Entri yang Diunggulkan

In Memoriam : Dra.Hj.Sri Aslichah, Srikandi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor, Banyumas (02)

Dalam diri Bu Hajjah Sri Aslichah, memang mengalir darah Muhammadiyah dari ayahnya, Bapak Kaswan Abusoli. Ayahnya pada waktu muda adal...

Senin, 23 Juli 2018

(05) Mengenal Lebih Dekat : Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab




 Keterangan Gambar:Paling kanan adalah Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab

5.Karya dan Ajaran Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab.

Pengalamannya mengembara ke negeri-negeri Islam itu, semakin memperkuat tekadnya untuk melancarkan gerakan reformasi. Hampir di setiap negeri Islam yang dikunjungi Syekh Abdul Wahhab, dia menyaksikan kuburan-kuburan para syekh tarekat yang bertebaran di mana-mana. Hampir di tiap kota, bahkan di tiap desa dan kampung-kampung mempunyai kuburan syekh atau wali masing-masing. Ke kuburan-kuburan para syekh atau wali tarekat itulah umat Islam pergi berbondong-bondong untuk berziarah. Pada jaman sekarang mungkin dikenal sebagai wisata relijius. Tujuan para peziarah itu adalah untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan yang melilit mereka, seperti  agar diberi jodoh, anak, kesembuhan penyakit, jabatan, kekayaan dan seribu macam problem kehidupan lainnya.

Dinasti Turki Utsmani pada masa kemundurannya, memang banyak melakukan pembangunan kubah-kubah yang mewah di atas kuburan para syekh dan wali tarekat, maupun makam para sahabat Nabi saw. Misalnya saja Dinasti Turki Utsmani pada masa Sultan Abdul Azis (1861-1876 M), membebaskan pajak atas seluruh penduduk Bashrah. Alasannya sebagai penghormatan pada kuburan yang mulia  Zubair bin Awwam. Di atas makam itu juga dibangun sebuah masjid yang mewah. Bahkan Ibunda Sultan Abdul Azis, menyuruh memperbaiki kubah di atas kuburan itu dan merenovasi masjid di atas makam  agar menjadi lebih besar.

Pada masa Sultan Hamid II ( 1876- 1903 M ), kembali   Sultan  memerintahkan pembangunan masjid itu dalam bentuknya yang lebih besar, kubahnya diputihkan, dibangun pula tempat persemayaman. Dia pun menyuruh Gubernur Bashrah Nashir Pasya Al-Sadun, menjadi pengawasnya. Padahal Turki Utsmani sedang terpuruk akibat kalah perang dengan Rusia dalam Perang Krim ( Cirmean War) pada 1854-1856 M, yang mengakibatkan banyak wilayah Turki Utsmani lepas, sehingga mendapat ejekan dari pers barat sebagai The Sick Man. Tapi Sultan Hamid II malah asyik membangun proyek mercu suar. Proyek itu  berupa pembangunan kubah-kubah kuburan para wali tarekat dan kuburan para sahabat. Misalnya saja, Sultan Abdul Hamid II juga masih sempat menyuruh agar dua kuburan di Bashrah yakni kuburan Zubair dan Utbah bin Ghazwan diberi kelambu yang terbuat dari sutera merah yang di bordir dengan benang perak. Sultan juga memerintahkan agar diletakkan tempat dupa dan tempat kembang yang terbuat dari perak di dua kuburan tersebut.

Pada masa akhir pemerintahan Dinasti Turki Utsmani itu, hampir di seluruh wilayah kaum muslimin   di dunia seperti Hejaz, Yaman, Afrika, Mesir, Maroko, Irak, Syam, Turki, Turkistan, Iran, India dan Jawa, ummat  berlomba-lomba untuk membangun kubah-kubah di atas kuburan. Mereka pun saling berlomba untuk mengagungkannya.  Membangun sesuatu di atas kuburan pada masa itu menjadi trend masyarakat muslim dan menjadi kebanggan tersendiri. Sudah barang tentu sebagai akibatnya kemusyikan meraja lela dimana-mana. Banyak di antara mereka yang menyembelih binatang, bukan untuk mencari ridla Allah swt.Tetapi untuk bernadzar kepada kuburan. 

Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab segera melihat bahwa pada saat itu akidah tauhid umat Islam telah dirusak oleh berbagai macam bid’ah, khurofat, mistik dan klenik. Faktor-faktor di atas itulah yang mendorong dia untuk segera melancarkan gerakan reformasi yang akan dimulai dari tanah kelahirannya, Nejd.

Sebelum kita membicarakan apa saja inti ajaran-ajaran Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, ada baiknya jika kita ketahui terlebih dulu siapa saja guru-gurunya dan sahabat-sahabatnya yang memiliki pengaruh besar kepada Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Di samping ayahnya sendiri, salah seorang gurunya yang cukup berpengaruh  adalah Abd Allah bin Ibrahim bin Sayf Al Najd Al Madani. Dia adalah seorang ulama besar dari Najd sahabat ayahnya. Agaknya ketika Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab belajar di Madinah, ayahnya menitipkan anaknya yang berbakat itu kepada Abd Allah bin Ibrahim bin Sayf Al Najd Al Madani. Ibnu Sayf sendiri adalah ulama terkemuka di Madinah yang menguasai fiqih Hambali dan hadist Nabi saw. Dia juga pengagum gagasan reformasi Ibnu Taimiyyah yang menganjurkannya agar umat kembali kepada Al Qur’an dan Al Hadis Nabi saw, dan meninggalkan praktek-praktek bid’ah dalam tata cara beribadat kaum muslimin. Ibnu Taimiyyah percaya bahwa reformasi atau pembaharuan cara beribadah ummat Islam harus dilaksanakan dengan menyebarkan praktek-praktek ibadah yang benar sebagaimana yang telah dilakukan Nabi saw, para sahabat, dan ulama salaf lainnya.

Ibnu Sayflah yang mendorong agar Muhammad Ibnu Abdul Wahhab banyak membaca karya-karya Ibnu Taimiyyah. Ibnu Sayf juga mengajarkan cara yang terbaik untuk melakukan pembaharuan, ialah dengan melakukan pengajaran, dakwah, dan menulis buku. Itulah senjata utama untuk memerangi keyakinan dan praktek ibadah yang tidak benar. 

Selain Ibnu Sayf, guru yang juga berpengaruh pada gagasan-gagasan pembaharuan Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab adalah Abd Allah Al Bashri, yang juga dikenal baik oleh Ayah Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Bahkan Abd Allah Al Bashri pernah memberikan sebuah hadis kepada Ayah  Muhammad Ibnu Abdul Wahhab yang merupakan seorang Mufti Najd. Hadis itu kemudian diberikan kepada  Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. 

Guru lainnya yang juga sangat berpengaruh kepada Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab adalah Muhammad Hayyat bin Ibrahim Al Sindi Al Madani. Dia adalah juga murid Abd Allah Al Bashri. Tetapi lebih lama belajar kepada Abd Allah Al Bashri dari pada Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Adalah guru Muhmmad Abdul Ibnu Abdul Wahhab, Ibnu Syaif yang memperkenalkannya dengan Muhammad Hayyat. Karena itu hubungan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dengan Muhammad Hayyat sangat unik. Muhammad Ibnu Abdul Waahhab, adalah sahabat sekaligus juga murid Muhammad Hayyat.

Dr. Azyumardi Azra dalam tesis doktornya yang berjudul, “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII” menyebutkan bahwa Muhammad Hayyat adalah tokoh paling berpengaruh pada pandangan pembaharuan dan keagamaan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Disebutkannya, bahwa Muhammad Hayyat menekankan pentinnya tauhid, penentangan terhadap taklid, dan pentingnya kembali kepada Al Qur’an dan Hadis. Dia juga menentang praktek inovasi dalam ibadah yang tidak ada dasarnya yang merupakan bid’ah al-dhalalah, yang bisa menyeret ummat kedalam perilaku syirik, yakni menyekutukan Tuhan dengan ciptaanNya. Muhammad Al Hayyat juga mengajarkan sikap toleransi, rekonsiliasi dan menentang pertikaian tidak perlu di antara mazhab-mazhab yang ada. Lebih jauh lagi dia menghimbau agar ulama melakukan ijtihad berdasarkan Al Qur’an dan hadis.

Muhammad Hayyat juga pernah berkata, bahwa adalah wajib bagi setiap Muslim berusaha sekuat-kuatnya untuk mengetahui makna Al Qur’an dan untuk mengikuti dan memahami arti hadis dan turunan aturan-aturan hukum dari keduanya. Jika dia tidak mampu melakukan hal itu, dia harus mengikuti para ulama, tetapi tidak usah mematuhi suatu mashab tertentu. Sebab jika melakukan hal itu berarti menganggap pembawa mashab sebagai seorang Nabi. “Sesungguhnya dia harus mewaspadai setiap mashab,” ujarnya memperingatkan.

“Sedangkan mengenai inovasi yang diperkenalkan rekan-rekan sesaman kita untuk berpegang pada suatu mashab tertentu dan menganggap tidak layak untuk beralih dari suatu mashab ke mashab yang lain, ini sama dengan kebodohan, bid’ah, dan kesewenang-wenangan. Kita lihat mereka mengabaikan hadis sahih yang tak dapat dibatalkan, dan berpegang pada mashab sendiri tanpa ada rangkaian perawi,” kata Muhammad Hayyat. Dari Muhammad Hayyat pula, Muhammad Ibnu Abdul Wahhab melarang pengikutnya merokok tembakau. Demikianlah sejumlah guru Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, yang membentuk pandangan-pandangan keagamaannya berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw yang kemudian ditulisnya dalam sejumlah buku. 

Memang Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahhab adalah seorang ulama yang amat produktif dalam menulis buku. Buku-buku yang ditulisnya mencapai puluhan judul. Bukunya yang terkenal antara lain At-Tauhid. Isinya berupa pemberantasan tentang bid’ah dan khurofat, serta ajakan untuk kembali kepada tauhid yang murni dan bersih. Buku-buku lainnya antara lain adalah Tafsir surah al-Fatehah, Majmu at-Tauhid, Mukhtasar Shahih al-Bukhari, Mukhtasar as-Sirah Nabawiyah, Nasihah al-Mudlimin bi ahadis Khatam an-Nabiyyin, Usul al-Iman, Kitab al-Khabair, Kasyf asy-Shubuhat, Salasa al-Usul, Adab al-Masi ila as-Salah, Ahadis al-Fitah, Mukhtasar Zad al -Ma’ad, al-Masa’il al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah ahl al-Jahiliyah, Majmu at-Tahuhid, dan lainnya lagi

Sebenarannya inti ajaran Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab secara keseluruhan berkisar pada masalah-masalah memurnikan tauhid umat Islam. Karya-karya tulisnya di bidang fikih, tafsir, dan tareh hanyalah sekedar alat untuk memurnikan tauhid. Melalui karya-karyanya itu Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab mencoba menelusuri dan melacak apakah di dalam ilmu-ilmu tersebut terdapat unsur-unsur bid’ah atau tidak.  

Secara garis besar inti sari ajaran tauhid Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahhab adalah sebagai berikut:

1.      Hanya Tuhan sajalah yang boleh dan harus disembah. Orang yang menyembah selain Tuhan adalah musyrik. Orang yang musyrik halal darahnya. Tentu saja yang dimaksud halal darahnya, bukan berarti setiap muslim ketemu dengan orang musyrik, langsung orang musyrik itu dibunuh. Hanya apabila terjadi konflik dengan orang-orang yang musyrik, seperti perang misalnya, orang musryik itu boleh dibunuh.
2.      Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenar-benarnya karena mereka telah meminta pertolongan bukan kepada Tuhan. Kebanyakan mereka meminta pertolongan kepada para syekh, atau wali yang dianggap memiliki kekuatan ghaib. Dan orang Islam yang demikian itu telah menjadi musyrik.
3.      Menyebut nama nabi, malaikat, syekh, atau wali sebagai perantara dalam doa juga adalah musyrik.
4.      Meminta syafaat kepada selain Tuhan, adalah syirik.
5.      Bernadzar selain kepada Tuhan adalah syirik.
6.      Memperoleh pengetahuan selain dari Al Qur’an dan Hadis merupakan kekufuran.
7.      Tidak percaya pada kada dan kadar Tuhan juga merupakan kekufuran.
8.      Menafsirkan Al Qur’an dengan ta’wil adalah kafir.

Menurut Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab yang dimaksud dengan tauhid adalah al-ibadah atau pengabdian hanya kepada Tuhan, karena setiap rasul yang diutus Tuhan memulainya seruannya  kepada manusia agar mereka hanya beribadah kepada Allah swt. Selanjutnya Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab membagi tauhid dalam hubungannya dengan ibadah menjadi empat bagian yakni:
1.      Tauhid Uluhiyah, yakni tauhid kepada Allah SWT sebagai Yang Disembah.
2.      Tauhid Rububiyah, yakni tauhid kepada Allah SWT  sebagai Pencipta Segala Sesuatu.
3.      Tauhid Asma dan Sifat, yakni tauhid yang berhubungan dengan nama dan sifat-sifat Allah SWT.
4.      Tauhid al-Af’al, yakni tauhid yang berhubungan dengan perbuatan Allah SWT.

Tiga tauhid  yang disebut terakhir, sebenarnya hanyalah tauhid ilmu dan keyakinan saja. Adapun tauhid yang sebenarnya adalah tauhid uluhiyah, sebab tauhid inilah yang dikehendaki oleh Allah SWT. Pada umumnya, demikian pendapat Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab, kebanyakan manusia penghuni bumi ini hanya memiliki tiga bentuk tauhid saja, yaitu tauhid rububiyah, asma dan sifat, serta tauhid af’al. Sedang tauhid uluhiyah sering kali ditolak oleh kebanyakan orang.(bersambung).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar