sebenarnya, karena Syarif Hidayatullah adalah putra sulung Sultan Mesir, maka dia berhak atas tahta. Tetapi karena pesan ibunya, agar ia menjadi wali di Tanah Jawa, maka saat ayahnya meninggal, Syarif Hidayatullah mengikhlaskan tahtanya diberikan pada adiknya. Dia sendiri memang lebih tertarik untuk mendalami ilmu agama, mulai dari syariat, tarekat, hakekat, dan makrifat.

Setelah tuntas mendalami ilmu-ilmu agama Islam  berangkatlah Syarif Hidayatullah menuju  Tanah Jawa sesuai pesan dari Ibunya. Perjalannnya melewati Bagdhad, Gujarat, Campa, Pasai, Banten, kemudian memutar ke Gresik, akhirnya tiba di Cirebon. Kota-kota yang disinggahinya itu sengaja dipilih agar bisa bertemu dan berdiskusi dengan para ulama setempat. Pada tahun 1479 M, tibalah dengan selamat  Syarif Hidayatullah di Cirebon dan diterima dengan rasa haru dan bangga oleh  Walang Sungsang yang saat itu telah bergelar  Pangeran Cakrabuana. Dia  adalah pendiri  Nagari Cirebon yang  tunduk pada  Kerajaan Pajajaran dan menantu dari Resi Danuwarsih yang masih keturunan Kerajaan Galuh. Putri Resi Danuwarsih, Ni Mas Indang Ayu, telah diperistri oleh Pangeran Cakrabuana saat masih remaja dan masih bernama Walangsungsang  dan baru saja lari dari Istana ayahnya Raja Pajajaran.

Konon, setelah menjadi santri Syekh Nurjati, Walangsungsang  ditugaskan untuk membuka daerah yang bernama Tegal Alang-Alang. Di daerah ini ternyata sudah ada seorang penghuni yakni Ki Gede Alang-Alang. Ki Gede Alang-Alang mengangkat  Walangsungsang menjadi anak angkatnya, diberi kekuasaan  untuk mengatur daerah itu dan diberi gelar Pangeran Cakrabumi. Pangeran Cakrabumi ini adalah seorang ulama dan pengusaha. Dia rajin membuat terasi. Dan terasi buatan Pangeran Cakrabumi amat terkenal. Konon pada suatu pagi penduduk berebut untuk membeli terasi buatannya dan karena tidak sabar mereka berteriak-teriak,”Gera age! Gera age !“. Sebuah teriakan dalam bahasa Sunda yang artinya, ”Cepat!Cepat!”, karena merasa sudah tidak sabar lagi. Sejak itu daerah tempat tinggal Pangeran Cakrabumi itu disebut Garage. Selain membuat terasi, Pangeran Cakrabumi juga pandai mengolah lebih lanjut   air  sisa rebusan  terasi menjadi rebon. Ternyata rasanya lebih enak lagi. Karena itu penduduk setempat sering berteriak-teriak  pada saat berebut membeli air rebon,” Cai Rebon!. Cai Rebon!”. Dari kata Cairebon itulah muncul kata Cirebon. Maka negeri yang didirikan Pangeran Cakrabumi itu dikenal sebagai Negeri Cirebon. Ketika Negeri Cirebon menjadi makmur, Prabu Siliwangi meresmikannya menjadi salah satu wilayahnya dan  putranya itu diangkat sebagai penguasa wilayah Cirebon dengan gelar Adipati Cakrabuana. Dari Pernikahanya dengan Ni Mas Indang Ayu dikaruniai putri yang bernama Pakungwati. Pakungwati kemudian diperistri oleh Syarif Hidayatullah yang baru datang ke Cirebon.

Pada tahun 1478 M, Pangeran Cakrabuana menyerahkan jabatan Adipati kepada Syarif Hidayatullah yang telah menjadi menantunya. Pada tahun 1479 M, Syarif Hidayatullah dengan dukungan para wali di Tanah Jawa, memproklamirkan berdirinya Kesultanan Cirebon lepas dari Kerajaan Pajajaran. Syarif Hidayatullah menjadi Sultan Cirebon cukup lama yaitu dari tahun 1479 M sampai tahun saat ia wafat, 1568 M. Usianya pun amat panjang yaitu 119 tahun (1450-1568 M). Dalam buku-buku tersebut, disebutkan bahwa Fatahillah bukanlah Sunan Gunungjati, tetapi hanyalah menantu Sunan Gunungjati atau menantu Syarif Hidayatullah.

Bisa jadi apa yang diungkapkan kronik lokal dari tradisi Cirebon itu benar adanya. Yaitu bahwa Fatahillah memang bukan Syarif Hidayatullah dan bukan pula Sunan Gunungjati. Akan tetapi untuk itu masih harus ditemukan terlebih dahulu bukti-bukti yang kuat yang mampu mendukung argumen tersebut. Harus diakui versi bahwa Fatahillah bukanlah Sunan Gunungjati dan bukan pula Syarif Hidayatullah, merupakan versi yang digemari dan lebih disukai masyarakat Cirebon dan Jawa Barat.
Tetapi argumen Dr. Husein Djajadiningrat sampai sekarang ini secara akademis masih tetap bertahan dan  belum ada satu sarjana pun yang bisa mematahkannya. Hal ini disebabkan argumen Husein Djajadiningrat itu memang  amat ilmiah dan rasional, bahwa Sunan Gunungjati adalah Syarif Hidayatullah, adalah juga  Fatahillah, adalah juga Fadilah Khan, dan  adalah juga Syekh Nurullah, Putra Pasai, pahlawan penakluk Sunda Kalapa, pendiri  Jayakarta dan pendiri dua  Kerajaan Islam di Jawa Barat, yakni Banten dan Cirebon.

8 Sunan Gunungjati Di Dalam Serat Walisana
Akan tetapi dalam  Serat Walisana yang ditulis Sunan Giri Prapen, menyebutkan adanya seorang Ulama bernama Sayyid Zen atau Raden Abdul Qodir  atau Sunan Gunungjati sebagai anggota Dewan Walisongo dari Cirebon. Dilihat dari usia, agaknya Sayyid Zen  memang satu angkatan dengan putra Sunan Ampel. Karena itu dalam kitab Wali Sana, dia ditempatkan sebagai wali dengan urutan kedua setelah Sunan Ampel dan sebelum Sunan Bonang.

Sementara itu,  Drs.Widji Saksono kembali mengungkapkan bahwa Syekh Maulana Ishak tidak hanya punya satu putra, yakni Syekh Yakub. Tetapi punya enam putra yakni Sayyid Es, Syekh Yakub, Syekh Waliyul Islam, Khalif Kusein, Syekh Maghribi, dan Syekh Gharibi. Jadi Sayyid Es  adalah putra sulung, dan Syekh Yakub, ayah Sunan Giri,  adalah adik Sayyid Es. . Sayyid Es punya putra yakni Sayyid Zen atau Raden Abdul Qodir. Sayyid Zen atau Raden Abdul Qodir inilah yang dalam Serat Walisana dikenal sebagai Sunan Gunungjati.

Dengan demikian apabila kita gabungkan pendapat Dr. Husein Djayadiningrat, Serat Walisana, Babad Cirebon, dan hasil penelusuran Drs. Widji Saksana, kita dapat memecahkan teka-teki adanya dua Sunan Gunungjati di Cirebon, yakni Sunan Gunungjati Senior atau Sunan Gunungjati Sepuh  dan Sunan Gunungjati Yunior atau Sunan Gunungjati Anom. Sunan Gunungjati Sepuh adalah Sayyid Zen atau Raden Abdul Qodir, putra Sayyid Es, cucu Syekh Maulana Ishak. Agaknya Sayyid Zen inilah yang dalam tradisi Cirebon disebut sebagai Syarif Hidayatullah, yang dipersepsikan oleh penggubah Babad Tanah Sunda dan Babad Cirebon sebagai putra Raja Mesir.  Dalam tradisi Cirebon Syarif Hidayatullah menikah dengan putri Walangsungsang yang bernama Dewi Pakungwati pada tahun 1479 M. Di Cirebon Sayid Es berhasil membuka pesantren Gunungjati dan dalam tradisi lokal dikenal sebagai Syekh Nurjati. Dalam tradisi Jawa Barat dan Cirebon itu, Sayyid Es Syekh Nurjati itulah guru dari  Walangsungsang, atau Somadullah, atau Ki Cakrabumi, atau  Ki Cakrabuana atau Abdullah Iman. Karena usia Sayid Es dengan Walangsungsang usianya tidak jauh berbeda, besar kemungkinan Sayid Es inilah yang menikahi adik Walangsungsang, Rarasantang, yang kelak melahirkan seorang putra yang bernama Raden Abdul Qodir alias Sayyid Zen alias Syarif Hidayatullah.

Dalam tradisi lokal Walangsungsang, Rara Santang, dan Kian Santang disebut-sebut sebagai putra-putri Raden Pamanah Rasa, putra mahkota Kerajaan Galuh Kawali yang kelak menjadi Raja Pajajaran di Pakuan.Raden Pamanah Rasa setelah naik tahta Kerajaan Pajajaran, bergelar Rahyang Dewa Niskalah ( 1433 - 1482 M). Ketika Raden Patah berhasil menjadi Sultan  Demak (1481 M), Raden Patah mengangkat  Sayyid Zen  menjadi Adipati Cirebon. Dengan demikian Kadipaten Cirebon merupakan wilayah Demak.

Sebelum Sayid Es tiba di Cirebon, di situ sudah banyak tinggal orang-orang Pasai atau keturunannya. Ulama-ulama Pasai yang merintis pembukaan pemukiman orang-orang Pasai di Cirebon  antara lain  Syekh Datuk Kahfi (1420 M) berserta  Syekh Abdurahman, Syekh Abdurahim, dan Syekh Baghdad. Masing-masing Ulama Pasai itu membawa rombongannya sendiri-sendiri. Besar kemungkinan rombongan  imigran  dari Pasai  pimpinan Syekh Datuk Kahfi inilah yang pertama kali membawa  tasawuf gullah ajaran Husein Mansyur Al Hallaj ke tanah Jawa lewat Cirebon.  Hal ini bisa dibuktikan dari kisah dalam Babad Tanah Sunda dan Babad Cirebon yang menjelaskan asal-usul Syekh Datuk Kahfi dan teman-temannya. Diceriterakan bahwa Syekh Abdurahman, adiknya Syekh Abdurahim, dan Syekh Baghdad, berasal dari Baghdad murid seorang ahli tasawuf Syekh Juned. Mereka bertiga adalah putra Penguasa Baghdad Sulaiman dan diusir oleh ayahnya karena mabuk tasawuf gullah cinta kepada Allah.

Berita Babad Tanah Sunda dan Babad Cirebon itu mengandung fakta sejarah, sekalipun tidak seluruhnya benar. Syekh Juned adalah guru tasawuf Al Hallaj dan sudah wafat pada tahun 91O M. Sedang Al Hallaj wafat pada tahun 913 M. Tentu saja pada abad ke -15 M, Syekh Juned maupun  Al Hallaj sudah wafat. Karena itu, berita Babad Tanah Sunda dan Babad Cirebon itu hanyalah menjelaskan adanya orang-orang Pasai pengikut ajaran tasawuf gullah dari Al Hallaj yang merupakan murid Syekh Juned, seorang Sufi Besar dari Baghdad, gurunya Al Hallaj. Syekh Juned sendiri tidak mengajarkan tasawuf gullah. Beliau adalah pengikut tasawuf Ahli Sunnah.

Ketika Sayyid Es tiba di Cirebon, beliau mengetahui Pesantren Syekh Datuk Kahfi yang berada di bawah kendali Syekh Datuk Kahfi dan teman-temannya itu mengajarkan tasawuf gullah. Karena itu Sayyid Es tidak mau bergabung dengan mereka dan menjaga jarak. Sayyid Es dan putranya Sayyid Zen atau Raden Abdul Qodir, lebih suka bergabung dengan Demak, Ampel Denta dan Giri yang jelas-jelas menganut tasawuf ajaran Al Ghazali yang sejalan dengan ajaran Rasulullah. Sayyid Es tiba di Cirebon tahun 1440 M. maka Sayyid Es baru menikah di Cirebon dengan gadis Sunda, katakanlah  pada tahun 1445 M. Saat itu Sayyid Es sudah berusia 34  tahun. Tahun 1446 M bisa dijadikan perkiraan lahirnya Raden Abdul Qodir. Pada tahun 1490 M, Sayyid Es sudah berusia 79 tahun, sedangkan adik sepupunya Raden Rahmat Sunan Ampel malahan sudah wafat (1481 M). Memang besar kemungkinan Sayyid Es pada tahun 1490 M telah wafat. Dengan demikian Sayyid Zen Raden Abdul Qodir menjadi penguasa tunggal Kadipaten Cirebon dan Pesantren Gunungjati. Wajar jika Serat Walisana menetapkan Sayyid Zen atau Raden Abdul Qodir sebagai salah seorang anggota Dewan Walisana Kerajaan Islam Demak yang berkedudukan di Cirebon Jawa Barat dan dia ditempatkannya dalam urutan kedua sesudah Sunan Ampel. Kita bisa menyebutnya  sebagai Sunan Gunungjati Senior atau Sunan Gunungjati Sepuh.

Pada tahun 1490 M, ketika Sunan Gunungjati Sepuh (Sayyid Zen,Syarif Hidayatullah)  berusia 44 tahun, di Pasai menurut Dr.Husein Djajadiningrat, lahirlah seorang bayi laki-laki yang kelak setelah dewasa menyandang nama Syekh Nurullah, pahlawan penakluk Sunda Kalapa. Jelaslah bahwa Syekh Nurullah ditinjau dari sudut usia, berada pada posisi setingkat anak dari Sunan Gunungjati Sepuh. Pada tahun 1500 M, Sunan Gunungjati Sepuh sudah berusia 54 tahun. Menurut tradisi lokal dia pada tahun 1479 M, Sunan Gunung Jati Sepuh atau Syarif Hidayatullah menikah dengan anak pamannya,    Dewi Pakungwati Putra Ki Cakrabumi alias Walangsungsang. Dengan Dewi Pakungwati, tidak dikarunia anak. Tetapi dengan istri-istri yang lain Sunan Gunung Jati Sepuh mempunayi banyak anak. Pada tahun 1500 M, dia sudah 21  tahun membangun rumah tangga. Pastilah Sunan Gunungjati Sepuh itu sudah punya 6 anak atau lebih. Dan kita bisa menduga salah satu anaknya adalah seorang wanita cantik. Ketika Syekh Nurullah tiba di Cirebon pada tahun 1521 M sepulang dari menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu di Makkah, usianya sudah 31 tahun, maka  sangat besar kemungkinannya dia menyunting dan menikahi salah satu  putri Sunan Gunungjati Sepuh. Setelah Sunan Gunungjati Sepuh atau Sayyid Zen Raden Abdul Qodir wafat, Syekh Nurullah menggantikan kedudukan mertuanya menjadi penguasa Kadipaten Cirebon dan pemegang kendali Pesantren Gunungjati. Setelah wafat Syekh Nurullah  dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Cirebon di Gunungjati, hingga Syekh Nurullah dikenal juga  sebagai Sunan Gunungjati. Tentunya adalah Sunan Gunungjati Yunior atau Sunan Gunungjati Anom, menantu Sunan Gunungjati Senior atau Sunan Gunungjati Sepuh atau Syarif Hidayatullah menurut tradisi Cirebon dan Jawa Barat.

Siapakah ayah Syekh Nurullah, putra Pasai itu? Dr.Husein Djajadiningrat tidak menyebutkan siapakah ayah Syekh Nurullah. Kita bisa melakukan hipotese, bahwa Syekh Nurullah adalah salah seorang putra dari keturunan Sultanah Bahiah( 1405 – 1428 M). Kita tidak tahu siapa ayahnya. Yang kita ketahui hanyalah setelah Ratu Pasai Sultanah Bahiah wafat, Kerajaan Islam Pasai masih terus bertahan sampai tahun 1524 M. Bahkan setelah Malaka jatuh ke tangan Portugal pada tahun 1511 M, Pasai malah menguat kembali. Karena itu pada tahun 1521 M, Portugal menyerbu Pasai. Serbuan Portugal pun tidak mampu melumpuhkan Pasai. Baru ketika Aceh menaklukkan Pasai pada tahun 1524 M, Kerajaan Islam Pasai lenyap, karena diintegrasikan ke dalam Kerajaan Islam Aceh.

Para ulama dan cendekiawan Pasai banyak yang bermukim di Aceh, membantu penguasa Aceh membangun dan membesarkan Kerajaan Islam Aceh, hingga Aceh berkembang menjadi satu-satunya Kerajaan Islam  yang terkuat di Asia Tenggara, sampai akhirnya ditaklukkan Belanda pada tahun 1903 M. Melihat fakta sejarah bahwa Syekh Nurullah memiliki kecakapan luar biasa sebagai seorang panglima perang dan di  bidang birokrasi pemerintahan, tidak mustahil dia memang adalah Ksatria Pasai yang di dalam darahnya mengalir darah raja-raja Kerajaan Islam Pasai. Wallahualam.[]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar