Entri yang Diunggulkan

In Memoriam : Dra.Hj.Sri Aslichah, Srikandi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor, Banyumas (02)

Dalam diri Bu Hajjah Sri Aslichah, memang mengalir darah Muhammadiyah dari ayahnya, Bapak Kaswan Abusoli. Ayahnya pada waktu muda adal...

Kamis, 19 Juli 2018

(01) Mengenal Lebih Dekat : Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab




1.Pengikut Mashab Hambali Yang Tidak Taklid.
Siapakah yang tidak kenal dengan Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab? Dia lah pendiri Mashab Muwahhidin atau Muwahhidun Salafi yang mengandung arti unitarian atau pemersatu. Mashab ini  berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw  dan dengan gigih menegakkan kalimat tauhid, memerangi berbagai macam  bentuk bid’ah dan khurofat dalam praktek peribadatannya. Tetapi musuh-musuhnya mengejeknya dengan menyebut mashab yang dibangunnya itu sebagai Wahhabi atau Wahhabiyah. Dan sebutan itulah  yang kemudian menjadi populer dari pada nama mashab yang yang diakui pendiri dan pengikutnya yakni Muwahhidun, Muwahhidin atau pun Muhammadan.

Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab mewarisi gagasan-gagasan Ibnu Taimiyyah yang menyeru agar umat  kembali kepada praktek beribadah berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Agenda utamanya adalah   melakukan pemurnian secara ketat ajaran Islam sebagaimana  yang  telah dicontohkan oleh Nabi saw  dari rongrongan  berbagai macam bentuk kemusyrikan,  kesyirikan dan bid’ah-bid’ah ritual keagamaan yang saat itu semakin merajalela. Berbagai bentuk ritual keagamaan yang menyimpang  sepeninggal Nabi saw itu, terjadi terutama setelah generasi tabiit tabiin lewat. Dan semua itu telah mengakibatkan kemunduran umat Islam di berbagai bidang kehidupan.

Sebagai seorang tokoh reformis dan pembaharu pemikiran Islam pada jamannya yang mengajarkan ijtihad dan jihad berdasarkan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw, tentu saja Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab menghadapi banyak tantangan dari musuh-musuhnya. Sebagian besar mereka adalah para Ulama  As’yariyah yang mendapat perlindungan dari pemerintah Kesultanan Turki Utsmani pada saat itu. Musuh-musuh lainya antara lain  para guru tarekat dan  juga para penganut Mashab Hambali sendiri yang bersikap konservatif dan taklid.

Fitnah keji kepada Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahab, tidak henti-hentinya, bertubi-tubi datang silih berganti, bahkan sampai jaman kita sekarang ini. Salah satu fitnah dan ejekan yang dilakukan musuh-musuhnya, sebagaiman telah disinggung di atas adalah penyebutan nama Wahhabiyah sebagai nama mashab yang diajarkan Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Padahal baik Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab maupun para pengikutnya, tidak pernah menyebut paham yang mereka amalkan itu sebagai Wahhabiyah. Mereka sendiri menyebut paham mereka itu adalah Muwahhidin  yang berarti  pemersatu. Memang istilah Wahhabi bisa bermakna ayah Syekh Muhammad yakni Abdul Wahhab bin Sulaiman. Tapi juga bisa merunjuk pada seorang tokoh Khawarij yang bernama Abdul Wahhab bin Rustum, seorang tokoh Khawarij dari Afrika utara yang lahir pada abad ke-2 H. 

Bedanya tentu saja Abdul Wahhab bin Sulaiman, ayah Syekh Muhammad, merupakan ulama terkenal pengikut Mashab Hambali yang tidak pernah menyusun mashab atau doktrin baru. Adapun yang menyususun doktrin atau mashab baru adalah putranya, Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Karena itu nama mashabnya yang tepat adalah Muhammadan, sebab dinisbatkan kepada Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahab. Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab baru lahir pada  abad ke 12 H yakni tahun 115 H atau 1703 M. Sedangkan Abdul Wahhab bin Rustum  pendiri Mashab Wahabiyah Khawarij hidup pada abad ke-2 H. Antara keduanya terbentang jarak yang cukup jauh yakni hampir 10 abad atau 1000 tahun.

Karena itu, apabila kita membicarakan paham Wahabbi pada jaman kita sekarang ini, yang dimaksud adalah Muwahhidun Salafiyah  yang berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Dan bukan Wahabbi Khawarij  yang telah keluar dari mashab salaf. Dengan sendirinya Wahabi Khawarij itu bukan termasuk kelompok yang berpaham sunni ataupun ahlu sunnah wal jama’ah. Adalah suatu kekeliruan besar bila menganggap Muwahhidun Salafi yang didirikan Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab itu sebagai Wahabi Khawaij atau malah menganggapnya sebagai penerus Wahabbi Khawarij. Sebab Muwahhidun Salafi justru menganggap musuh mereka yang paling berbahaya adalah Khawarij dan Syiah.

Dari sisi doktrin, aqidah Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab sejalan dengan aqidah yang  diajarkan oleh Nabi Muhammdad saw. Dari sisi historis baik Ibnu Taimiyyah maupun Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab adalah pengikut Mashab Hambali. Mashab Hambali ini termasuk Mashab Salafi. Karena itu Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab adalah juga ulama pengikut salaf yang menjunjung tinggi praktek keagamaan Islam berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah, sebagaimana yang telah dipraktekkan generasi awal para sahabat.

Sebagai seorang penganut Mashab Hambali, Syekh Muhammad ibn Abdul Wahab sering galau melihat praktek keagamaan umat Islam pada saat itu yang dipenuhi dengan berbagai jenis ritual-ritual keagamaan yang bersifat bid’ah, syirik, khurofat, dan taklid yang menyelimuti sebagian besar ummat Islam. Cara Ummat Islam beribadah pada saat itu, banyak yang tidak lagi berpegang pada tuntunan Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Mereka beribadah mengikuti tata cara beribadah  para guru-guru tarekat  yang melakukan berbagai inovasi ritual peribadatan sesuai dengan kepentingan pribadi para guru-guru tarekat. Mereka juga mengembangkan konsep bahwa para guru tarekat yang telah melakukan berbagai macam laku, seperti dzikir, puasa, tirakat dan lainnya lagi dalam  upayanya mencapai makom tertinggi perjalanan makrifat batiniahnya untuk berjumpa dengan Tuhannya, otomatis akan memiliki sifat makhsum.Yakni sifat bebas dari dosa, memiliki kemampuan adikodrati, seperti menerawang masa yang akan datang, memiliki kemampuan meramal dan bisa menjadi perantara, agent of God,  atau tawassul. Tawassul adalah cara dalam berdoa memohon sesuatu apa pun kepada Allah swt, dengan mengggunakan para wali dan orang suci yang masih hidup maupun yang sudah meninggal sebagai perantara. Dengan demikian para guru  tarekat itu telah mengembangkan konsep kependetaan di  dalam Islam yang sesungguhnya dilarang oleh Allah swt. Mereka menempatkan diri dalam posisi sebagai semacam orang suci, saint atau santo dalam agama Katolik, pendeta dalam agama Yahudi dan Protestan, biksu dalam agama Budha dan brahmana dalam agama Hindu. 

Para guru tarekat ini pada masa Dinasti Mamalik di Mesir ( 1250- 1517 M) maupun  Kesultanan Turki Usmani (1280- 1924 M),  memang mampu menciptakan berbagai jenis ritual keagamaan  yang diberinya label bid’ah hasanah. Dan hampir semua doktrin keagamaan yang dikembangkan itu berputar di sekitar masalah roh orang yang sudah meninggal, pemujaan kuburan, tawassul, tabaruk, pembangunan makam, serta ritual tahlilan orang  meninggal. Ritual tahlilan baru selesai setelah ritual pembangunan makam pada hari ke-1000. Itulah poros pemikiran dunia Islam yang menjadi pemicu runtuhnya Baghdad dari serbuan tentara Mongol pada tahun 1258 M yang menumbangkan Dinasti Abbasiyyah yang berusia hampir 5 abad (749 -1258 M).(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar