Entri yang Diunggulkan

In Memoriam : Dra.Hj.Sri Aslichah, Srikandi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor, Banyumas (02)

Dalam diri Bu Hajjah Sri Aslichah, memang mengalir darah Muhammadiyah dari ayahnya, Bapak Kaswan Abusoli. Ayahnya pada waktu muda adal...

Sabtu, 21 Juli 2018

(03) Mengenal Lebih Dekat : Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab




3.Dinasti Turki Utsmani, Super Power Yang Tengah Surut.

Konflik Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahhab dengan para ulama Mashab As’yariyah dan ulama konservatif lainnya terjadi pada masa Dinasti Turki Usmani yang tengah mengalami degradasi dan kemunduran menuju senjakala sejarahnya. Karena itu agar kita bisa melihat panggung sejarah dengan lebih jelas dari lahirnya gerakan reformasi dunia Islam yang dipelopori oleh Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahhab, ada baiknya kita tengok secara sepintas kilas para sultan penguasa Dinasti Turki Utsmani. Sebuah dinasti pemerintahan Islam yang kekuasaannya pernah menjangkau tiga benua.

Kesultanan Turki Usmani merupakan Kesultanan Islam bermashab Sunni terbesar dalam sejarah Islam (1299-1922 M). Dibawah ini adalah para sultan penguasa Dinasti Turki Utsmani pada periode kebangkitan, berturut-turut yakni, Usman (1299-1326 M), Orkan (1326-1359 M), Murad I ( 1359-1389 M), Bayazid I (1389-1403 M).

Pada tahun 1403-1413 M, terjadi perang perebutan tahta di antara keturunan Bayazid I. Dia  wafat dengan cara yang mengenaskan sebagai tawanan tentara Timur Lenk yang melakukan invasi ke Anatolia. Dalam pertempuran di Angora itu Dinasti Turki Usmani nyaris hancur.Tetapi pasca penyerbuan Timur Lenk, Dinasti Turki Usmani mampu bangkit kembali setelah melalui perang saudara di antara para putra-putra Sultan Bayazid I. Keluar sebagai pemenang adalah Sultan Muhammad I (1413 – 1421 M). Sultan-sultan penerus Muhammad I adalah sebagai berikut, Murad II (1421-1451 M), Muhammad II ( 1451 – 1483 M), Bayazid II ( 1481 – 1512 M), Salim I (1512 – 1520 M), Sulaiman I ( 1520-1566 M), Salim II ( 1566 – 1574 M), Murad III ( 1574- 1595 M), Muhammad III ( 1595- 1603 M), Ahmad I ( 1603 – 1617 M), Mustafa I ( 1617 – 16 23 M), Murad IV ( 1623 – 1640 M ), Ibrahim ( 1640 – 1648 M), Muhammad IV ( 1648- 1687 M).

Itulah nama-nama Sultan Dinasti Usmani yang berhasil membawa Turki Utsmani kepuncak jaman keemasannya. Sultan Muhammad II (1451- 1483 M), dikenal sebagai Sultan Al Fattah, karena jasanya yang besar dalam penaklukan Konstantinopel, Ibu Kota Bizantium atau Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 1453 M.  Salim I (1512- 1520 M), berhasil mengalahkan Syah Ismail dari Kerajaan Islam Syiah Safawi dari Persia dalam pertempuran di Chalderan pada tahun 1514 M. Pada tahun 1517 M, kembali Salim I  berhasil menaklukan Dinasti Mamalik dan sejak saat itu Turki Usmani menjadi penguasa atas wilayah Hejaz, Yaman, Suriah, Lebanon, Mesir dan wilayah lainnya yang semula berada dibawah kekuasaan Dinasti Mamalik yang berkuasa selama dua setengah abad ( 1250-1517 M). Kesultanan Turki Utsmani pada masa-masa awal juga mampu membendumg kekuatan Portugal yang mulai muncul di Samudra Hindia dan Laut Arab yang mengancam untuk menguasai tanah Hedjaz dengan dua kota suci ummat Islam, yakni Makkah dan Madinah.

Pengganti Sultan Salim I  adalah putranya Sultan Sulaiman Yang Agung ( 1520 – 1566 M). Sejarawan Barat menyebutnya sebagai Sulaiman Magnificent karena prestasinya yang luar biasa dan keberhasilannya menempatkan Kesultanan Turki Usmani sebagai superpower dunia pada jaman itu. Pada masa Sultan Salim I inilah wilayah Turki menjangkau Hongaria, Rumania, Polandia, Semenanjung Balkan, Yunani, dan nyaris menaklukan Italia dan Wina.

Memang pada masa keemasannya, yakni  pada abad ke 15 – 17 M,  Kesultanan Turki Usmani memiliki wilayah sangat luas yang menjangkau tiga benua, yaitu sepertiga wilayah Eropa, Afrika Utara, Mesir, Semenanjung Arabia, Asia Barat sampai lembah Mesopotamia. Wilayah Turki Usmani di Eropa Timur mencakup wilayah Yunani, Semenanjung Balkan, Hongaria, Rumania, Transylvania, Moldavia, dan Polandia. Wilayah Turki Usmani di Asia Tengah meliputi Georgia, Armenia dan Azerbaijan. Wilayahnya di Asia Barat mencakup Irak, Lembah Mesopotamia, Anatolia, Libanon, Suriah, Tanah Hejaz dan Yaman. Wilayahnya di Afrika Utara meliputi Mesir, Libya dan Tunisia.

Tetapi pasca pemerintahan Sultan Salim I, Dinasti Turki Usmani mulai mengalami masa-masa surut. Prestasinya dibidang kemiliteran dan politik, tidak lagi menunjukan kemajuan. Bahkan pada tahun 1683 M, merupakan titik balik. Kesultanan Turki Utsmani mulai sering bertekuk lutut menghadapi lawan-lawan politikya, terutama Rusia yang merupakan musuh besarnya. Pada periode degradasi dan kemundurannya, Dinasti Turki Utsmani dipimpin oleh para sultan yang lemah, baik dari segi aqidah maupun pengelolaan pemerintahan. Usaha perbaikan dan pembaharuan bukannya tidak ada. Tetapi langkah-langkah pembaharuan yang dipilihnya, malahan langkah pembaharuan yang mengadopsi gagasan sekuler dunia barat, yang justru mempercepat proses pembusukan Dinasti Turki Utsmani sendiri. Penguasa Dinasti Turki Utsmani pada masa kemundurannya berturut-utrut adalah sebagai berikut ini, Sulaiman II (1687-1691 M), Ahmad II ( 1691-1695 M), Mustafa II (1695-1703 M), Ahmad III (1703- 1730 M), Mahmud I ( 1730-1754 M), Usman III ( 1754 – 1757 M), Mustafa III ( 1757- 1774 M), Abdul Hamid I (1774-1789 M), Salim III ( 1789-1807 M), Mustafa IV ( 1807-1808 M), Mahmud II ( 1808 – 1839 M), Abdul Majid ( 1839 – 1861 M), Abdul Hamid II ( 1879- 1909 M), Mahmud V (1909-1918 M), Mahmud VI (1918- 1922 M).

Pada periode kemunduran itulah muncul Kerajaan Islam Arab Saudi ( 1744 M), yang merupakan negara bangsa pertama di dunia Islam, mendahului Revolusi Perancis (1789 M), yang kelak melahirkan negara bangsa di Eropa daratan. Lahirnya Kerajaan Islam Arab Saudi sebenarnya mengakhiri era imperium dalam dunia Islam yang muncul sejak Islam berakspansi keluar dari tanah Hejaz  pada masa Khalifah Abubakar ra (632 – 634 M). Tetapi sungguh keliru bila orang menganggap Kerajaan Islam Arab Saudi melakukan pemberontakan pada Kesultanan Turki Utsmani. Pada awalanya Kerajaan Islam Arab Saudi hanya menuntut otonomi yang lebih luas untuk mengontrol tanah Hejaz dan menuntut agar praktek keagamaan di wilayah Hejaz pada umumnya dan di Makkah maupun Madinah pada khususnya, dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah Nabi, dibebaskan dari pelbagai bentuk ibadah yang berbau bid’ah, kemusyrikn, dan kesyirikan.  Pada awalnya tak ada keinginan untuk melepaskan diri sama sekali dari naungan Khalifah Turki Utsmani. Kerajaan Islam Arab Saudi justru berniat membantu Turki Utsmani mempertahankan tanah Hejaz dari ancaman pendudukan oleh Inggri dan Perancis.

Sayang sekali Sultan Mahmud II (1808- 1839 M), adalah sultan lemah yang lebih suka memerangi saudaranya sendiri yang muslim dan menganggapnya sebagai musuh yang lebih berbahaya dari pada Rusia, Inggris, dan Perancis yang jelas-jelas punya kepentingan untuk menghancurkan dunia Islam(bersambung ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar