Keterangan Gambar:Paling kanan adalah Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab
5.Karya dan Ajaran
Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab.
Pengalamannya mengembara ke negeri-negeri Islam itu, semakin
memperkuat tekadnya untuk melancarkan gerakan reformasi. Hampir di setiap
negeri Islam yang dikunjungi Syekh Abdul Wahhab, dia menyaksikan
kuburan-kuburan para syekh tarekat yang bertebaran di mana-mana. Hampir di tiap
kota, bahkan di tiap desa dan kampung-kampung mempunyai kuburan syekh atau wali
masing-masing. Ke kuburan-kuburan para syekh atau wali tarekat itulah umat
Islam pergi berbondong-bondong untuk berziarah. Pada jaman sekarang mungkin dikenal
sebagai wisata relijius. Tujuan para peziarah itu adalah untuk menyelesaikan
berbagai problem kehidupan yang melilit mereka, seperti agar diberi jodoh, anak, kesembuhan penyakit,
jabatan, kekayaan dan seribu macam problem kehidupan lainnya.
Dinasti Turki Utsmani pada masa kemundurannya, memang banyak
melakukan pembangunan kubah-kubah yang mewah di atas kuburan para syekh dan
wali tarekat, maupun makam para sahabat Nabi saw. Misalnya saja Dinasti Turki
Utsmani pada masa Sultan Abdul Azis (1861-1876 M), membebaskan pajak atas
seluruh penduduk Bashrah. Alasannya sebagai penghormatan pada kuburan yang
mulia Zubair bin Awwam. Di atas makam
itu juga dibangun sebuah masjid yang mewah. Bahkan Ibunda Sultan Abdul Azis,
menyuruh memperbaiki kubah di atas kuburan itu dan merenovasi masjid di atas
makam agar menjadi lebih besar.
Pada masa Sultan Hamid II ( 1876- 1903 M ), kembali Sultan
memerintahkan pembangunan masjid itu dalam bentuknya yang lebih besar,
kubahnya diputihkan, dibangun pula tempat persemayaman. Dia pun menyuruh
Gubernur Bashrah Nashir Pasya Al-Sadun, menjadi pengawasnya. Padahal Turki
Utsmani sedang terpuruk akibat kalah perang dengan Rusia dalam Perang Krim (
Cirmean War) pada 1854-1856 M, yang mengakibatkan banyak wilayah Turki Utsmani
lepas, sehingga mendapat ejekan dari pers barat sebagai The Sick Man. Tapi
Sultan Hamid II malah asyik membangun proyek mercu suar. Proyek itu berupa pembangunan kubah-kubah kuburan para
wali tarekat dan kuburan para sahabat. Misalnya saja, Sultan Abdul Hamid II juga
masih sempat menyuruh agar dua kuburan di Bashrah yakni kuburan Zubair dan
Utbah bin Ghazwan diberi kelambu yang terbuat dari sutera merah yang di bordir
dengan benang perak. Sultan juga memerintahkan agar diletakkan tempat dupa dan
tempat kembang yang terbuat dari perak di dua kuburan tersebut.
Pada masa akhir pemerintahan Dinasti Turki Utsmani itu, hampir
di seluruh wilayah kaum muslimin di
dunia seperti Hejaz, Yaman, Afrika, Mesir, Maroko, Irak, Syam, Turki,
Turkistan, Iran, India dan Jawa, ummat berlomba-lomba untuk membangun kubah-kubah di
atas kuburan. Mereka pun saling berlomba untuk mengagungkannya. Membangun sesuatu di atas kuburan pada masa
itu menjadi trend masyarakat muslim dan menjadi kebanggan tersendiri. Sudah
barang tentu sebagai akibatnya kemusyikan meraja lela dimana-mana. Banyak di antara
mereka yang menyembelih binatang, bukan untuk mencari ridla Allah swt.Tetapi
untuk bernadzar kepada kuburan.
Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab segera melihat bahwa pada
saat itu akidah tauhid umat Islam telah dirusak oleh berbagai macam bid’ah,
khurofat, mistik dan klenik. Faktor-faktor di atas itulah yang mendorong dia
untuk segera melancarkan gerakan reformasi yang akan dimulai dari tanah
kelahirannya, Nejd.
Sebelum kita membicarakan apa saja inti ajaran-ajaran Syekh
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, ada baiknya jika kita ketahui terlebih dulu siapa
saja guru-gurunya dan sahabat-sahabatnya yang memiliki pengaruh besar kepada
Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Di samping ayahnya sendiri, salah seorang gurunya
yang cukup berpengaruh adalah Abd Allah
bin Ibrahim bin Sayf Al Najd Al Madani. Dia adalah seorang ulama besar dari
Najd sahabat ayahnya. Agaknya ketika Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab belajar
di Madinah, ayahnya menitipkan anaknya yang berbakat itu kepada Abd Allah bin
Ibrahim bin Sayf Al Najd Al Madani. Ibnu Sayf sendiri adalah ulama terkemuka di
Madinah yang menguasai fiqih Hambali dan hadist Nabi saw. Dia juga pengagum
gagasan reformasi Ibnu Taimiyyah yang menganjurkannya agar umat kembali kepada
Al Qur’an dan Al Hadis Nabi saw, dan meninggalkan praktek-praktek bid’ah dalam
tata cara beribadat kaum muslimin. Ibnu Taimiyyah percaya bahwa reformasi atau
pembaharuan cara beribadah ummat Islam harus dilaksanakan dengan menyebarkan
praktek-praktek ibadah yang benar sebagaimana yang telah dilakukan Nabi saw,
para sahabat, dan ulama salaf lainnya.
Ibnu Sayflah yang mendorong agar Muhammad Ibnu Abdul Wahhab
banyak membaca karya-karya Ibnu Taimiyyah. Ibnu Sayf juga mengajarkan cara yang
terbaik untuk melakukan pembaharuan, ialah dengan melakukan pengajaran, dakwah,
dan menulis buku. Itulah senjata utama untuk memerangi keyakinan dan praktek
ibadah yang tidak benar.
Selain Ibnu Sayf, guru yang juga berpengaruh pada
gagasan-gagasan pembaharuan Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab adalah Abd Allah
Al Bashri, yang juga dikenal baik oleh Ayah Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab.
Bahkan Abd Allah Al Bashri pernah memberikan sebuah hadis kepada Ayah
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab yang merupakan seorang Mufti Najd. Hadis itu
kemudian diberikan kepada Muhammad Ibnu Abdul Wahhab.
Guru lainnya yang juga sangat berpengaruh kepada Syekh
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab adalah Muhammad Hayyat bin Ibrahim Al Sindi Al
Madani. Dia adalah juga murid Abd Allah Al Bashri. Tetapi lebih lama belajar
kepada Abd Allah Al Bashri dari pada Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Adalah guru
Muhmmad Abdul Ibnu Abdul Wahhab, Ibnu Syaif yang memperkenalkannya dengan
Muhammad Hayyat. Karena itu hubungan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dengan Muhammad
Hayyat sangat unik. Muhammad Ibnu Abdul Waahhab, adalah sahabat sekaligus juga
murid Muhammad Hayyat.
Dr. Azyumardi Azra dalam tesis doktornya yang berjudul, “Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII” menyebutkan bahwa
Muhammad Hayyat adalah tokoh paling berpengaruh pada pandangan pembaharuan dan
keagamaan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Disebutkannya, bahwa Muhammad Hayyat
menekankan pentinnya tauhid, penentangan terhadap taklid, dan pentingnya kembali
kepada Al Qur’an dan Hadis. Dia juga menentang praktek inovasi dalam ibadah
yang tidak ada dasarnya yang merupakan bid’ah al-dhalalah, yang bisa menyeret
ummat kedalam perilaku syirik, yakni menyekutukan Tuhan dengan ciptaanNya. Muhammad
Al Hayyat juga mengajarkan sikap toleransi, rekonsiliasi dan menentang pertikaian
tidak perlu di antara mazhab-mazhab yang ada. Lebih jauh lagi dia menghimbau agar
ulama melakukan ijtihad berdasarkan Al Qur’an dan hadis.
Muhammad Hayyat juga pernah berkata, bahwa adalah wajib bagi
setiap Muslim berusaha sekuat-kuatnya untuk mengetahui makna Al Qur’an dan
untuk mengikuti dan memahami arti hadis dan turunan aturan-aturan hukum dari
keduanya. Jika dia tidak mampu melakukan hal itu, dia harus mengikuti para
ulama, tetapi tidak usah mematuhi suatu mashab tertentu. Sebab jika melakukan
hal itu berarti menganggap pembawa mashab sebagai seorang Nabi. “Sesungguhnya
dia harus mewaspadai setiap mashab,” ujarnya memperingatkan.
“Sedangkan mengenai inovasi yang diperkenalkan rekan-rekan
sesaman kita untuk berpegang pada suatu mashab tertentu dan menganggap tidak
layak untuk beralih dari suatu mashab ke mashab yang lain, ini sama dengan
kebodohan, bid’ah, dan kesewenang-wenangan. Kita lihat mereka mengabaikan hadis
sahih yang tak dapat dibatalkan, dan berpegang pada mashab sendiri tanpa ada
rangkaian perawi,” kata Muhammad Hayyat. Dari Muhammad Hayyat pula, Muhammad
Ibnu Abdul Wahhab melarang pengikutnya merokok tembakau. Demikianlah sejumlah
guru Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, yang membentuk pandangan-pandangan
keagamaannya berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw yang kemudian ditulisnya
dalam sejumlah buku.
Memang Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahhab adalah seorang ulama
yang amat produktif dalam menulis buku. Buku-buku yang ditulisnya mencapai
puluhan judul. Bukunya yang terkenal antara lain At-Tauhid. Isinya berupa
pemberantasan tentang bid’ah dan khurofat, serta ajakan untuk kembali kepada
tauhid yang murni dan bersih. Buku-buku lainnya antara lain adalah Tafsir surah
al-Fatehah, Majmu at-Tauhid, Mukhtasar Shahih al-Bukhari, Mukhtasar as-Sirah
Nabawiyah, Nasihah al-Mudlimin bi ahadis Khatam an-Nabiyyin, Usul al-Iman, Kitab
al-Khabair, Kasyf asy-Shubuhat, Salasa al-Usul, Adab al-Masi ila as-Salah,
Ahadis al-Fitah, Mukhtasar Zad al -Ma’ad, al-Masa’il al-Lati Khalafa Fiha
Rasulullah ahl al-Jahiliyah, Majmu at-Tahuhid, dan lainnya lagi
Sebenarannya inti ajaran Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab secara
keseluruhan berkisar pada masalah-masalah memurnikan tauhid umat Islam.
Karya-karya tulisnya di bidang fikih, tafsir, dan tareh hanyalah sekedar alat
untuk memurnikan tauhid. Melalui karya-karyanya itu Syekh Muhammad ibn Abdul
Wahhab mencoba menelusuri dan melacak apakah di dalam ilmu-ilmu tersebut
terdapat unsur-unsur bid’ah atau tidak.
Secara garis besar inti sari ajaran tauhid Syekh Muhammad Ibn
Abdul Wahhab adalah sebagai berikut:
1.
Hanya
Tuhan sajalah yang boleh dan harus disembah. Orang yang menyembah selain Tuhan
adalah musyrik. Orang yang musyrik halal darahnya. Tentu saja yang dimaksud
halal darahnya, bukan berarti setiap muslim ketemu dengan orang musyrik,
langsung orang musyrik itu dibunuh. Hanya apabila terjadi konflik dengan
orang-orang yang musyrik, seperti perang misalnya, orang musryik itu boleh
dibunuh.
2.
Kebanyakan
orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenar-benarnya karena
mereka telah meminta pertolongan bukan kepada Tuhan. Kebanyakan mereka meminta
pertolongan kepada para syekh, atau wali yang dianggap memiliki kekuatan ghaib.
Dan orang Islam yang demikian itu telah menjadi musyrik.
3.
Menyebut
nama nabi, malaikat, syekh, atau wali sebagai perantara dalam doa juga adalah
musyrik.
4.
Meminta
syafaat kepada selain Tuhan, adalah syirik.
5.
Bernadzar
selain kepada Tuhan adalah syirik.
6.
Memperoleh
pengetahuan selain dari Al Qur’an dan Hadis merupakan kekufuran.
7.
Tidak
percaya pada kada dan kadar Tuhan juga merupakan kekufuran.
8.
Menafsirkan
Al Qur’an dengan ta’wil adalah kafir.
Menurut Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab yang dimaksud dengan
tauhid adalah al-ibadah atau pengabdian hanya kepada Tuhan, karena setiap rasul
yang diutus Tuhan memulainya seruannya
kepada manusia agar mereka hanya beribadah kepada Allah swt. Selanjutnya
Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab membagi tauhid dalam hubungannya dengan ibadah
menjadi empat bagian yakni:
1. Tauhid Uluhiyah, yakni tauhid kepada
Allah SWT sebagai Yang Disembah.
2. Tauhid Rububiyah, yakni tauhid kepada
Allah SWT sebagai Pencipta Segala Sesuatu.
3. Tauhid Asma dan Sifat, yakni tauhid
yang berhubungan dengan nama dan sifat-sifat Allah SWT.
4. Tauhid al-Af’al, yakni tauhid yang
berhubungan dengan perbuatan Allah SWT.
Tiga tauhid yang
disebut terakhir, sebenarnya hanyalah tauhid ilmu dan keyakinan saja. Adapun
tauhid yang sebenarnya adalah tauhid uluhiyah, sebab tauhid inilah yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Pada umumnya, demikian pendapat Syekh Muhammad ibn
Abdul Wahhab, kebanyakan manusia penghuni bumi ini hanya memiliki tiga bentuk
tauhid saja, yaitu tauhid rububiyah, asma dan sifat, serta tauhid af’al. Sedang
tauhid uluhiyah sering kali ditolak oleh kebanyakan orang.(bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar