(Jembatan Kereta Api Purwokerto - Kroya, melintasi Sungai Serayu, Notog-Kebasen, Di seberang sana Pegunungan Serayu. Gambar di unduh dari FB seorang sahabat)
Sang Senna
Siapakah
Senna? Senna adalah tokoh yang sama sekali tidak dikenal dalam tradisi Jawa dan
tradisi Banyumas. Tetapi dikenal dengan baik dalam tradisi Sunda Galuh Kawali.
Purbasora
dan keturunannya sering mengejek Senna sebagai anak salah. Senna adalah anak
hasil perselingkuhan Mandiminyak, Putra Mahkota Kerajaan Galuh Kawali dengan
Pohacci Rababu, istri Dahyang Sampakwaja, kakak Mandi Minyak. Benarkah?
Pohacci
Rababu dilukiskan sebagai gadis cantik jelita yang dimitoskan sebagai keturunan
bidadari. Gelar Pohacci menunjukkan bahwa Rababu adalah wanita dari klas
ningrat dan istimewa. Dia juga mendapat julukan Bunga Mangale-Ale. Tentu saja
banyak ksatria yang mendambakannya. Apalagi ada mitos, Rababu Bunga Mangale-Ale
adalah wanita yang ditakdirkan akan menurunkan raja-raja besar. Sebuah mitos
dalam Hinduisme yang dipercaya orang Sunda dan Orang Jawa. Dalam sejarah
Majapahit dikenal tokoh Ken Dedes, sebagai wanita nariswari, yakni wanita utama
yang dimitoskan akan bisa menurunkan para raja di tanah Jawa.
Kisah Ken Dedes, Wanita Nariswari.
Dalam
kitab Pararaton yang berisi riwayat raja-raja Singosari-Majapahit,
diceriterakan kisah Ken Dedes sebagai
wanita nariswari. Alkisah pada suatu ketika, Tunggul Ametung membawa Ken Dedes,
istrinya yang cantik jelita hasil menculik dari sebuah padepokan milik Mpu Purwa
di Panawijen, untuk bercengkerema di Taman Boboji. Tiba-tiba ketika Ken Dedes
hendak turun dari kereta, kainnya tersingkap sehingga bukan hanya betisnya yang
kelihatan, tetapi juga rahasia kewanitaannya yang nampak bersinar bercahaya.
Ken Arok yang sempat melihatnya langsung terpesona, dan berpikir,”Wanita hebat
macam apakah Ken Dedes itu?”
Selesai
bertugas Ken Arok segera menemui gurunya Dahyang Loh Gawe dan bertanya,:
“Bapa dangyang, hana wong istri
murub rahasyane, punapa laksananing stri lamun mangkana, yen hala rika, yen ayu
rika laksanipun”/“Bapa Pendita, ada seorang wanita yang bercahaya rahasia
kewanitaannya. Tanda perempuan yang bagaimanakah itu? Pertanda buruk ataukah
pertanda baik?”
Dahyang
Loh Gawe bertanya:
“Sapa iku kaki?”/ Siapa itu, anakku?
Jawab
Ken Arok,” Wonten Bapa, wong wadon
katinghalan rahsyanipun deningsun”/ Ada Bapa, seorang wanita kelihatan rahasia
kewanitaannya oleh hamba
Loh
Gawe menjelaskan,”Yen hana istri
mangkana, iku stri nariswari arane. Adimukyaning istri iku, kaki. Yadyan wong
papa angalapa ring wong wadon iku, dadi ratu anakrawati”/Jika
ada perempuan seperti itu, namanya nariswari, anakku. Ia adalah wanita paling utama.Orang
berdosa sekalipun jika memperisti wanita itu akan menurunkan maharaja”
Mendengar jawaban Loh Gawe, Ken Arok langsung merencanakan untuk membunuh Tunggul Ametung agar bisa memperistri Ken Dedes. Rencana Ken Arok terlaksana. Ken Arok bukan hanya berhasil membunuh Tunggul Ametung. Tapi juga berhasil menjadi Raja Singasari (1222- 1247 M),di dampingi Ken Dedes sebagai permaisuri. Ken Dedes - Ken Arok kelak meunurunkan raja-raja Majapahit. Raden Wijaya, pendiri Majapahit adalah keturunan Ken Dedes - Ken Arok.
Penjelasan Pendeta Loh Gawe kepada Ken Arok tentang adanya wanita utama yang disebut nariswari dalam mitos Hinduisme, mendapat pembenaran. Ken Dedes memang terbukti menjadi seorang Ibu menurunkan raja-raja Singosari dan Majapahit.
Penjelasan Pendeta Loh Gawe kepada Ken Arok tentang adanya wanita utama yang disebut nariswari dalam mitos Hinduisme, mendapat pembenaran. Ken Dedes memang terbukti menjadi seorang Ibu menurunkan raja-raja Singosari dan Majapahit.
Kisah Pohacci Rababu Bunga
Mangale-Ale.
Dalam
kasus Kerajaan Galuh Kawali Pohacci Rababu, adalah wanita nariswari. Itu
sebabnya dia diperebutkan tiga putra-putra Maharaja Wretikandayun yaitu :
(1)Sampakwaja, (2)Jantaka, dan (3) Amara. Tapi dari ketiga putra raja itu,
hanya putra ketiga, Amara yang memenuhi
kesamaptaan jasmani sebagai putra mahkota.
Sampakwaja,
sekalipun sulung, berhubung giginya mrongos( sampak= condong, waja = gigi), dia
gugur sebagai calon putra mahkota. Jantaka, putra kedua, kecerdasannya dianggap
lemah, sehingga dijuluki Sang Hyang Kedul, artinya bodohnya tidak ketulungan
untuk ukuran calon raja. Mungkin agak lambat belajar. Sedangkan Amara, bukan
hanya cakap, cerdas dan cekatan. Tetapi juga tampan. Pendeknya putra bungsu
Maharaja Wretikandayun itu lengkap mewarisi bakat ayah dan ibunya. Wajar jika
Wretikandayun menetapkan Sang Amara sebagai putra mahkota. Saudara-saudaranya
yang iri menjuluki adik bungsunya itu, Mandiminyak!. Konon kulitnya kuning
langsat cemerlang bercahaya sehingga mempesona setiap perempuan yang
memandangnya. Itulah sebabnya Sang Amara sering dilukiskan sebagai seorang
pemikat wanita.
Dan
tentu saja Pohacci Rababu yang cantik jelita itu, lebih serasi menjadi pasangan
Sang Amara. Tetapi Wretikandayun menjodohkan Pocacci Rababu dengan Sampakwaja.
Mungkin untuk menghibur saja, karena Sampakwaja anak sulung tetapi tidak diberi jatah putra mahkota.. Sang
Sampakwaja ditunjuk sebagai penguasa di Galunggung. Sang Jantaka, putra kedua
diangkat sebagai penguasa Galuh Selatan yang mencakup Banjarsari, Padaherang,
Kalipucang, dan wilayah selatan lainnya sampai Pangandaran. Sejak diangkat jadi
penguasa Galuh Selatan, julukan kedul menghilang dan berubah jadi Sang Hyang
Kidul. Artinya Sang Penguasa Galuh Selatan.
Sang
Amara, Putra Mahkota, menurut naskah Wangsakerta, dinikahkan dengan putri
Maharatu Sima dari Kerajaan Kalingga yang bernama, Dyah Ayu Parwati. Dari
perkawinan ketiga putra Wretikandayun itu, lahirlah cucu-cucunya. Sang
Sampakwaja punya dua putra dari Pohacci Rababu. Yaitu,(1) Purbasora, dan (2)
Demunawan. Sang Jantaka punya satu anak, Bimaraksa. Sedangkan Sang Amara,
dengan Dyah Ayu Parwati punya satu anak putri :Sang Dyah Ayu Sannaha.
Ratu
Sima punya beberapa putra yang tercatat namanya hanya dua, yaitu : (1) Dyah Ayu
Parwati, dan (2) Bagus Nayarana. Sebelum turun tahta, Ratu Sima membagi
Kerajaan Kalingga menjadi dua, yakni : (1) Kalingga Utara, diserahkan kepada
Dyah Ayu Parwati, dan (2) Kalingga Selatan, diserahkan Narayana.
Dari
nama putranya itu, semakin jelas Ratu Sima adalah pemeluk Waisnawa. Memang pada
jaman itu merupakan sesuatu yang sangat
unik, bahwa Mandiminyak yang penganut Syiwa mampu memperistri Dyah Ayu Parwati
yang penganut Wisnu. Padahal di negeri asalnya India pertikaian antara penganut
Wisnu dan Syiwa sama hebatnya dengan pertikaian Hindu vs Buddha. Rupanya di
tanah Jawa, sekte-sekte agama Hindu saling mendekat. Demikian pula kelak antara
Hindu dan Buddha.
Sang Senna, benarkah anak hasil
perselingkuhan orang tuanya?
Benarkah
Senna anak hasil selingkuh Mandiminyak dengan Pohacci Rababu? Sudah disebutkan
di atas bahwa tradisi Galuh menyebutkan bahwa Senna adalah anak salah atau anak
tidak sah dari Mandiminyak dengan Pohacci Rababu. Dapat dipastikan sang juru
kisah, adalah kelompok Purbasora atau mereka yang punya hubungan kekerabatan
dengan Purbasora.
Kisah
kelahiran Senna dikisahkan sbb: Alkisah pada suatu ketika Maharaja
Wretikandayun menyelenggarakan semacam pesta perjamuan utsawakrama, mungkin
semacam hajatan keluarga raja. Yang jelas semua keluarga raja datang. Hanya
Sampakwaja yang tidak datang karena sakit. Maka istrinya Pohacci Rababu datang
sendirian.
Dia
pun bertemu dengan mantan kekasih, Amara alias Mandiminyak yang sudah jadi adik ipar. Konon cinta antara
keduanya bersemi kembali. Pocacci Rababu menginap selama empat malam di rumah
mertuanya. Tapi tiap malam memadu kasih dengan Putra Mahkota Mandiminyak. Tentu
saja akibatnya Rababu pun hamil.
Sampakwaja
yang mengetahui istrinya hamil dengan adiknya, tidak mengambil tindakan
apa-apa. Hanya minta pada Rababu kalau kelak bayinya lahir segera serahkan pada
Mandiminyak agar dia bertanggung jawab atas perbuatannya. Begitulah kata yang
empunya ceritera. Lahirlah anak Rababu hasil menginap empat malam di rumah
mertuanya. Bayi yang kemudian diberi nama Senna oleh Wretikandayun itu, lalu
besar dalam asuhan kakeknya. Mandiminyak buru-buru dicarikan istri. Maka
dinikahkanlah Mandiminyak dengan Dyah Ayu Parwati, yang menurunkan satu putri, Dyah Ayu Sannaha.
Kisah
itu agak meragukan, mengingat perselingkuhan termasuk kategori pelanggaran
berat dalam tradisi Hinduisme maupun Buddha. Hukumannya adalah potong leher.
Hukum bagi pelaku perselingkuhan dalam tradisi Hinduisme, hampir sama dengan
hukum bagi pelaku pezina dalam Islam, yakni hukuman rajam. Karena itu hampir
mustahil Rababu berani melakukan perselingkuhan, apalagi terjadi di depan
mertuanya.
Kisah
yang sebenarnya adalah antara Rababu, Sampakwaja, Jantaka dan Amara, telah
tercapai semacam kesepakatan dengan Wretikandayun. Di atas disebutkan bahwa
Rababu sebenarnya lebih mencintai Amara dari pada kedua kakaknya. Tapi
Wretikandayun menghendaki Rababu mau menjadi istri Sampakwaja.
Rababu
tentu bukan wanita bodoh. Dia dilukiskan sebagai seorang bidadari, keturunan
para Pohacci. Maka Rababu tidak menyerah begitu saja dengan kehendak
Wretikandayun. Rupanya pada akhirnya tercapai kompromi, Rababu menjadi istri
dari ke tiga putra Wretikandayun. Dengan kata lain, wanita nariswari ini
menjalani kehidupan perkawinan poliandri, mengikuti jejak Drupati dengan ke
lima Pandawa dalam Kisah Mahabharata yang merupakan salah satu kitab suci agama
Hindu dan Buddha. Jadi ketika Rababu datang ke tempat mertuanya di Galuh, di
samping untuk menghadiri undangan hajatan, memang untuk menemui Mandiminyak,
Sang Suami ke tiganya. Suami keduanya, ya Sang Hyang Kidul itu. Itulah sebabnya
Sampakwaja tidak ikut dan diberitakan sedang sakit. Kalau sakit, masa sih istrinya malah meninggalkannya?
Tradisi Hinduisme kuno memang mengenal delapan
corak model perkawinan, termasuk poliandri yang sampai sekarang masih dianut
oleh orang-orang Tibet. Tradisi Hinduisme juga tidak melarang perkawinan antar
saudara tiri beda ibu satu ayah, yang dikenal dengan perkawinan Manu. Kelak
Senna yang cucu Wretikandayun dinikahkan dengan Dyah Ayu Sannaha yang cucu Ratu Simma. Padahal Senna adalah putra
Mandiminyak dengan Rababu, sedangkan Sannaha adalah putri Mandiminyak dengan
Dyah Ayu Parwati, pewaris tahta Kalingga. Dari perkawinan Senna – Sannaha, lahirlah buyut Wretikandayun dan buyut Ratu
Sima, Rakean Jambri atau Rake Sanjaya yang kelak akan menjadi Maharaja Kerajaan
Mataram Hindu.
Pohacci Rababu sebagai wanita nariswari yang
diperebutkan tiga ksatria Galuh putra Wretikandayun memang terbukti. Senna bukan
anak selingkuh, tetapi anak sah sesuai tradisi Hindu yang berlaku pada jaman
itu. Demunawan yang disebut-sebut sebagai anak Sampakwaja, kemungkinan besar
adalah anak Jantaka. Demikianlah Pohacci Rababu berhasil melahirkan tiga anak
laki yang kelak menjadi penguasa Galuh.
Sayang akhirnya mereka bertikai juga
memperebutkan tahta Galuh warisan Wretikandayun. Dua kali perang memperebutkan
tahta galuh, para tokohnya adalah keturunan Pohacci Rababu Bunga Mangale-Ale.
Perang pertama adalah perang tingkat anak Rababu, yakni Senna melawan koalisi Purbasora dan Demunawan. Perang perebutan
tahta Galuh kedua terjadi pada turunan Rababu tingkat ke empat, yakni Rakean Banga, buyut Senna
melawan Ciung Wanara, buyut Purbasora. Senna dan Purbasora sama-sama anak laki-laki Rababu, hanya beda ayah. Ayah Purbasora dan Senna pun kakak beradik.
Memang
tradisi kerajaan-kerajaan dengan sistem pewarisan tahta, seringkali timbul
pertikaian yang berujung pada perang saling bunuh membunuh untuk memperebutkan
tahta. Dalam perang perebutan tahta Galuh, tokoh-tokoh yang terbunuh adalah
Purbasora ( 716 – 723 M ) dan Tamperan Barmawijaya ( 732 – 739 M). Purbasora
terbunuh oleh Sanjaya, putra Senna dan Tamperan Barmawijaya yang putra Sanjaya,
terbunuh oleh Ciung Wanara, turunan Purbasora.
Perdamaian baru terjadi antara Rakean Banga dan Ciung Wanara, yang
berakhir dengan pembagian Kerajaan Galuh menjadi Galuh Barat dan Galuh Timur.
Rakean Banga adalah putra Tamperan Barmawijaya.
Petualangan Senna Yang Mengagumkan.
Senna
naik tahka Kerajaan Galuh Kawali pada tahun 709 M, setelah ayahnya Mandiminyak
yang berusia pendek itu mangkat. Sedangkan Sang Hyang Sampakwaja dan Sang Hyang
Kidul, dikarunia usia panjang. Ketika naik tahta, Senna dalam posisi sudah punya putra Rake Sanjaya
yang besar dalam asuhan nenek dan Ibunya di Kraton Kalingga. Pada jaman itu di kalangan
para ksatria, kehidupan suami istri saling berjauhan, merupakan hal yang biasa.
Demikian pula Senna dan Sannaha. Senna di Galuh Kawali karena menggantikan
tahta ayahnya yang mangkat. Sedangkan Sannaha tetap di Kalingga, mendampingi
Ibunya sebagai Penguasa Kalingga.
Tapi
naiknya Senna ke tahta Galuh menggantikan ayahnya, Mandiminyak, menimbulkan
rasa tidak senang Purbasora dan Demunawan, putra Rababu dengan Sampakwaja. Menurut Purbasora urutan
pewaris tahta Galuh sepeninggal Mandiminyak, seharusnya tidak dimulai dari
Senna, tapi mengikuti urutan dari cucu Wretikandayun yang tertua sbb :(1)
Purbasora, (2) Demunawan, (3) Bimaraksa-anak Sang Hayang Kidul, adik
Sampakwaja, baru (4) Senna.
Rupanya
gugatan Purbasora direstui Sang Hyang Sampakwaja dan Sang Hyang Kidul.
Purbasora selaku pimpinan koalisi untuk melengserka Senna, adik tirinya itu,
melakukan persiapan selama tujuh tahun. Rencananya Galuh Kawali akan diserang
dari tiga jurusan, yakni dari utara-timur-selatan. Dari utara, Purbasora siap
dengan pasukannya yang bermarkas di Indraphrastha, Cirebon. Pasukan dari utara akan diperkuat Demunawan
yang siap dengan pasukan tempurnya di Kuningan. Sedang dari selatan, Bimaraksa
siap pula dengan pasukannya di daerah Banjarsari. Untuk mencegah agar Senna
tidak melarikan diri ke timur, Purbasora dengan Demunawan membangun basis
kekuatan di Pasirbatang, lereng selatan Pegunungan Slamet. Dengan demikian
front timur pasukan Purbasora di Pasirbatang telah terbentuk. Front barat,
sudah ada Kadipaten Galunggung yang berada di bawah kendali Sang Hyang
Sampakwaja.
Senna
yang sering bolak balik Galuh - Kalingga –besar kemungkinan melewati jalur
sungai Cimnuk-Indramayu- Laut Jawa – Kalingga, tidak menyadari bahaya yang
mengancam dirinya. Kelemahan Senna dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh
Purbasora. Purbasora bisa membangun basis pasukan di Indraphrastha, Gunung
Cireme Cirebon, karena menjadi menantu Raja Indraphastha. Demikian pula
Demunawan yang menjadi menantu Kerajaan Kuningan. Senna yang sudah tujuh tahun
menduduki tahta kerajaan Galuh Kawali, baru menyadari bahaya mengancam dirinya
hanya beberapa hari menjelang hari-H. Sekalipun begitu ketika pertempuran
pecah, Senna mencoba bertahan di Istana Kerajaan Galuh Kawali. Tetapi karena di
kepung dari empat penjuru, Senna dengan pasukannya pun semakin terjepit. Tetapi
menjelang jatuh, Senna dengan prajurit pengawal yang setia, berhasil meloloskan
diri dari kepungan.
Ketika
Purbasora memasuki Keraton Galuh, Senna telah meninggalkan Istana. Impian
Purbasora menjadi kenyataan. Dia pun naik menduduki tahta menggantikan Senna. Purbasora menduduki tahta Galuh ( 716 – 723 M) selama sembilan
tahun, nyaris sama lamanya dengan masa pemerintahan Senna. Purbasora, tahu
kemana Senna melarikan diri. Karena itu dia menyuruh prajurit-prajuritnya untuk
mengejarnya.
Tetapi
mengejar Senna pun bukan perkara mudah. Senna, bagaimanapun juga,
mewarisi darah bidadari dari ibunya. Dari ayahnya mewarisi kecerdasan, kecakapan dan
ketampanan Amara alias Mandiminyak. Senna pun tujuh tahun lamanya menduduki
tahta Kerajaan Galuh. Dapat dipastikan Senna punya banyak pengikut juga, hanya
kalah jumlah, karena dia tidak menyadari bahaya yang mengancam dirinya.
Karena
itu Senna berhasil meloloskan diri dan selamat dari maut dendam kakak tirinya dan berhasil melepaskan diri
dari kepungan pasukan Purbasora. Bahkan pasukan Purbasora yang datang dari
Pasirbatang, gagal menahan pelarian Senna dan pengirinya yang melarikan diri
menuju Jawa Tengah. Sebab pasukan Purbasora dari Pasirbatang, datang dari arah
timur laut. Dan Senna dengan cerdik melarikan diri ke arah tenggara.
Carita Parahiyangan menyebutkan Senna melarikan diri ke Merapi-Merbabu. Ya, ngapain jauh -jauh lari ke Merapi-Merbabu? Gunung Dieng lebih dulu disucikan Kerajaan Mataram Hindu yang dibangun Senna dan Rake Sanjaya!. Lebih tepat menempatkan lereng selatan kaki gunung Dieng sebagai tempat Senna membangun Kerajaan Mataram Hindu dan sebagai basis perjuangan untuk merebut kembali tahta Galuh warisan ayahnya yang lepas dari tangannya. Lagi pula tempat Kunjarakunjadesya, memang lebih tepat bila kita bayangkan terletak di kaki Gunung Dieng, di dekat mata air Serayu.
Carita Parahiyangan menyebutkan Senna melarikan diri ke Merapi-Merbabu. Ya, ngapain jauh -jauh lari ke Merapi-Merbabu? Gunung Dieng lebih dulu disucikan Kerajaan Mataram Hindu yang dibangun Senna dan Rake Sanjaya!. Lebih tepat menempatkan lereng selatan kaki gunung Dieng sebagai tempat Senna membangun Kerajaan Mataram Hindu dan sebagai basis perjuangan untuk merebut kembali tahta Galuh warisan ayahnya yang lepas dari tangannya. Lagi pula tempat Kunjarakunjadesya, memang lebih tepat bila kita bayangkan terletak di kaki Gunung Dieng, di dekat mata air Serayu.
Setelah
berhasil menyeberangi Sungai Citanduy dan Sungai Cijolang, Senna tiba di
Dayeuhluhur. Pelarian pun dilanjutkan ke arah timur. Setelah berhari-hari menempuh
perjalanan panjang dan sulit, akhirnya Senna dan sejumlah prajurit pengawalnya
yang setia, tiba di tepi tempat penyeberangan dari suatu sungai yang kelak diberinya nama Ciserayu dan penyeberangan
Cindaga.
Kalau
kita perhatikan dari penyeberangan Cindaga ke arah timur sampai Sumpiuh, kita
akan mulai menjumpai banyak toponim desa atau kota dari bahasa Jawa. Hal ini
menunjukkan bahwa desa-desa itu belum terbentuk pada abad ke-8 M. Karena itu dapat dipastikan arah pelarian
setelah berhasil menyeberangi Cindaga, Senna dan prajuritnya belok ke kiri menyusuri
pinggir Sungai Serayu terus ke utara sampai bertemu dengan sebuah sungai yang
merupakan anak Sungai Serayu yang sangat terkenal dalam Babad Banyumas, yakni
sungai Pasinggangan dan anak sungainya, Sungai Banyumas. Tentu saja ketika
Senna tiba di tempar pertemuan antara Sungai Pasinggangan dan Sungai Banyumas, kemudian
menyeberang ke arah timur dan membangun perkemahan di situ, nama Sungai
Banyumas belum dikenal. Sebab toponim banyumas adalah toponim Jawa, bukan
toponim Sunda. Sedang pemukiman itu pada awalnya merupakan pemukiman
orang-orang Sunda Lembah Serayu. Sungai Pasinggangan pun belum dikenal juga. Pasinggangan adalah nama sungai yang diberikan sehubungan dengan perjuangan Senna, untuk merebut kembali tahta Galuh warisan ayahnya.
Rekontruksi Jejak-Jejak Pelarian Senna.
Kita
dapat dengan mudah melakukan rekonstruksi arah pelarian Senna dengan
prajuritnya sampai tiba di Cindaga. Setelah berhasil menyeberangi Citanduy,
Senna bergerak ke tenggara sampai tiba di tepi Sungai Cijolang, lalu menyeberang
sehingga tiba di Dayeuhluhur. Setelah menyeberang Sungai Cijolang, Senna
praktis sudah aman dari pasukan
Bimaraksa yang mengepung dari selatan, karena mereka ada di sebelah barat
Citanduy. Senna pun berhasil lolos dari pasukan Purbasora yang datang dari
Pasirbatang, karena mereka datang dari arah timur laut Galuh Kawali.
Dari
Dayeuhluhur, Senna terus bergerak ke timur menghindari kemungkinan dikejar
musuhnya, sampai tiba di Cukangleuleus. Desa Wanarja dan Desa Madura pada abad
ke 8 M, belum dikenal.Dari
Cukangleuleus, ada jalan ke kanan menuju Cipari, yang merupakan desa lama. Cipari
sebenarnya sudah terbentuk dan menjadi lumbung padi Kerajaan Galuh Kawali.
Budaya menanam padi, sudah masuk tanah Pasundan pada abad ke-4 M, mendahului
kebudayaan perunggu yang juga sudah masuk ke Jawa dan Bali pada awal Masehi. Hanya sebagian besar rakyat masih
hidup sebagai peladang. Tetapi toponim Cipari, membuktikan bahwa pada abad
ke-8, budaya sawah sudah dikenal Kerajaah Galuh Kawali. Tampaknya mustahil Senna
yang ahli strategi itu menuju Cipari, karena Cipari akan menuntun mereka kembali
ke tepi Citanduy. Padahal tujuan pelarian Senna justru menjauh dari Citanduy. (bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar