Entri yang Diunggulkan

In Memoriam : Dra.Hj.Sri Aslichah, Srikandi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor, Banyumas (02)

Dalam diri Bu Hajjah Sri Aslichah, memang mengalir darah Muhammadiyah dari ayahnya, Bapak Kaswan Abusoli. Ayahnya pada waktu muda adal...

Jumat, 07 September 2018

Mekkah dan Ka'bah, Kembali Dikuasai Keturunan Ismail


Salah satu keturunan Bani Ismail yang kuat adalah Suku Quraisy. Sekitar tahun 400 SM, seorang pemimpin Quraiys yang bernama Qushai, berhasil menikahi putri Hulayl, Kepala Bani Khuzaah yang menguasi Mekkah dan Ka’bah. Qushai cukup cekatan dan cerdas, sehingga sangat disayangi melebihi anaknya sendiri. Bahkan ketika akan meninggal, dia berwasiat agar Qushay menggantikanya sebagai penguasa Mekkah dan Ka’bah.

Begitu memegang kekuasaan, Qushay yang cerdas itu segera mengundang saudara-saudaranya, sepupunya, bahkan paman-pamannya untuk bermukim di Mekkah dekat rumah suci Ka’bah. Mereka antara lain Zuhroh, saudaranya, Taym, pamannya, dan Makhzum, sepupunya. Mereka kemudian dikenal sebagai Qurasy Lembah. Saudara-saudara jauh lainnya ditempatkan di pinggiran Kota Mekkah, dan mereka di kenal sebagai Quraisy Pingiran. Yang jelas suku Qurays telah menjadi kelompak mayoritas, baik di ring satu, maupun ring dua yang tinggal di Lembah Mekkah. Lama kelamaan Bani Khuzaah, tersingkir secara damai dan alamiyah.

Qushay pun menjadi penguasa Mekkah yang kuat, hidup berkelimpahan, dan memerintah bagaikan seorang raja. Penduduk membayar Qushay dengan domba, sehingga Qushay dapat menydiakan makanan bagi para jamaah haji yang tidak mampu. Qushay juga memerintahkan agar saudara-saudaranya membangun rumah-rumah permen disekitar Ka’bah, untuk mengganti tenda-tanda yang sebelumnya dipakai sebagai tempat tinggal.Qushay sendiri membangun rumah tinggalnya sendiri yang mgah dan luas, yang dikenal sebagai Istana Majelis. Tetapi Qushay sendiri menamainya dengan sebutan Rumah Majelis. Sebab dari situ Qushay sering memimpin rapat mengendalikan pemerintahan, serta tempat bermusyawarah dengan rakyatnya.

Tetapi perpecahan muncul bukan dari kalangan oposisi. Tetapi dari keturunan Qushay sendiri. Dia mempunyai empat anak laki-laki. Tetapi yang paling cakap dan berbakat adalah si bungsu Abdu al Manaf. Dia sangat dihormati orang pada saat Qushay masih hidup. Tetapi Qushay sendiri cenderung memilih putra sulungnya, Abdu al Dar, sekalipun kalah populer dan kurang cakap dibanding Abdu al Manaf. Menjelang meninggalnya Qushay berwasiat kepada anak-anaknya, “Anakku, aku akan menetapkan siapa di antara kalian yang akan menjadi penggantiku yang harus ditaati oleh semua orang. Tidak ada yang dapat memasuki Ka’bah, kecuali engkau yang membukakannya. Selain tanganmu tak ada yang boleh menandai peperangan bagi kaum Quraisy. Tak ada yang boleh minum air di Mekkah dalam perjalanan haji, kecuali engkau yang memberinya. Tak ada yang boleh makan kecuali engkau yang memberinya. Tak ada yang boleh mengubah urusan Quraisy, kecuali di dalam rumahmu.” Ketika meninggal Qushay mewariskan seluruh kekuasaannya kepada putra kesayangannya tersebut, termasuk kepemilikan Rumah Majelis. 

Abdu al Manaf, mematuhi keputusan ayahnya itu tanpa protes sedikit pun. Akan tetapi gugatan mulai muncul pada generasi berikutnya. Separuh kaum Quraisy brdiri sepenuhnya dibelakang Hasyim, putra sulung Abdu al Manaf. Dia menuntut agar kekuasaan atas Mekkah dan Ka’bah dialihkan dari clan Abdu al Darkepada clan Abdu al Manaf. Hasyim mendapat dukungan penuh dari Bani Zuhroh, Bani Tyaim, dan seluruh anak cucu Qushay selain dari Abdu al Dar. Tetapi keturunan Makzum dan para sepupu yang jauh berdiri di belakang Bani Abdu al Dar.

Kemudian kaum wanita dari Bani Abdu al Manaf membawa secawan minyak wangi dan meletakkannya di dekat Ka’bah.Hasym dan saudara-saudaranya serta seluruh pendukungnya mencelupkan tangan mereka ke dalam cawan itu dan mengangkat sumpah bersama untuk tidak saling mengganggu satu sama lain. Masing-masing orang menggosokkan tangannya yang harus ke batu Ka’bah sebagai tanda tercapainya kesepakatan. Kelompok Bani Hasyim ini kemudian terkenal sebagai Kelompok Al Muthayyibun, artinya Kelompok Harum. Sementara itu, Bani Abdu al Dar dengan sekutunya juga membentuk kelompok tandingan yang kemudian dikenal sebagai Kelompok Al Ahlaf, artinya Kelompok Sekutu.

Situasi genting dan memanas nyaris hampir meledak menjadi peperangan. Tetapi perang dilarang, bukan hanya di sekitar Ka’bah. Tetapi juga beberapa mil dari Ka’bah. Kedua pihak harus bersedia menegakkan perjanjian damai, agar peperangan dapat dihindarkan. Akhirnya tercapailah kesepakatan. Kekuasaan atas Mekah dan Ka’bah pun dibagi dua. Disepakati Bani Abdu al Manaf berhak menetapkan pajak dan menyediakan makanan dan minuman bagi para jemaah haji. Bani Abdu al Dar, berhak memegang kunci Ka’bah dan hak-hak mereka yang lain. Tempat tinggal Qushay harus dilanjutkan fungsinya sebagai Rumah Majelis.

Saudara-saudara Hasyim pun setuju bahwa Hasyimlah yang bertanggung jawab atas kebutuhan jemaah haji. Maka ketika musyim haji tiba, Haasyim berpidato dari Rumah Majelis. “Wahai Kaum Qurays! Kamu sekalian adalah tetangga Tuhan, penjaga RumahNya dan Tanah Suci. Mereka yang datang berziarah adalah tamu Tuhan dan pengunjung rumahNya. Merekalah itulah para tamu yang paling patut dihormati. Pada musim haji, sediakanlah makanan dan minuman sampai mereka pulang kembali. Bila harta saya sendiri mencukupi, saya tidak akan membenani kalian mereka semua!”

Hasyim sangat dihormati di dalam negeri maupun di luar negeri. Hasyimlah yang membangun dan memperluas jaringa jalan dari Mekah ke Yaman dan dari Makah ke Syria. Pada musim dingin para kafilah menuju Yaman, dan pada musim panas para kafilah menuju Barat Laut Jazirah Arabia. Diantara ke dua musim itu banyak kafilah yang menuju Syria dan Palestina. Kedua rute itu mengikuti jalur kuno minyak wangi. Salah satu destinati musim panas yang menyenangkan adalah Kota Yatsrib yang subur, kurang lebih sebelas hari perjalanan dengan unta ke utara Mekkah. Dulu oasis Yastrib dikuasai orang Yahudi. Tetapi lama kelamaan dikuasai orang dari Arab Selatan. Masih banyak orang Yahudi yang bermukim di sana dengan kekayaan melimpah. Mereka tetap aktif terlibat dalam urusan sosial kemasyarakatan dengan tetap menjalankan agama Yahudi.

Suku Arab Yatsrib termasuk suku yang unik. Mereka menganut tradisi matriarchat, dan secara kolektif dikenal sebagai Bani Qaylah. Dari Bani Qaylah lahir dua keturunannya, yakni suku Aws dan Khasraj, yang merujuk pada dua putra Qaylah. Salah seorang wanita Bani Kazraj yang sangat berpengaruh adalah Salma, putri Amr dari suku Najr. Hasyim pun jatuh cinta pada Salma dan melamarnya. Salma bersedia menjadi istri Hasyim asal diijinkan tetap tinggal di Yatsrib untuk memimpin sukunya, dan enggan dibawa pindah ke Mekkah. Hasyim pun setuju, dan menikahlah dia dengan Salma. Dari pernikahan itu, lahirlah putra Hasyim itu besar dalam asuhan ibunya sampai kira-kira berusia 14 tahun. Hasyim sendiri karena sering bepergian ke Palestina, dengan sendirinya sering mengunjungi, dan dapat tinggal cukup lama dengan Salma dan putranya.

Hasyim malah senang putranya dibesarkan di daerah tropis, agar terhindar dari sejumlah penyakit berbahaya yang lebih sering meyerang pendatang dari pada penduduk asli. Lagi pula penduduk daerah tropis lebih kuat dari pada penduduk Mekkah. Sayang Hasyim tidak bisa hidup lama untuk terus menyaksikan putranya yang disayanginya itu. Dalam suatu perjalanan ke Gaza, Hasyim jatuh sakit. Dia pun meninggal di sana.[]

Bani Jurhum Pernah Menimbun Sumur Zamzam


Allah swt mengabulkan doa Nabi Ibrahim as. Ketika Ibrahim mengunjungi Mekkah yang kedua kalinya untuk menengok Ismail dan Hajar, Lembah Mekkah telah berkembang menjadi sebuah pemukiman yang ramai. Adalah suku pengembara Bani Jurhum yang berasal dari Yaman, pertama kali menemukan Hajar seorang diri hanya ditemani Ismail yang saat itu masih bayi, tinggal dekat sumur Zamzam.

Bani Jurhum telah meninggalkan Yaman karena Yaman terkena bencana alam besar yang menyebabkan penduduknya kelaparan, sehingga terpakasa sebagian besar mereka keluar dari Yaman untuk mencari tempat bermukim  baru. Bani Jurhum adalah salah satu di antara mereka yang merantau ke utara. Sampai di tanah Hejaz, persedian air yang mereka bawa habis, sehingga mereka nyaris mati karena kehausan. Untunglah tiba-tiba mereka melihat segerombolan burung elang yang sedang berputar-putar di angkasa. Sebagai suku pengembara yang berpengalaman, mereka tahu, dimana ada burung elang berputar-putar, pastilah di bawahnya ada sumber mata air. Di tuntun oleh burung elang itulah, Bani Jurhum akhirnya menemukan telaga Zamzam dengan airnya yang jernih di tengah lembah Mekkah yang saat itu hanya ditunggui oleh Hajar dan bayinya.

Bani Jurhum yang kemudian bermukim di situ sangat memuliakan Hajar. Pada mulanya mereka mengira Hajar adalah wanita suci utusan penguasa langit untuk menunggui sumur Zamzam sambil membesarkan bayinya, Ismail. Tetapi Hajar berterus terang kepada Kepala Suku Bani Jurhum, siapa dirinya dan menceriterakan riwayat dirinya sampai  tinggal seorang diri bersama bayinya di lembah yang sunyi sepi tanpa penghuni itu. Pengakuan Hajar yang terus terang, tidak mengurangi rasa hormat Bani Jurhum kepada Hajar dan Ismail yang diakui sebagai pemilik sumur Zamzam.

Merekalah yang membangunkan rumah, memberikan makanan, mengasuh Ismail, bahkan memberikan sejumlah binatang ternak. Pemukim baru di lembah Mekkah terus berdatangan. Para kafilah yang hilir mudik menyusuri jalan parfum di pantai barat Semenanjung Arabia, pasti singgah sejenak untuk mengambil air Zamzam. Tidak lupa mereka memberikan macam-macam hadiah aneka macam barang dan uang pada Hajar dan Ismail. Ketika Ibrahim datang yang kedua kali untuk menengoknya, Hajar dan Ismail sudah hidup berkelimpahan, memiliki rumah bagus, dan memiliki banyak binatang ternak. Saat itu Ismail sudah berusia sekitar 12 tahun. Dan pada kunjungan ke dua itu itulah Ibrahim bertemu Hajar dan Ismail yang tengah berada di Padang Arafah. Ketika Ayah, Istri dan anak sedang melepas rindu karena telah lama berpisah itulah datang ujian dari Allah swt, agar Ibrahim mengorbankan Ismail. Ibrahim, Ismail dan Hajar, lulus dari ujian ketakwaan yang datang dari Allah swt. Pada kunjungan ke tiga, Ibrahim dan Ismail mendapat perintah untuk membangun Ka’bah, dan mengajarkan tata cara menjalankan ritual Ibadah Haji dan Umroh. Ibadah Haji dilaksanakan sekali setahun, sedangkan ibadah Umroh dapat dilaksanakan kapan saja.

Sejak itu tiap tahun pada bulan Zulhijah, Lembah Mekkah semarak didatangi para peziarah dari berbagai penjuru jazirah Arabia untuk melaksakan ritual Ibadah Haji yang diajarkan Ibrahim dan Ismail. Tidak ada catan sejarah yang menyebutkan bahwa Ishak, putra kedua Ibrahim sempat mengunjungi Ka’bah. Tetapi kaum Yahudi keturunan Ishak tercatat ada yang melakukan ziarah mengunjungi Ka’bah yang didirikan olel Ibrahim, yang juga merupakan leluhur mereka. Tetapi kunjungan ziarah orang-orang Yahudi terhenti, setelah anak keturunan Ismail, seiring dengan perjalanan waktu, telah melakukan penyelewengan ritual Ibadah Haji yang diajarkan nenek moyang mereka. Mereka mulai menempatkan berhala-berhala di dalam Ka’bah.

Ismail menikah dengan putri Kepala Suku Bani Jurhum. Sepeninggal Ismail, anak keturunanya terus berkembang memenuhi Lembah Mekkah, sehingga lembah yang subur itu menjadi terasa sempit. Maka mereka mulai merantau ke segala penjuru Arabia meninggalkan Lembah Mekkah sambil membawa batu  yang ada di sekitar Ka’bah. Ditempat baru, mereka menyelenggarakan ritual untuk memuliakan batu dari tanah suci itu. Kemudian karena terpengaruh oleh tradisi dan adat istiadat kaum pagan tetangga mereka, berhala pun mulai ditambahkan ke dalam batu-batu itu. Akhirnya para jema’ah haji mulai membawa berhala-berhala itu ke Mekkah dan meletakkannya di sekitar Ka’bah.
Kaum penyembah berhala mengklaim bahwa berhala hanyalah digunakan sebagai perantara, penghubung, atau wasilah manusia dengan Tuhan. Tetapi akibatnya pendekatan mereka kepada Tuhan menjadi berkurang dan tidak langsung. Tuhan menjadi sangat jauh, dan kaum pagan itu melupakan dari mana dunia ini berasal, akhirnya mereka tidak lagi meyakini kehidupa setelah kematian. Akhirnya Allah swt pun mendatangkan azab. Tanda-tandanya mulai tampak dengan menyusutnya air sumur Zamsam sedikit demi sedikit. Lebih-lebih setelah Bani Jurhum mengambil alih kekuasaan atas Lembah Mekkah dan Ka’bah dari keturunan Ismail. Keturunan Ismail tidak berani melawan, sebab bagaimana pun juga, Bani Jurhum adalah kerabat dekat mereka, sebab Istri Ismail berasal dari Bani Jurhum.  

Ketika Bani Jurhum menjadi penguasa, mereka melakukan kesewenang-wenangan, hidup berfoya-foya dengan mengambil  harta kekayaan yang tersimpan di Ka’bah yang mereka ambil sedikit demi sedikit. Bani Jurham bahkan mengajarkan ritual tawaf tanpa busana pada malam hari. Dalihnya, manusia ketika dilahirkan dalam keadaan tanpa busana. Jadi, manusia yang suci ialah manusia yang tidak memakai busana seperti ketika dia dilahirkan. Ka’bah adalah tempat suci, maka cara bertawaf yang benar pun harus dilakukan dalam keadaan suci alias tanpa busana seperti ketika dia dilahirkan ke dunia.

Sekalipun tawaf dilakukan dalam keadaan tanpa busana, para peziarah dilarang keras melakukan hubungan badan. Alkisah, pernah terjadi ada pasangan yang tertangkap basah sedang melakukan hubungan badan di sekitar Ka’bah. Keduanya langsung ditangkap dan dibunuh. Sebagai peringatan kepada para peziarah agar jangan melanggar perbuatan yang terlarang itu, dibangunlah dua patung di kanan dan kiri sumur Zamzam. Kedua patung itu dikenal sebagai patung Isaf dan Nailah. Lama kelamaan ceretera tentang Isaf dan Nailah berkembang kisah legenda, yaitu bahwa Isaf dan Naila adalah leluhur Bani Jurhum yang telah melakukan dosa besar di sekitar Ka’bah, sehingga dikutuk menjadi dua buah patung batu.

Akibatnya dari kesewenang-wenangan dan penyimpangan Bani Jurhum, maka mereka akhirnya terusir dari Mekkah. Tetapi sebelum pergi, mereka sempat menimbun sumur Zamsam yang mulai mengering. Sebelumnya dimasukkan ke dalam sumur itu berbagai harta benda sumbangan jamaah haji yang terkumpul di Ka’bah, hingga terkubur di dasar sumur Zamzam.  Merka lakukan itu semua dengan harapan, suatu saat jika mereka berhasil kembali lagi menjadi penguasa Mekkah, harta yang ditibunnya itu akan mereka gali kembali.

Posisi Bani Jurhum sebagai penguasa Mekkah, telah diambil alih oleh Bani Khuzaah. Mereka adalah salah satu suku Arab keturunan Ismail yang telah lama merantau ke Yaman. Setelah lama bermukim, kemudian mereka bermigrasi kembali ke tanah Hejaz kembali. Setelah berhasil mengusir Bani Jurhum, Bani Khuzaah pun menjadi penguasa baru Kota Mekkah dan Ka’bah. Tetapi Bani Khuzaah pun melakukan kesalahan yang sama. Mereka tidak berusaha menemukan sumber air yang telah dianugerahkan kepada leluhurnya itu. Mereka telah cukup puas dengan menggali sendiri sumur-sumur di tempat lain.

Dalam urusan Ibdah, mereka memang pantas untuk dihujat, karena melupakan ajaran leluhur mereka, Ibrahim dan Ismail. Salah seorang kepala suku Bani Khuzaah dalam perjalanan pulang dari Syria, telah meminta kepada kaum penyembah berhala Moabit, untuk memberikan salah satu berhala mereka yang menarik hati. Mereka memberikan satu berhala mereka yang namanya Hubal. Dengan suka cita, Kepala Suku Bani Khuzaah itu, menempatkan berhala Hubal di dalam Ka’bah. Dia dinobatkan menjadi pemimpin besar berhala lain di Mekkah.[]

Rabu, 05 September 2018

Antara Shiroh,Maghazi, dan Penulisan Sejarah Nabi saw


                                                     

Allah swt berfirman dalam Q.S. 59 :18 :”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap orang memperhatikan sejarahnya masing-masing untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Pada ayat di atas dijelaskan pentingnya setiap manusia mempelajari sejarahnya sendiri agar manusia selamat dalam perjalanan hidupnya di dunia menuju kampung akhirat yang berada di sisi Allah swt kelak di yaumil akhir. Dengan demikian, sejarah penting, bukan saja bagi tiap individu, tetapi juga bagi tiap keluarga, tiap organisasi, tiap bangsa dan tiap negara. Dengan mempelajari sejarah, orang akan mengetahui jati diri dari masa lalu, masa sekarang, bahkan orang bisa meramalkan sejarahnya di masa depan.  Sebagian besar isi Al Qur’an adalah sejarah para rasul, orang-orang saleh yang mendapat nikmat karunia Allah swt, dan juga sejarah orang-orang yang ingkar, kafir, tidak bersyukur, dilaknat dan dimurkai Allah swt.

Kata sejarah sendiri berasal dari kata dalam bahasa Arab, syajaratun, yang berarti pohon. Pohon itu berkembang dalam dimensi ruang dan waktu, mulai dari biji, bertunas, tumbuh dan terus berkembang- bercabang-cabang dengan daunnya yang rindang, berbunga, dan akhirnya berbuah. Dari buah berkembang menjadi tunas-tunas dan pohon-pohon yang lain. Demikian pula sejarah manusia, organisasi, bangsa dan negara yang juga terus berkembang bagaikan sebatang pohon. Tiap orang, organisasi, bangsa dan negara, memiliki sejarahnya sendiri-sendiri.

Allah swt juga telah mengingatkan kepada orang-orang beriman pentingya mempelajari sejarah sebagaimana Firmanya pada Q.S. 11 : 120 sbb, ”Dan sejarah para Rasul Kami kisahkan kepadamu, yakni sejarah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam kisah ini telah datang  kepadamu kebenaran, pengajaran, serta peringatan bagi orang-orang yang beriman.” Dengan demikian mempelajari sejarah menjadi penting, karena sejarah memiliki fungsi, (1) Peneguh hati, (2) Sumber Kebenaran, (3) Pengajaran, dan (4) Peringatan.

1.Fungsi sejarah sebagai peneguh hati.
Allah swt berfirman dalam Q.S 24 : 55, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tetap tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”

2.Fungsi sejarah sebagai sumber kebenaran.
Allah swt berfirman dalam Q.S 7 : 176, “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajatnya) dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan cenderung menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaan seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceriterakanlah (kepada mereka) kesah-kisah itu agar mereka berpikir.”

3.Fungsi sejarah sebagai pengajaran.
Allah swt berfirman dalam Q.S 2 : 64-65, “Kemudian kamu berpaling setelah ( ada perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmatNya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi. Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, ‘Jadilah kamu kera yang hina.’ “

4. Fungsi sejarah sebagai peringatan.
Allah swt berfirman dalam Q.S 4 : 137 -139, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberikan ampunan kepada mereka, dan tidak pula menunjuki kepada mereka jalan yang lurus.”

Dalam Sejarah Islam, kita mengenal istilah shirah dan maghazi. Apakah shiroh dan apakah maghazi itu ?

Pada jaman pra Islam, orang Arab sudah banyak yang membuat riwayat tentang tokoh, suku, dan sejumlah peristiwa penting, tetapi belum disampaikan secara tertulis, sekalipun bangsa Arab, jauh sebelum masa Islam sudah mengenal huruf, tulisan, dan angka Arab. Budaya lisan dan tutur, masih mendominasi kisah-kisah yang mereka susun. Misalnya, kisah Ka’bah, sumur Zamzam, kisah kedatangan Bani Jurhum ke Lembah Makkah, dan kisah-kisah pahlawan leluhur mereka yang gagah berani, dermawan, setia pada janji, dan sebagainya. Dalam riwayat yang disampaikan secara lisan, sering kali dengan maksud agar menarik, ditambahkan kisah-kisah fantasi dan rekaan. Akibatnya kisah-kisah dan riwayat yang disampaikan secara lisan, sering terjadi campur aduk antara fakta, khayalan, dan rekaan. Dangan kata lain, kisah-kisah yang disampaikan lewat ceritera tutur itu lebih banyak unsur subyektifnya dari pada obyektifnya.

Pada jaman Islam muncul pula tradisi baru yakni berkembangnya riwayat perjuangan kaum muslimin dalam menyebarkan dakwah Islam dan peperangan-peperangan yang dilakukan melawan kaum kafir yang berusaha menghalangi  dakwah Islam. Tetapi semua riwayat itu belum disampakaikan secara tertulis, dan umat Islam harus bersabar sampai pada masa Khalifah Bani Umayah, Umar bin Abdul Azis (717 – 720 M).

Ketika  Al Qur’an turun, Nabi saw mulai memerintahkan para sahabatnya untuk menulisnya.  Nabi saw mulai mengenalkan budaya literasi terhadap kita suci Al Qur’an. Selain dihafal, Al Qur’an juga sudah ditulis pada masa Nabi saw. Dengan demikian, Al Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci di dunia yang paling otentik, karena Al Qur’an ditulis pada masa Sang Penerima Risalah masih hidup. Bahkan Nabi saw sendirilah, dengan bimbingan malaikat Jibril yang langsung menyusun sistimatika Al Qur’an ke dalam 114 surat dan 30 juz. Tetapi Nabi saw melarang para sahabatnya menuliskan hadist dan kisah-kisah perjuangan kaum muslimin dengan maksud agar tidak tercampur dengan kitab suci Al Qur’an karena masih ada wahyu-wahyu dari Allah swt yang masih terus diturunkan kepada Nabi saw.

Ketika Muawiyah (602 – 680 M) memegang jabatan Khalifah, mulai terasa kebutuhannya untuk menuliskan sejarah Islam, sebab Islam sudah mulai tersebar ke luar jazirah Arabia. Saat itu kitab suci Al Qur’an sudah dibukukan dan dibakukan, sehingga Kitab Suci Al Qur’an yang ada di tangan kaum muslimin di manapun mereka berada semuanya sama. Muawiyah mengundang orang Yaman yang bermukim di Shan’a, Abid bin Syariyyah Al Jurhumi dan memintanya agar menuliskan nama raja-raja di Yaman dan Jazirah Arab, serta peristiwa penting di masa lalu. Langkah Muawiyah ternyata telah memotivasi lahirnya cendekiawan muslim yang bergairah untuk menulis masalah-keislaman, tetapi masih terbatas para sekitar perjuangan Rasulullah.  Sebab pada saat itu masih berlaku larangan untuk menuliskan kitab hadist dan kitab apa pun yang ada kaitannya dengan kehidupan pribadi dan rumah tangga Rasulullah. Tetapi dampak dari larangan itu justru muncul banyak hadist palsu dan riwayat Nabi saw yang bersifat fiktif, berdasarkan khayalan penyusun riwayat, agar riwayat Nabi saw menjadi menarik. Yang banyak diriwayatkan adalah sejumlah mukjizad Nabi saw.Muncul pula kisah-kisah Israiliyah yang disusupkan orang-orang Yahudi, untuk melemahkan kepercayaan kaum muslimin.

Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis (717 -720 M), dia mengeluarkan perintah untuk mulai menyusun kitab hadist, sekaligus mencabut larangan untuk menuliskan riwayat kehidupan Nabi saw, sepanjang isinya benar-benar obyektip dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sejak itu muncul para cendekiawan muslim para penulis kitab hadis dan penulis sejarah Nabi saw. Di antara mereka adalah Urwah bin Zubair bin Al Awwam, Abban bin Ustman bin Affan, Wahb bin Munabih, Syurahbil bin Sa’ad, Ibnu Syihab Az-Zuhry, Ashim bin Umar bin Qatadah, Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm, Musa bin Uqbah, Ma’mar bin Rasyid. Dan yang paling menonjol adalah Muhammad bin Ishak (704 - 767 M), dengan kitabnya yang berjudul,”Sirah Nabawiyah.”

Sejak itulah istilah Sirah menjadi sangat populer, yang artinya adalah  riwayat hidup, atau biografi yang ditulis dengan pendekatan obyektip, dengan menggunakan sumber-sumber yang dapat dipercaya, bebas dari unsur legenda dan mitologi. Pada jaman modern, metode penulisan sejarah Nabi saw yang dilakukan Ibnu Ishak, disebut Historiografi.

Selain istilah Siroh, dikenal juga istilah maghazi diperkenalkan oleh Al Waqidi (747 – 823 M), dalam karyanya,”Al Maghazi”. Arti maghazi, sama dengan siroh. Sejak itu menyusul penulis-penulis biografi lain, yang menulis bukan hanya riwayat Nabi saw, tetapi juga kisah-kisah para Nabi, sahabat, dan tokoh-tokoh pejuang Islam lainnya. Antara lain yang terkenal adalah Ibnu Hisyam ( wafat 833 M).Dia menjadi terkenal karena menyempurnakan Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishak[]

Selasa, 04 September 2018

Sejarah Rumah Allah dan Sumber Peradaban Besar




Ketika itu Ibrahim sudah berusia 85 tahun, dan istrinya, Sarah 76 tahun. Tak ada harapan untuk punya anak. Tetapi pada suatu malam Ibrahim menerima perintah untuk keluar dari dalam tenda. “Sekarang,” terdengar FirmanNya, “pandanglah langit dan hitunglah jumlah bintang-bintang di sana jika engkau sanggup.” Ibrahim pun menatap langit dan terdengarlah suara, “Sebanyak itulah anak keturunanmu nanti.”

Sarah sudah putus asa untuk bisa mempunyai anak, mengingat usianya yang sudah lanjut. Maka dia mengijinkan Ibrahim menikah dengan Hajar, budak kesayangannya yang dibawanya dari Mesir. Tetapi setelah menjadi madunya, Sarah sering terbakar oleh rasa cemburu kepada Hajar. Akbatnya Hajar sering menjadi amukan dan sasaran kemarahan Sarah. Hajar tidak pernah mengadukan perlakuan Sarah kepada Ibrahim. Hajar hanya mengadukannya kepada Allah swt  setiap malam. Suatu ketika datanglah malaikat Jibril menemui Hajar untuk menyampaikan pesan Allah swt. “Aku akan memperbanyak keturunanmu yang tak terhitung jumlahnya.” Sang malaikat juga berkata,”Berbahagialah! Kamu akan dikaruniai seorang anak . Namailah Ismail, karena  Allah swt telah mendengar  penderitaanmu,” Hajar lalu memberi tahu Ibrahim. Tak berapa lama Hajar hamil, dan melahirkan seorang anak-laki-laki yang tampan dan cakap. Ibrahim pun memberi nama Ismail, yang berati,”Tuhan telah mendengar.”

Kelahiran Ismail, membuat Sarah semakin terbakar oleh api cemburu, hingga dia minta agar Ibrahim mengusir Hajar dan anaknya ke tempat yang jauh. Karena sangat menyayangi Ismail, Ibrahim sangat sedih mendengar permintaan Sarah. Tetapi Allah swt berfirman agar Ibrahim memenuhi permintaan Sarah. Agar supaya Ibrahim tidak larut dalam kesedihan, Allah swt berjanji akan memberkahi Ismail.

Dengan dituntun wahyu dari langit, Hajar dan Ismail dituntun ke suatu lembah di Arabia, sekitar empat puluh hari perjalanan dengan unta, arah tenggara Kanaan. Lembah itu bernama Bakkah. Lembah yang sunyi sepi dikelilingi sejumlah bukit. Hanya tiga bagian yang tebuka, satu bagian di utara, satu bagian di selatan, dan satu bagian adalah sisi yang membentang sepanjang Laut Merah, kurang lebih empat puluh mil ke arah barat. Kitab suci tidak menceriterakan secara rinci bagaimana perjalanan Hajar, Ismail dan Ibrahim sampai tiba di Lembah Bakkah. Besar kemungkinan mereka ikut rombongan kafilah, karena lembah itu terletak dijalur utama perjalanan. Suatu jalur yang sering disebut sebagai jalur minyak wangi, karena jalur itu sering dilewati para kafilah yang membawa parfum, kemenyan, kapur barus, dan barang-barang mata dagangan lain yang dibawa pedagang dari Arab Selatan ke daerah sekitar Laut Tengah. Bisa jadi saat melewati tempat itu, Ibrahim dibimbing suara dari langit yang menyuruhnya meninggalkan kalifahnya, dan tinggal di tempat itu. 

Dikisahkan bahwa ketika Ibrahim akan meninggalkan Hajar dengan Ismail, berdua saja di tempat itu, Hajar sempat menahan Ibrahim, dan bertanya,”Wahai Ibrahim, kemana engkau akan pergi? Kenapa kami ditinggalkan di sini, di tempat yang menakutkan ini?” Ibrahim hanya menjawab singkat, bahwa itu adalah perintah Allah swt, seraya menasihati agar Hajar tetap sabar menerima takdir dari Allah swt, dan agar Hajar tunduk dan patuh mengikuti semua perintahNya. Mendengar jawaban Ibrahim, Hajar hanya menjawab, “Sekarang aku mengerti, dan Allah swt pasti tidak akan menyia-nyiakan kami.” Ibrahim pun segera berangkat meninggalkan Hajar dan Ismail yang sangat dicintainya itu. 

Allah swt menyelamatkan Hajar dan Ismail. Bahkan memberikan karunia besar, dengan ditemukannya telaga Zamzam oleh Hajar dan Ismail ditengah-tengah Lembah Bakkah yang semua sunyi dan sepi itu. Ibrahim baru mengunjungi kembali lembah Bakkah untuk yang kedua kalinya setelah berpisah hampir 12 tahun. Betapa terkejutnya Ibrahim, karena Lembah Bakkah, telah banyak penduduknya, berkembang menjadi sebuah pemukiman ramai.. Hajar dan Ismail sudah hidup berkelimpahan, punya rumah bagus, dan punya banyak binatang ternak. Adalah Bani Jurhum, suku pendatang dan pengembara dari Yaman yang menemukan Hajar, kemudian ikut bermukim di situ. Bani Jurhum ikut mengasuh dan membesarkan Ismail, menghormati Hajar, dan mengakuinya sebagai pemilik Telaga Zamzam.
Tetapi ketika rasa rindu belum hilang akibat perjumpaan yang membahagiakan di Padang Arofah, tiba-tiba Ibrahim mendapat perintah untuk menyembelih Ismail. Kembali Ibrahim, Hajar dan Ismail mendapat ujian keimanan dan ketakwaan. Tetapi Ibrahim, Hajar, dan Ismail kembali lulus dalam ujian. Allah swt, telah menggantinya dengan seekor gibaz untuk dikorbankan dalam ritual qurban.

Sementara itu ketika Ibrahim berusia 100 tahun dan Sarah 91 tahun, Allah swt berfirman kembali  memerintahkan agar Ibrahim dan Ismail membangun sebuah rumah suci. Ibrahim pun berkunjung kembali ke Lembah Bakkah untuk yang ketiga kalinya. Melalui malaikat Jibril, Allah swt menunjukkan suatu tempat dekat sumur Zamzam, sebagai tempat mendirikan rumah suci. Dan bangunan rumah suci itu kemudian dikenal dengan nama Ka’bah, suatu bangunan berbentuk kubus segi empat yang menunjukkan empat arah penjuru angin. Namun benda yang paling suci di situ adalah sebongkah batu, yang menurut riwayat di bawa Malaikat Jibril kepada Nabi Ibrahim. Batu itu ketika turun dari surga lebih putih ketimbang susu. Tetapi karena dosa-dosa anak Adam, telah membuatnya hitam. Batu hitam itu kemudian diletakkan di salah satu sudut Ka’bah. Ketika rumah suci itu selesai dibangun, Ibrahim pun berdoa.

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau ( Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” ( Q.S 14 : 37). Allah swt menjawab doa Ibrahim, Allah swt berfirman kepada Ibrahim dan mengajarkan ritus menunaikan Ibadah Haji ke Bakkah atau Mekkah, nama yang kemudian menjadi lebih populer.

“Aku sucikan rumahKu bagi orang-orang yang tawaf dan bagi yang sujud dan bagi yang rukuk. Dan sampaikanlah kepada umat manusia, untuk menjalankan haji, dan mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau dengan menunggang unta yang kurus, yang datang dari segala penjuru yang jauh”( Q.S 22: 26-27).

Kemudian ketika Hajar menceriterakan kepada Ibrahim peristiwa yang dialaminya saat mencari pertolongan dari Allah swt, Ibrahim pun menjadikannya sebagai bagian dari ritus ibadah haji, yaitu berlari-lari kecil antara bukuit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali.

Selesai membangun Ka’bah, Ibrahim kembali menerima anugerah dari Allah swt. Malakat Jibril datang memberitahu bahwa bahwa Sarah pun akan melahirkan seorang anak, dan agar anaknya kelak diberi nama Ishaq. Khawatir Allah swt akan mengurangi kasih sayangnya pada Ismail, Ibrahim pun berdoa, “Semoga Ismail yang jauh dari ku, hidup dalam hidayah-Mu, Ya Allah!” Allah pun menjawab, “Aku mendengar doamu tentang Ismail. Aku merahmatinya dan Aku akan menjadikan dia pemimpin suatu bangsa yang besar. Tetapi kehendakKu tentang Ishak telah Kutetapkan. Dan Sarah akan segera melahirkan tahun depan.” Atas kehendak Allah swt, Sarah yang telah berusia lanjut, benar-benar hamil, dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ishaq. Ibrahim masih hidup sekitar 75 tahun lagi setelah Sarah melahirkan Ishaq. Ketika Ibrahim wafat di Hebron, Ismail dan Ishaq tampak bersama-sama mengebumikan ayah mereka.

Ibrahim bersama putranya Ismail adalah  pendiri Rumah Allah di Mekkah. Ibrahim adalah leluhur dua bangsa, yaitu bangsa Arab dan Yahudi, yang mewariskan dua agama dan dua peradaban, yakni Islam dan Yahudi, yang atas “Kehendak Dari Langit” mengalir bersaama membangun peradaban besar dunia. Tetapi mereka memilih jalannya sendiri-sendiri, karena Allah swt, hendak menguji, siapakah diantara mereka yang meniti jalan lurus, yaitu jalan-jalan orang-orang yang mendapat nikmat dan karunia dari Allah swt, dan siapakah di antara mereka yang termasuk golongan orang-orang yang meniti jalan sesat dan jalan yang dimurkai. Wallahu ‘alam[04/09/2018].