Entri yang Diunggulkan

In Memoriam : Dra.Hj.Sri Aslichah, Srikandi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor, Banyumas (02)

Dalam diri Bu Hajjah Sri Aslichah, memang mengalir darah Muhammadiyah dari ayahnya, Bapak Kaswan Abusoli. Ayahnya pada waktu muda adal...

Selasa, 24 Juli 2018

(02) Mengenal Lebih Dekat : Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab




2.Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab Menjawab Berbagai Fitnahan dan Kritikan

Penentang gagasan reformasi Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahhab, bukan hanya datang dari ulama  As’yariyah yang didukung para penguasa maupun tokoh-tokoh tarekat. Dari pengikut Mashab Hambali juga ada yang melakukan penentangan dan ikut-ikutan melancarkan fitnah. Bahkan Sulaiman, kakak kandung Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab ikut berdiri di barisan depan yang melancarkan fitnah dan menghalang-halangi gerakan reformasi yang digulirkan adiknya itu.

Terhadap berbagai macam kritikan dan fitnahan itu, Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab menjelaskan gagasan-gasan reformasinya melalui sejumlah risalah yang ditulisnya. Inilah jawaban Syekh yang ditujukan kepada para pengeritiknya. Termasuk jawaban kepada kakak kandungnya, Sulaiman.

“Akidah dan agamaku yang aku pegangi adalah Mazhab Ahli Sunnah wal Jama’ah sebagaimana yang juga dijadikan pegangan para Imam Muslim seperti para Imam yang Empat dan pengikutnya hingga hari Qiyamat. Hanya saja aku suka menjelaskan kemurnian agama kepada orang banyak dan aku memang melarang mereka meminta-minta kepada orang-orang yang masih hidup maupun yang sudah mati, karena mereka itu  tak kuasa memberinya selain Allah swt. Laranganku itu berlaku baik permintaan kepada para sholihin atau lainnya”.

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab melanjutkan tulisannya sbb:

“Bahwa Mazhab kami dalam ushuludin adalah Mazhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah dan tarekat kami adalah tarekat salaf. Dalam masalah fikih, pegangan kami adalah Mazhab Imam Achmad bin Hambal.”

“Kami tidak pernah mengingkari kepada orang-orang yang taklid pada Imam yang Empat. Tetapi kami memang tidak menyetujui kepada orang-orang yang taklid kepada selain Imam yang Empat. Karena kami berpendapat tidak adanya pedoman dari mazhab-mazhab yang lain itu, seperti Mazhab Rafidah, Mazhab Zaidijah, Mazhab Imamiyah dan sebagainya. Kami tak dapat menetapkan sesuatunya atas mazhab-mazhab mereka yang telah rusak itu. Malahan kami memaksa mereka agar taklid kepada salah satu dari mazhab yang empat itu. Kami sama sekali tidak pernah mengaku mempunyai martabat mujtahid mutlak. Juga tak ada seorang pun di antara kami yang mengakuinya.”

“Kecuali kami memang berpendirian apabila datang kepada kami suatu nash yang terang baik yang berasal dari Al Qur’an maupun Sunnah, dan setelah kami periksa ternyata tidak ada yang menashahnya atau mentakhshisnya atau yang menentangnya yang lebih kuat dari padanya serta dipegangi oleh salah seorang Imam yang Empat, maka kami lari kesana dan kami tinggalkan pegangan atau mazhab sendiri, seperti masalah waris bagi datuk dan bagi saudara. Dalam hal ini kami berpendirian mendahulukan datuk warisannya, meskipun menyalahi mashab kami.”

“Dan ada pun yang dipalsukan mereka atas kami, sudah tentu dengan maksud untuk menutupi dan menghalangi hak kami dan memalsukan orang banyak, bahwa kami katanya suka mentafsirkan Al Qur’an dengan kehendak dan timbangan kami sendiri dengan tidak mengindahkan akan sejarahnya.”

“Dan kami katanya tidak percaya kepada guru dan kami telah menghina martabat  Nabi kita Muhammad saw dengan perkataan kami, bahwa Nabi itu jazadnya buruk (hancur) di dalam kuburnya. Dan tongkat kami lebih bermanfaat dari pada Nabi dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat. Dan ziarah kepada Nabi itu tidak sunnah dan Nabi tidak mengerti ma’na 'Laa ilaha illallah', sehingga kepada Nabi diturunkan ayat, ”Fa’lam annahu la ilaha illallah” serta ayat ini diturunkan di Madinah. Dan kami tidak percaya kepada kaol ulama. Dan kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama mazhab karena di dalamnya tercampur antara yang hak dan yang batal. Dan kami dipandang mujassimah serta kami mengkufurkan orang-orang sesudah tahun 600 kecuali orang-orang yang turut bersama kami. Dan setengah dari cabang dan rantingnya kami juga dituduh tidak menerima bai’at seseorang sehingga kami menetapkan atasnya, bahwa dia itu dan ibu bapaknya mereka musyrik juga.”

“Dikatakannya juga bahwa kami telah melarang membaca shalawat atas Nabi saw dan mengharamkan ziarah ke kuburan. Kemudian dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti akan faham agama yang kami anuti, maka orang itu akan diberi kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan tanggungan hingga utang sekalipun.”

“Kami juga dituduhnya tidak melihat akan hak ahlul bait dan kami telah memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu, serta memaksa agar seseorang yang tua umurnya dan mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan ditikahkan dengan seorang pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami."

“Maka semua tuduhan, khurafat, dan yang semacamnya itu, sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan atau apa yang harus kami jawab dalam setiap masalah itu, kecuali hanya kami dapat mengatakan, ’Subhanaka, bahwa ini adalah suatu kebohongan dan bikin-bikinan yang besar sekali.’ Maka barang siapa yang mengkhabarkan bahwa sesuatu yang disebut tadi itu perbuatan kami, atau dinisbatkan kepada kami, maka mereka itu telah membikin kebohongan yang tiada terhingga atas kami.”

“Barang siapa yang mengaku menyaksikan, bahwa yang demikian itu tingkah dan perbuatan kami, maka hendaknya diketahui dengan pasti, bahwa kesemua itu, suatu tindakan penghinaan atas kami dan pemalsuan dari kebanyakan musuh-musuh agama dan teman-teman syethan untuk menjauhkan manusia dari jalan tauhid bagi Allah dalam ibadah kepada Nya.”

“Maka kami beri’tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap muslim tidak dengan haknya, mengerjakan zina, riba dan minum khamar, mekipun berulang-ulang maka orang itu tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka apabila ia tetap bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya.”

“Adapun yang kami I’tiqadkan terhadap martabat Nabi Muhammad saw, bahwa martabat beliau itu adalah setinggi-tinggi martabat makhluk seluruhnya dengan muthlak dan beliau itu hidup di kuburnya dalam keadaan yang lebih dari kehidupan para syuhada yang telah dinashkan atasnya di dalam Al-Qur’an, karena beliau itu lebih utama daripada mereka dengan tiada diragukan lagi.”

“Bahwa Nabi itu mendengar akan salam orang yang bersalam kepadanya. Dan sunnah ziarah ke kuburan Nabi itu, kecuali kalau semata-mata dari jauh hanya untuk berziarah. Tetapi juga sunnat kalau karena ziarah ke masjid Nabi dan shalat di dalamnya, kemudian ziarah ke kuburan itu.” 

“Dan barang siapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca shalawat atas Nabi yang warid dari padanya, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat dan akan hilang kesusahannya sebagamana yang diterangkan oleh hadist.” Demikianlah bantahan Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahhab menjawab dan mengklarifikasikan tuduhan-tuduhan dan fitnah keji yang ditujukan kepadanya( bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar