Entri yang Diunggulkan

In Memoriam : Dra.Hj.Sri Aslichah, Srikandi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor, Banyumas (02)

Dalam diri Bu Hajjah Sri Aslichah, memang mengalir darah Muhammadiyah dari ayahnya, Bapak Kaswan Abusoli. Ayahnya pada waktu muda adal...

Rabu, 01 Agustus 2018

(07) Mengenal Lebih Dekat : Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab






7.Duet Perjuangan Ibnu Saudi- Ibnu Wahhab membangun Kerajaan Islam Arab Saudi Tahap- I (1745 – 1818 M).

Dalam waktu relatif singkat seluruh Dariyyah berhasil di ajak kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw, setelah Syekh berhasil mendirikan sebuah masjid berlantai tanah sebagai pusat untuk mengajarkan dan menyebarkan gagasan-gagasan reformasinya.

Berbagai metode dakwah dijalankan oleh Syekh, seperti dengan taklim, penulisan brosur, dan menerbitkan buku-buku kecil yang berisi nasihat-nasihat agama. Semua brosur dan buku-buku yang ditulisnya itu, senantiasa disertai hujjah dan dalil yang menjelaskan kebenaran dari apa yang dia dakwahkan. Dia mengajak ummat untuk menumpas segala macam kemungkaran, menghancurkan kubah-kubah kuburan, mencegah semua sarana yang akan mengantarkan ke jalan kemusyrikan dan melakukan ibadah sepenuhnya hanya kepada Allah SWT.

Pada awalnya Syekh berdakwah dengan cara lemah lembut, damai, pelan-pelan sambil mengetuk pintu hati dengan hikmah dan nasihat yang sejuk. Syekh terus saja mengajar siapa yang datang menghadiri majelisnya dan senantiasa menerangkan akidah yang dianutnya. Sayangnya dakwah Syekh yang disampaikan dengan lemah lembut itu, mendapat tantangan yang hebat dari kelompok konservatif dan tradisional yang sangat keras. Kebenaran dibalas dengan pendustaan, nasihat yang baik ditanggapi dengan lecehan dan konspirasi. Akhirnya Syekh mengambil kesimpulan, sudah saatnya dakwahnya itu memasuki episode jihad guna memerangi berbagai macam bentuk kemungkaran dengan menggunakan kekuatan. Persis sebagaimana diajarkan oleh seorang penyair Arab.

“Jika tak ada lagi, kecuali kepala tombak yang harus menjadi tunggangan, maka tak ada jalan lain bagi yang terpaksa kecuali menungganginya.”

Sasaran jihadnya yang pertama adalah penguasa kota tetangganya, penguasa Riyadh, Syekh Dahlan ibn Dawwas, yang terkenal sebagai penguasa yang kejam, lalim dan dengan gigih menghalang-halangi dakwah Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab. Pada tahun 1747 M, konfik bersenjata dengan penguasa Riyadh pun pecah dan berlangsung cukup lama, 28 tahun! Raja Saud aktif terjun dalam peperangan demikian pula Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahhab. Mereka berdua berhasil membentuk tentara Muwahhidun  yang amat kuat, tangguh, dan disiplin. Syekh sendirilah yang langsung melakukan perekrutan pasukan, mengumpulkan mereka, melatihnya, dan akhirnya mempersiapkan pemberangkatan pasukan ke medan jihad.

Walapun demikian, di tengah-tengan kesibukannya menyiapkan pasukan, Syekh tetap meluangkan waktunya untuk mengajar, menulis surat kepada orang-orang penting, mendampingi Raja menerima tamu dan delegasi. Syekh Muhammad Ibn Abdul Wahab menduduki Menteri Penerangan dalam Kerajaan Islam Arab Saudi.

Setahap demi setahap tentara Muwahhidun itu berhasil meraih kemenangan demi kemenangan di medan pertempuran.   Tetapi  ketika kemenangan hampir tercapai, pada tahun 1764 M, Raja Saud wafat. Untunglah putranya yang menggantikannya, Abdul Azis, juga seorang raja yang cakap. Pada tahun 1773 M, tentara Kerajaan Islam Arab Saudi berhasil merebut kota Riyadh. Penguasa Kota Riyadh, Syekh Dahlan Ibn Dawas berhasil melarikan diri. Tapi sejak itu, Kerajaan Islam Arab Saudi menjadi penguasa tunggal diseluruh Nejd.

Setelah ditaklukannya Kota Riyadh, dakwah Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab dengan cepat berkembang di seluruh Nejd. Orang pun berbondong-bondong secara sukarela menjadi penganut dan pengikut ajarannya. Berbagai bentuk bid’ah, khurofat, dan ritual pemujaan kuburan, kepercayaan pada tahyul, dan klenik langsung lenyap dari seluruh wilayah Nejd. 

Padahal wilayah Nejd pada mulanya merupakan wilayah yang  sangat gigih mempraktekkan bermacam-macam bid’ah dan penyembahan berhala yang berupa kuburan orang-orang suci atau wali. Praktek peribadatan yang berbau syirik merata di mana-mana. Bukan hanya makam-makam berkubah yang mereka sembah. Pohon-pohonan, batu-batuan, gua-gua yang dianggap keramat pun disembah. Di Nejd pada masa itu pun banyak ahli sihir, banyak pula dukun yang dipercayai kata-katanya, padahal tidak berdasarkan landasan yang kuat. Masyarakat Nejd  pada masa itu juga percaya kepada jin serta memohon pertolongan kepada mereka dengan melakukan penyembelihan hewan sebagai sesaji kepada mereka.

Tetapi setelah Nejd berada di bawah naungan Kerajaan Islam Arab Saudi yang berpegang pada doktrin tauhid murni sebagaimana yang telah diajarkan oleh al Qur’an dan Sunnah Nabi saw, Nejd pun berubah menjadi wilayah yang berkelimpahan, penuh barokah, dan pertolongan Allah SWT datang, keamanan dan kesejahteraan pun mulai mendatangi Kerajaan Arab Saudi. Kerajaan yang aman sejahtera dan berkelimpahan di bawah maghfirah dan ampunan  Allah swt pun terbentuk. Itulah kerajaan yang terbebas dari berbagai macam bid’ah, khurofat, tahyul, dan klenik. Para raja penguasa  yang cakap dari Kerajaan Islam Arab Saudi Tahap-I berturut-turut adalah sbb : Muhammad Ibn Saud (1725 -1764 M), Abdul Aziz I ( 1764- 1803 M), Saud III ( 1803 – 1814 M) dan Abdullah I ( 1814 – 1818 M ).

Pada tahun 1789 M, Revolusi Perancis meletus dan Perancis muncul jadi superpower baru yang kuat di Eropa daratan di bawah perwira muda yang berbakat, Napoleon Bonaparte. Perancis dibawah Napoleon tampil menjadi pesaing Inggris yang sudah lebih dulu menjadi salah satu super power dunia.  Pada saat Revolusi Perancis meletus, Sultan Salim III  ( 1789-1807 M)  Turki Utsmani naik tahta. Sementara itu, Abdul Aziz I  dengan tentara Muwahhidunnya, siap-siap untuk melakukan ekspansi ke luar Nejd untuk mengamankan wilayah Hijaz dari ancaman Inggris maupun Perancis yang menyimpan agenda tersembunyi untuk menguasai tanah Hijaz. Dari sudut geopolitik pada jaman itu, wilayah Hijaz sudah merupakan wilayah penting, baik untuk kepentingan ekspansi yang bersifat ideologis keagamaan maupun yang bersifat kepentingan ekonomi, politik, dan teritorial.

Karena itu langkah Raja Abdul Aziz I untuk menguasai tanah Hijaz dibawah kendalinya guna menyelamatkan dari ancaman kolonialisme dan imperialisme barat, merupakan langkah  strategis yang tepat. Lebih-lebih bila diingat, Kesultanan Turki Utsmani pada saat itu tengah mengalami masa-masa degradasi dan kemunduran, karena didera oleh sejumlah masalah ekonomi, politik, teritorial, dan militer  akibat rongrongan terus-menerus dari dunia Kristen, terutama Rusia.

Pada tahun 1790 M, tentara Abdul Azis I sudah sampai di perbatasan Irak. Sebelas tahun kemudian, Karbala di Irak berhasil diduduki ( 1801 M). Tetapi kelompok Syiah  terus melakukan perlawanan, hingga seorang militan Syiah yang menyamar berhasil membunuh Raja Abdul Aziz I, hingga tewas ( 1803 M).  Tetapi penggantinya Raja Saud ibn Abdul Asiz atau  Raja Saud III  (1803-1814 M),  adalah juga raja yang cakap. Pada tahun 1804 M, Madinah pun berhasil dikuasainya. Kemudian Makkah (1807 M), dan Jeddah (1809 M).  Pada tahun 1811 M, Kerajaan Islam Arab Saudi telah membentang dari Allepo di utara sampai Samudra Hindia di selatan. Dari Teluk Persia di timur sampai Laut Merah di Barat. Nyaris hampir seluruh tanah Hezjas telah berada di bawah kendali Kerajaan Islam Arab Saudi. Inggris yang berada di Teluk Arab mulai merasa cemas dengan kebangkitan Kerajaan Islam Arab Saudi (bersambung).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar