(Jembatan Cindaga Sungai Serayu Banyumas yang indah. Konon di sini Senna dulu mengawali petualangannya menyusuri Sungai Serayu sampai di mata airnya di kaki Gunung Dieng - Sumber Gambar Banyoemas Heritage)
Mitos Sungai Serayu
Mitos
Sungai Serayu merupakan mitos paling menarik yang sering dibicarakan
orang-orang Banyumas dan orang-orang dari Kabupaten yang dilewati sungai
terpanjang se Pulau Jawa yang mengalir ke Samudra Indonesia. Orang
Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap, hampir semuanya tahu mitos
yang rada porno, bahwa sungai Serayu berasal dari air kencing Bima. Hal itu hanyalah gara-gara di hulu Sungai Serayu di kaki selatan Gunung Dieng ada patung Bima
porno yang dikenal sebagai patung Bima lukar. Artinya Bima yang tidak pakai
busana alias telanjang. Lalu timbulah aneka macam imajinasi yang melahirkan
berbagai mitos Sungai Serayu. Dari yang
paling lucu sampai yang cukup sopan. Mata air sungai Serayu itu diberi nama Tuk
Bima Lukar. Artinya mata air Bima tak berpakaian.
Anehnya
berbagai mitos Sungai Serayu itu merupakan hasil rekaan dengan cara pandang
orang Jawa. Padahal penghuni awal Kota Banyumas bukan orang Jawa. Kota Banyumas
pada awalnya adalah pemukiman orang Sunda Lembah Serayu yang tentu saja pandai
berbahasa Sunda. Hipotesis ini bisa dibuktikan dengan banyaknya toponim kota
disekitar Kota Banyumas yang merupakan kosa kata bahasa Sunda. Kota Banyumas
mulai ramai didatangi pemukim orang Jawa, setelah Kota Banyumas jatuh dibawah
kekuasaan Kerajaan Jawa, Majapahit, pada tahun 1413 M. Tentu pada saat itu
belum dikenal kosa kata Banyumas, sebab kosa kata Banyumas baru dikenal
bersamaan dengan berdirinya Kabupaten Banyumas pada perempat akhir abad ke-16
M. Sebelumnya Kota Banyumas berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Sunda, Galuh Kawali. Padahal mitos Sungai Serayu akan lebih mudah
dimengerti, jika orang memandangnya bukan hanya dari tradisi Jawa saja. Tetapi
juga dari sudut pandang dan tradisi Sunda.
Empat
Buah Versi.
Mengetahui
berbagai versi mitos Sungai Serayu, sangat penting sebagai pembuka pintu menuju
jalan masuk mengetahui sejarah Kota Banyumas pada masa lalu. Dan akhirnya akan
memudahkan kita mengetahui sejarah berdirinya Kota Banyumas. Sesungguhnya Kota
Banyumas pada masa lalu merupakan poros
peradaban penting Lembah Serayu yang telah mempertemukan empat kebudayaan
penting di Pulau Jawa, yakni Hidu-Buddha-Isalam –Sunda dan Jawa.
1.Versi Pertama.
Konon
toponim Serayu berasal dari kosa kata sira atau kamu dan ayu atau cantik.
Alkisah diceriterkan Bima sedang bertapa di hulu Sungai Serayu dekat mata
airnya dengan menghadap ke arah Sungai Serayu. Tiba-tiba Bima melihat wanita
yang sedang mandi, tapi yang tampak hanya bagian leher ke atas. Sambil berguman
dan berdecak kagum, Bima pun berkata,” Sira Ayu!.” Lalu Bima membalikkan
badannya memunggungi wanita cantik itu, agar tidak tergoda. Dari kata-kata yang
keluar dari mulut Bima itu, terbentuklan kata Serayu yang kemudian menjadi nama
sungai tempat gadis cantik sedang mandi yang sempat dilihat Bima .
2.Versi Kedua.
Bima
dengan empat saudaranya yang dikenal sebagai Pandawa Lima, ditantang Korawa
yang berjumlah seratus untuk beradu kekuatan. Siapa yang paling kuat, Pandawa
yang Cuma lima atau Korawa yang berjumlah seratus. Yang kuat berhak mewarisi
tahta Kerajaan Hastina. Sangkuni menjadi wasit, Drona sebagai Pengamat.
Tantangan itu disambut Bima dengan dibantu empat saudaranya. Alkisah Bima
menggunakan kekuatan tapak kakinya yang bagaikan wadung itu untuk menggali tanah
hanya dengan sekali injak. Bima pun berjalan melangkah dari kaki Gunung Dieng
sampai finish di tepi Teluk Penyu. Kemudian Bima balik kembali ke tempatnya
start di kaki Gunung Dieng.
Bima
lalu mengeluarkan Phalusnya kemudian kencing untuk mengaliri sungai yang dibuat
dengan tapak kakinya. Terbentuklah mata air Sungai Serayu dan tentu saja dengan
Sungai Serayunya. Untuk mengenang jasa Bima, dibuatlah patung Bima porno di
mata air Sungai Serayu yang diberi nama
Tuk Bima Lukar. Artinya Mata Air Bima Porno alias Bima Telanjang. Versi kedua
ini tidak menceriterakan siapa pemenangnya. Pandawa atau Korawa? Rupanya
pendengar kisah dianggap sudah tahu kelicikan Sangkuni. Hasil perlombaan tidak
ada yang menang!. Masa air sungai dibuat dari air kencing? Padahal sungai
selalu dianggap suci dalam mitologi Hinduisme. Bima pun dimarahi habis-habisan
oleh Sengkuni!.
3.Versi Ketiga.
Alkisah
dalam perjalanannya berdakwah ke lereng Selatan Gunung Slamet, Sunan Kalijaga
tiba di hulu sebuah sungai yang elok yang bermata air dari kaki Gunung Slamet.
Sunan Kalijaga pun terus menyeberangi sungai yang elok itu dan bergerak ke
timur. Eh, ketemu lagi sungai yang sama eloknya dan sangat mirip. Ternyata
setelah tanya sana tanya sini, penduduk menjawab sungai yang satu itu bermata
air di kaki Gunung Dieng. Penduduk minta Kanjeng Sunan Kalijaga memberi nama
kedua sungai itu. Sunan Kali mau asal penduduk dikumpulkan dan mau mengucapkan
kalimat syahadat masuk agama Islam. Bahkan Sunan Kali akan menghiburnya dengan
mementaskan lakon wayang. Tentu saja penduduk itu girang dan lapor kepada
kepala desa.Kepala Desa pun setuju. Sunan Kali yang berkeliling untuk berdakwah
dengan membawa sejumlah tokoh wayang dan seperangkat tetabuhan ringan yang
selalu dibawa santri pengiringnya itu, mulai mendalang dengan lakon, yaitu
tadi Mbangun Narmada Serayu (Membangun
Sungai Serayu). Sebelum pertunjukan, Sunan Kali membimbing seluruh penduduk
yang hadir yang dipimpin kepala desa, mengucapkan kalimat Syahadat.
Alkisah dalam pentasnya Sunan Kali
berceritera, Pandawa dan Kurawa mengikuti Sayembara yang dibuat Pendeta Drona,
yakni membuat narmada atau sungai yang harus berakhir di Bengawan Silugangga
yang berada di arah barat daya. Sangkuni yakin Korawa akan memenangkan
sayembara, karena jumlah korawa 100 sedang Pandawa hanya 5 orang. Sekalipun
begitu Sengkuni yang licik dan bertindak sebagai wasit, menetapkan tempat start Bima Cs di kaki gunung sebelah
timur. Duryudana Cs tempat startnya
di kaki gunung sebelah baratnya. Ke dua sungai harus berakhir di tempat finish yang sama, yakni di Bengawan
Silugangga. Dengan diberi tempat start
di timur, tentu saja panjang sungai yang harus dibuat Bima Cs lebih panjang.
Tapi Bima cs tidak protes. Perlombaan pun dimulai. Dalam waktu singkat Bima Cs
sudah berhasil menggali tiga perempat panjang galian, sedang Duryudana Cs
sepertiganya pun belum.
Karena
takut kalah, Sengkuni membisiki Duryudana agar membelokkan arah galian sungai
menuju ke arah galian sungai yang telah dibuat Bima cs. Maka ketika penggalian
Bima cs tiba di tempat finish. Kurawa langsung bersorak, dan merasa menang,
karena korawa berhasil menyambungkan sungai galiannya dengan sungai galian Bima
cs.
Sang
Guru Drona pun datang setelah dilapori bahwa
pertandingan telah selesai. Akhirnya Sangkuni memutuskan hasil pertandingan
tidak ada yang kalah dan yang menang, sebab selesainya sama-sama. Dan kedua
galian itu juga sama-sama memenuhi syarat perlombaan, yaitu pada akhirnya
bermuara di Bengawan Silugangga. Korawa buru-buru pergi karena takut ditantang
Arjuna untuk mengairi sungai buatannya.
Sang
Guru Drona memerintahkan Arjuna agar membuat mata air di kedua hulu sunga itu.
Dengan menggunakan panah sakti, Arjuna membuat mata air di hulu sungai yang
dibuat Bima dengan panah saktinya, maka terbentuklah mata air jernih yang
segera mengisi sungai buatan Bima. Dengan menggunakan panah saktinya pula, atas
perintah Sang Guru Drona, Arjuna membuat mata air di hilir sungai yang dibuat
Duryudana. Terbentuklah mata air yang sama jernihnya karena berasal dari mata
panah yang sama. Sang Guru Drona kagum atas keindahan dua sungai kembar yang
elok itu. Yang kemudian diberi nama
Narmada Serayu. Tidak dijelaskan siapa yang memberi nama anak Sungai Serayu yang dikenal penduduk sebagai Sungai Klawing itu.
Sunan
Kali sebelum menutup pementasan, menggambarkan dua sungai kembar Serayu - Klawing dengan
kata-kata sbb : "Pinda suruh lumah lan
kurebe. Sinawang seje rupane, ginigit pada rasane". /" Bagaikan daun sirih. Jika dipandang bagiam
muka dan bagian sebaliknya tampak berbeda. Tetapi jika digigit akan sama
rasanya.'
Tentu yang dimaksud dengan Sunan Kali adalah Sungai Serayu dengan anak Sungai Serayu/ Sungai Klawing. Anak juga bisa mirip dengan bapaknya. Tetapi posisi sungai yang kembar itu, digunakan Sunan Kali untuk mengenalkan dua konspep ajaran yang hanya berbeda ucapannya tetapi hakekatnya satu. Yakni Tuhan dengan Rasulnya. yang tak terpisahkan dalam satu kalimat tauhid terdiri dari dua lafal Kalimat Syahadat. Juga konsep rukun yang tercermin dalam Rukun Iman dan Rukun Islam. Kelihatannya ada dua rukun Islam. Tapi sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Demikian pula konsep Syariat. Ada dua syariat, yakni Syariat lahir dan Syariat batin. Padahal hakekatnya juga satu, yakni Syareat Islam. Secara ringkas Sunan Kali hendak menjelaskan dua kalimat syahadat yang telah diucapkan para penonton, yang telah menjadi pemeluk Islam.
Tentu yang dimaksud dengan Sunan Kali adalah Sungai Serayu dengan anak Sungai Serayu/ Sungai Klawing. Anak juga bisa mirip dengan bapaknya. Tetapi posisi sungai yang kembar itu, digunakan Sunan Kali untuk mengenalkan dua konspep ajaran yang hanya berbeda ucapannya tetapi hakekatnya satu. Yakni Tuhan dengan Rasulnya. yang tak terpisahkan dalam satu kalimat tauhid terdiri dari dua lafal Kalimat Syahadat. Juga konsep rukun yang tercermin dalam Rukun Iman dan Rukun Islam. Kelihatannya ada dua rukun Islam. Tapi sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Demikian pula konsep Syariat. Ada dua syariat, yakni Syariat lahir dan Syariat batin. Padahal hakekatnya juga satu, yakni Syareat Islam. Secara ringkas Sunan Kali hendak menjelaskan dua kalimat syahadat yang telah diucapkan para penonton, yang telah menjadi pemeluk Islam.
Kisah
terjadinya Narmada Serayu yang dipentaskan Sunan Kali - bisa jadi malah tempat
pentasnya di Pendapa Kadipaten Wirasaba, tidak lama setelah Adipati Wirasaba
V masuk Islam- bukan lakon carangan Sunan
Kalijaga. Kisah itu memang ada dalam Mahabharata. Narmada Serayu dilukiskan
sebagai narmada yang dibuat Bima cs dan bermuara di Sungai Gangga. Sungai Serayu
dalam Mahabharata adalah anak Sungai
Gangga. Sunan Kali hanya memindahkan lakon itu
ke pulau Jawa.
Ketika Sunan Kali berdakwah ke daerah
Purbalingga dan Wirasaba, nama Sungai Serayu sudah di kenal orang. Hanya
saja Sunan Kali baru melihatnya karena
baru pertama kali itulah dia mengunjungi daerah itu. Saat itu Sunan Kali
mendapat tugas dari Sultan Trenggono untuk mengislamkan daerah-daerah yang baru
saja ditaklukkan Demak.
Sunan
Kali benar ketika mengisahkan bahwa pemberi nama Sungai Serayu dalam kisah
Mahabharata adalah gurunya Pandawa dan Korawa, yakni Dahyang Drona. Dan
pembuatnya adalah Bima dan Arjuna. Tentu keliru bila ada orang yang menganggap pemberi
nama Sungai Serayu di Pulau Jawa adalah Sunan Kali. Bukan!. Sunan Kali hanya
mementaskan lakon terbentuknya Sungai Serayu menurut Mahabharata yang
dipindahkan tempatnya ke Pulau Jawa. Tepatnya Jawa Tengah. Dalam kisah di atas,
Segara Anakan, tempat Sungai Serayu bermuara, dianggap sebagai Sungai Gangga Pulau Jawa.
4.Versi Keempat
Versi
keempat ini berasal dari Pentas Wayang Kulit Dalang Gino pada ulang tahun
Tamansiswa di Perguruan Tamansiswa Teluk
Betung yang dihadiri dan disponsori Gubernur Lampung Yassir Hadiboto. Gubernur
Yassir Hadibroto yang asli Kroya itu minta lakon yang diberinya judul Banjaran
Sungai Serayu.
Saat
itu lakon jenis Banjaran sedang ngetrend gara-gara Dalang Narto Sabdo yang
senang menciptakan lakon wayang dengan judul Banjaran, yang diartikannya
sebagai biografi dari tokoh-tokoh wayang sejak lahir sampai meninggal. Dalang
Gino yang mantan Guru SD itu, tentu tidak kekurangan akal. Dia menggabungkan
lakon lahirnya Abimnyu dengan terjadinya Narmada Serayu menurut Kitab Mahabhara
sebagaimana yang telah dipentaskan Sunan Kali di atas.
Alkisah
setelah Sungai Serayu terbentuk Arjuna meminang Dewi Sumbadra, adik Sri Batara
Kresna. Arjuna pun memasuki masa bulan madu. Tetapi Bima malah bertapa di dekat
mata air Sungai Serayu, memohon kepada Sang Hyang Syiwa agar dirinya diberi
wahyu kedaton, sehingga bisa unggul dalam Perang Bharatayuda melawan Korawa.
Arjuna
pun sebenarnya ingin bertapa, dengan maksud yang sama dengan Bima. Tapi apa boleh
buat. Masih pengantin baru, masa Sumbadra
ditinggal bertapa. Bisa-bisa Sumbadra ngambek berat dan Arjuna bisa dibuatnya
pusing tujuh keliling. Akhirnya Arjuna hanya bisa pasrah.
Tapi
Kresna kakak Sumbadra, ternyata berharap agar wahyu kedaton itu jatuh kepada
keturunan Arjuna mumpung masih sedang bulan madu dengan adiknya. Kresna tahu
wahyu kedaton sudah masuk ke dalam raga Bima. Tetapi tapa Bima belum genap
empat puluh hari. Jadi masih ada peluang wahyu itu pergi meninggalkan Bima.
Kresna
pun cari akal. Arjuna diberitahu bahwa kegemaran Sumbadra waktu mengungsi di
Widarakandang mandi di sungai dan ternyata diam-diam Subadra penggemar berat berenang di sungai. Arjuna lalu
dibujuk Kresna jika ingin salah seorang
keturunannya kelak bisa menduduki tahta warisan leluhurnya, harus membiarkan Sumbadra
mandi di Sungai Serayu di depan Bima yang sedang bertapa. Tentu harus dicarikan
tempat untuk mandi yang nyaman, sehingga Subadra tidak bisa melihat Bima. Tetapi Bima
bisa melihat Subadra. Arjuna yang cerdas segera tahu siasat Kresna. Wahyu yang
sudah ada di dalam raga Bima harus dipancing supaya keluar dan masuk ke dalam
tubuh Subadra yang tengan berbulan madu dengan Arjuna.
Singkat
ceritera Sumbadra gembira sekali ketika diajak berbulan madu ke tepi hutan
dekat mata air Sungai Serayu yang airnya sangat jenih. Sumbadra yang gemar
berenang itu langsung ingat masa-masa indah di Widarakandang. Mandi dan berenang
di sungai dengan bebas tanpa ada yang
mengganggunya. Arjuna lalu membangun
sebuah pesanggrahan sementara tidak jauh dari tempat tapa Bima.
Saat itu kebiasaan pasangan pengantin baru
para ksatria, kalau berbulan madu bukannya pergi ke mall di negeri lain. Tetapi
cukup masuk hutan. Rama dengan Sinta, juga mengawali bulan madunya dengan masuk
hutan Dandaka. Maka Arjuna dan Subadra pun dikisahkan Ki Dalang Gino berbulan
madu di hutan dekat mata air Sungai Serayu, tidak jauh dari tempat Bima
bertapa.
Mula-mula
Arjuna menemani Sumbadra mandi di sungai yang jernih airnya hasil karya bersama
kakaknya itu. Lama-lama Arjuna pura-pura malas mandi, dan membiarkan Subadra
mandi sendirian. Tapi Arjuna berjanji akan menjaganya. Tentu saja di tempat
yang tidak bisa dilihat Bima. Sumbadra yang tidak tahu ada sepasang mata lelaki
lain selain Arjuna yang bisa melihatnya, mandi dengan bebas dan gembira
berenang kian kemari dengan sepuas-puasnya. Pada saat itu pakain renang belum
diciptakan orang.
Bima
yang sedang tapa dan hampir memasuki hari keempat puluh, takjub seketika
melihat Subadra yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan sedang mandi dalam keadaan torso di depan
matanya. Maklum sudah sebulan lebih meninggalkan Arimbi, kata Dalang Gino.
Tidak tahan melihat kecantikan Sumbadra, seketika kama alias sprema Bima
terlepas seketika memacar bagaikan hujan butiran-butiran mutiara berkilauan yang
berjatuhan ke sungai Serayu, tepat mengenai Sumbadra yang kebetulan sedang
menyelam. Sumbadra yang tidak tahu air disekitranya sudah tercampur kama Bima,
masih asyik terus saja mandi dengan menyelam dan berenang. Bersamaan dengan
lepasnya kama Bima, wahyu kedaton yang ada di dalam raga Bima ikut keluar
mengikuti kama Bima yang terpancar, akhirnya wahyu kedaton masuk ke dalam tubuh
Sumbadra.
Bima
segera menyadari kegagalannya. Lalu cepat-cepat pulang ke Pringgondani menemui
istrinya Arimbi yang tentu saja sudah lama menunggunya. Bayangan Subadra dalam
benak Bima lenyap seketika begitu ketemu Arimbi yang tidak kalah cantiknya
dengan Subadra, kata Dalang Gino menghibur Bima yang menerima kegagalan tapanya
sebagai takdir yang telah dikehendaki para dewa.
Tak
lama kemudian bulan madu Arjuna-Arimbi membawa hasil. Sumbadra hamil. Ketika
melahirkan, bayinya laki-laki sangat cakap. Wajahnya mirip Bima. Lainnya adalah
replika Arjuna. Kresna yang diminta memberikan nama, memberinya nama, Abimanyu.
Artinya, Anak Bima di dalam Banyu. Putra Bima di dalam air Sungai Serayu. Mungkin maksudnya adalah anak Bima hasil persanggamaan imajinatif antara Bima - Sumbadra. Secara rokhani, Abimanyu adalah anak Bima.Tapi secara fisik biologis, anak Arjuna.
Kelak tahta Kerajaan Hastina pura memang jatuh ketangan Parikesit, cucu Arjuna dari Raden Abimanyu dengan Dewi Utari. Parikesit di percaya menurunkan Raja Kediri Jayabaya dan raja-raja Surakarta-Yogyakarta. Tetapi ayah Parikesit, Abimanyu lahirnya di Banyumas, tidak jauh dari Sungai Serayu.Bahkan anak bersama Bima dan Arjuna.
Secara simbolik lakon Banjaran Sungai Serayu itu ingin menjelaskan bahwa leluhur wong Banyumas yang tinggal di sepanjang Lembah Serayu adalah orang Pandawa, yakni Bima dan Arjuna. Pesan moralnya, wong Banyumas dimana saja berada harus menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilia ksatria seperti Bima dan Arjuna. Sakti atau trampil-cekatan, cerdas, jujur, setia kepada negara, dan tanah air. Tentu saja jangan suka korupsi dan jangan suka selingkuh. Kalau mau selingkuh ya dalam khayalan aja seperti Bima....tapi supaya tidak kebablasan harus cepat-cepat ingat istri tercintanya. Bukankah Bima langsung pulang ke Pringgodani untuk menemui Arimbi istri tercintanya agar bayangan Sumbadra dalam khayalnya cepat menghilang? Itulah barangkali pesan moral yang ingin disampaikan dalang kondang dari Banyumas itu.
Kelak tahta Kerajaan Hastina pura memang jatuh ketangan Parikesit, cucu Arjuna dari Raden Abimanyu dengan Dewi Utari. Parikesit di percaya menurunkan Raja Kediri Jayabaya dan raja-raja Surakarta-Yogyakarta. Tetapi ayah Parikesit, Abimanyu lahirnya di Banyumas, tidak jauh dari Sungai Serayu.Bahkan anak bersama Bima dan Arjuna.
Secara simbolik lakon Banjaran Sungai Serayu itu ingin menjelaskan bahwa leluhur wong Banyumas yang tinggal di sepanjang Lembah Serayu adalah orang Pandawa, yakni Bima dan Arjuna. Pesan moralnya, wong Banyumas dimana saja berada harus menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilia ksatria seperti Bima dan Arjuna. Sakti atau trampil-cekatan, cerdas, jujur, setia kepada negara, dan tanah air. Tentu saja jangan suka korupsi dan jangan suka selingkuh. Kalau mau selingkuh ya dalam khayalan aja seperti Bima....tapi supaya tidak kebablasan harus cepat-cepat ingat istri tercintanya. Bukankah Bima langsung pulang ke Pringgodani untuk menemui Arimbi istri tercintanya agar bayangan Sumbadra dalam khayalnya cepat menghilang? Itulah barangkali pesan moral yang ingin disampaikan dalang kondang dari Banyumas itu.
Tentu saja Gubernur
Lampung Yassir Hadibroto puas dengan pagelaran wayang dengan lakon Banjaran
Sungai Serayu yang dibawakan Dalang Kondang dari Notog Banyumas, yang rumahnya hanya beberapa kilometer dari Sungai
Serayu. Nilai-nilai moral yang disampaikan melalui media wayang kulit sampai ke benak pubik yang menonton pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
Mengenang Perjuangan Sang Senna
Dari
keempat mitos terjadinya Sungai Serayu yang bersumber dari tradisi Jawa itu , belum
mengungkapkan secara historis, siapakah
tokoh sejarah yang memberi nama Sungai Serayu? Semua mitos di atas, dengan
beragam versinya, menyebut Bima dan Arjuna sebagai tokoh penting yang membuat
Sungai Serayu. Sedang Dahyang Drona yang memberi nama Sungai Serayu. Tapi itu
kan kisah wayang. Lalu siapa yang membuat Sungai Serayu yang bermata air di
kaki Gunung Dieng?
Ahli geologi dan hidrologi pun tak akan bakal mampu menjawabnya. Jawaban paling mudah, yang membuat Sungai Serayu pastilah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tapi siapa orang yang memberi nama Serayu atau Ciserayu kepada sungai terpanjang di Pulau Jawa yang mengalir ke selatan itu? Tradisi Jawa tidak menjawabnya. Tapi tradisi Sunda mampu menjawabnya.
Ahli geologi dan hidrologi pun tak akan bakal mampu menjawabnya. Jawaban paling mudah, yang membuat Sungai Serayu pastilah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tapi siapa orang yang memberi nama Serayu atau Ciserayu kepada sungai terpanjang di Pulau Jawa yang mengalir ke selatan itu? Tradisi Jawa tidak menjawabnya. Tapi tradisi Sunda mampu menjawabnya.
Patung
Bima lukar yang ada di dekat salah satu mata air Sungai Serayu itu sebenarnya dibuat untuk
mengenang Senna, ayah Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Hindu. Pembuatan patung
Bima Lukar itu atas perintah Rake Sanjaya. Patung aslinya kemungkinan sudah
raib. Yang ada hanya replikanya.
Phalus
Bima yang tampak secara menyolok adalah lambang lingga, simbol pemujaan kepada
Sang Hyang Syiwa, sebagai Dewa Tertinggi agama Hindu aliran Syiwa. Kerajaan
Mataram Hindu menganut agama Hindu Syiwa, sama dengan agama Kerajaan Hindu
Galuh Kawali, Kerajaan Pajajaran, dan Kerajan Majapahit, sekalipun corak agama
Kerajaam Majapahit sudah terpengaruh agama Budha Tantrayana. Nama lain Bima
adalah Sena dan nama lain Sanjaya adalah Arjuna. Dalam Mahabharata, Bima dan
Arjuna membangun Sungai Serayu. Dalam tradisi Sunda Carita Parahiyangan, Senna
dan Sanjaya membangun Kerajaan Mataram Hindu. Memang pusat Kerajaan Mataram
Hindu, sebagaimana tradisi kerajaan-kerajaan kuno, sering kali berpindah
pindah, sehingga letak pusat Kerajaan Mataram yang tepat, sukar ditetapkan dan
semuanya bersifat hipotetis. Tetapi Ibu Kota Mataram Hindu awal dapat dipastikan
tidak jauh dari lereng selatan kaki pegunungan Dieng. Di dataran Dieng banyak
sekali patung-patung peninggalan Kerajaan Mataram Hindu. Kemudian pusat
kerajaan pindah ke muara Sungai Bogowonto. Lalu pindah menyeberang ke timur,
muncul di muara sungai Progo. Kemudian muncul lagi di Sleman. Konon akhirnya pernah muncul juga di Pajang. Itu sebabnya
Pajang pernah dipertimbangkan Amangkurat II menjadi Ibu Kota Mataram Islam
setelah pindah dari Plered, sebelum akhirnya pilihannya jatuh di Kartosuro.
Tetapi
De Graaf membantah bahwa Rake Sanjaya
pernah memindahkan pusat Mataram Hindu ke Pajang. Menurut De Graaf, Rake Sanjaya
hanya membangun pesanggrahan sementara di Pajang sebagai bagian dari operasi
penaklukan dan ekspansi Kerajaan Mataram Hindu ke wilayah pedalaman Jawa Tengah
dan Jawa Timur.
Tapi bisa jadi Amangkurat II betul. Karena Ki
Ageng Pamanahan, Pendiri Dinasti Mataram Islam yang tempat tinggal orang tuanya
tidak jauh dari Pajang, ternyata mengenal dengan baik Kerajaan Mataram Hindu. Satu-satunya
alasan Amangkurat II batal memilih Pajang, hanya karena Adiwijaya Joko Tingkir
pernah membangun Kerajaan Pajang di situ. Amangkurat II tidak mau kebesaran
Kerajaan Mataram Islam tenggelam oleh masa lalu Kerajaan Pajang.
Prasasti Canggal berangka tahun 654 Saka atau 732 M, menyebutkan bahwa letak Ibu Kota Mataram Hindu yang didirikan Rake Sanjaya adalah di Kunjarakunjadesa. Disebutkan dalam prasasti tersebut bahwa Sanjaya membuat pemujaan untuk memuja Dewa Syiwa dengan mendirikan sebuah lingga di atas Bukit Sthirangga. Di mana letak Kunjarakunjadesa? Para ahli belum menemukan kata sepakat. Semua masih bersifat hipotetis. Dr.Purbocaroko menyebutnya Sleman sebagai pusat Mataram Kuno. Sebab Sleman berasal dari kata Saliman. Tetapi ilmuwan yang lain membatahnya. Bukan saliman asal muasalal sleman, tapi toponim sleman berasal dari kata salimaR, salah satu nama dari jenis tanaman hias atau bunga.
Bagaimana kalau letak Kunjarakunjadesa itu di Kebasen karena di sana ada Sungai Gajah? Ini juga tidak mungkin. Bisa jadi Kunjarakunjadesa itu menunjukkan pusat Mataram Hindu awal di kaki Gunung Dieng. Ya tidak jauh dari patung Bima lukar itu. Bukankah lingga Bima pada patung Bima lukar sengaja ditonjolkan sebagai simbol pemujaan kepada Sang Hyang Syiwa? Riwayat Bima juga erat hubungannya dengan Gajah, yakni Gajah Sena dalam lakon Bima Bungkus.
Prasasti Canggal berangka tahun 654 Saka atau 732 M, menyebutkan bahwa letak Ibu Kota Mataram Hindu yang didirikan Rake Sanjaya adalah di Kunjarakunjadesa. Disebutkan dalam prasasti tersebut bahwa Sanjaya membuat pemujaan untuk memuja Dewa Syiwa dengan mendirikan sebuah lingga di atas Bukit Sthirangga. Di mana letak Kunjarakunjadesa? Para ahli belum menemukan kata sepakat. Semua masih bersifat hipotetis. Dr.Purbocaroko menyebutnya Sleman sebagai pusat Mataram Kuno. Sebab Sleman berasal dari kata Saliman. Tetapi ilmuwan yang lain membatahnya. Bukan saliman asal muasalal sleman, tapi toponim sleman berasal dari kata salimaR, salah satu nama dari jenis tanaman hias atau bunga.
Bagaimana kalau letak Kunjarakunjadesa itu di Kebasen karena di sana ada Sungai Gajah? Ini juga tidak mungkin. Bisa jadi Kunjarakunjadesa itu menunjukkan pusat Mataram Hindu awal di kaki Gunung Dieng. Ya tidak jauh dari patung Bima lukar itu. Bukankah lingga Bima pada patung Bima lukar sengaja ditonjolkan sebagai simbol pemujaan kepada Sang Hyang Syiwa? Riwayat Bima juga erat hubungannya dengan Gajah, yakni Gajah Sena dalam lakon Bima Bungkus.
Sejak
pusat Kerajaan Mataram Hindu pindah ke timur Sungai Bogowonto, Carita
Parahiyangan memang langsung bungkam, tidak lagi menyebut nama Rake Sanjaya.
Kemungkinan Rake Sanjaya sudah dianggap sebagai Si Anak Hilang dari leluhur
ayahnya yang orang Sunda dan kembali ke dalam pelukan leluhur ibunya yang orang
Jawa. Menurut Naskah Wangsakerta, nenek buyut Rake Sanjaya dari pihak Ibunya,
adalah Ratu Sima, Penguasa Kerajaan Kalingga.
Tradisi Jawa dan Banyumas mengenal dengan baik
Sanjaya. Tetapi nyaris tidak mengenal tokoh Senna. Juga Profesor Dr.Sugeng
Priyadi, M.Hum yang rajin melakukan
penelitian secara sintaktis aneka ragam Babad Banyumas. Dalam salah satu
tulisannya, mengenal Sanjaya, tapi tidak mengenal Senna. Beliau menulis sbb :
“Jika
gugusan percandian di Kedunguter dianggap sebagai bangunan suci Siwa, maka
bangunan tersebut dikelilingi oleh Serayu dan sungai-sungai yang bermata air
dari Sumur Mas. Kedua prasasti tersebut kiranya sedang mengenangkan daerah lama
yang pernah ditempati atau dilalui Sanjaya
dari Galuh menuju ke Merbabu-Merapi”( Sugeng Priyadi, Hari Jadi Kabupaten
Banyumas:54,SIP Publishing-Purwokerto,2015).
Tokoh
itu bukan Sanjaya, tapi Senna. Sanjaya tidak pernah tinggal di
Kedunguter dan melakukan perjalanan dari Galuh menuju ke Merbabu-Merapi. Nama
Ciserayu adalah nama yang diberikan Senna ketika dia dalam pelariannya dari
Galuh Kawali tiba di tempat penyebrangan Cindaga. Senna selamat menyeberangi
sungai yang mata airnya di kaki Gunung
Suci Dieng. Orang Banyumas bilang, ”Rahayu”. Senna dan pengiringnya berkata,
”Sirrhayu”. Senna dan pasukannya yang setia memang selamat dari pengejaran
pasukan Purbasora. Maka sungai suci yang telah menyelamatkan dirinya itu diberi
nama, Ciserayu. Artinya Sungai yang telah menyelamatkan dirinya, pasukannya dan
tentu saja masa depannya.
Senna tidak
membangun perkemahan di Kedunguter. Tetapi di suatu tempat yang telah banyak
dibicarakan oleh banyak Penulis Babad Banyumas dan juga dilukiskan dengan baik
sekali oleh Sugeng Priyadi, “Tempat pertemuan Sungai Banyumas dengan Sungai
Pasinggangan”. Ya, ditempat itulah Senna membangun perkemahannya. Kelak di tempat itu salah seorang keturunannya trah
Pajajaran dan trah Galuh, mengenangkan
daerah lama yang pernah di tempati Sang Senna dan prajurit setianya
dengan membangun sebuah kota baru sebagai rumah sebuah kabupaten..Keturunan
Senna itu tidak lain adalah Adipati Wirasaba VII Jaka Kahiman Adipati Mrapat!
Pada dasarnya, Jaka Kahiman juga meneladani Rakean Banga, yang juga leluhurnya.
Wallahualam [bersambung][]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar