Entri yang Diunggulkan

In Memoriam : Dra.Hj.Sri Aslichah, Srikandi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor, Banyumas (02)

Dalam diri Bu Hajjah Sri Aslichah, memang mengalir darah Muhammadiyah dari ayahnya, Bapak Kaswan Abusoli. Ayahnya pada waktu muda adal...

Senin, 04 Januari 2016

Kerajaan Islam Samudra Pasai dan Dewan Walisongo I(01)

Kerajaan Islam Samudra Pasai  


  Kerajaan Islam Samudra Pasai (1250 - 1524 M), tercatat dalam sejarah  sebagai Kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara. Namun ada peran penting yang agak terlupakan oleh ahli-ahli sejarah. Bahkan oleh ahli sejarah Islam sendiri.  Peran penting yang agak terlupakan itu adalah Dewan Walisongo angkatan pertama, terbentuknya bukan di Jawa atau apalagi di Turki. Tetapi di Samudra Pasai!.

Studi tentang sejarah Walisongo, sekalipun sudah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli maupun peminat Sejarah Islam dan kaum cerdik pandai, ternyata hasilnya belum memuaskan. Hingga sekarang, masih banyak hal yang belum jelas. Terutama jika ditinjau dari sudut sejarah.

 Kapan pertama kali organisasi para mubaligh Islam itu terbentuk dan dimana terbentuknya? Siapa pelopornya dan kapan masa hidup Walisongo, terutama tokoh Walisongo yang dikenal sebagai Sembilan Wali yang sangat terkenal di Pulau Jawa?Apakah jumlah tokoh Walisongo memang hanya sembilan orang? Atau lebih ? Semua pertanyaan-pertanyaan penting dari sudut Ilmu Sejarah itu, ternyata merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab.

Padahal dengan sedikit mendalami sejarah Kerajaan Islam Samudra Pasai, misteri kapan, dimana dan siapa tokoh-tokoh yang memegang inisiatip membentuk Dewan Walisongo, akan dapat terkuak sedikit demi sedikit. .Karena itu dibawah ini akan kita bicarakan  secara sepintas kilas perkembangan  Kerajaan Islam Pasai (1250-1524 M) di Sumatra Utara. Kemudian akan kita bicarakan juga Kerajaan Islam Malaka (1400-1511 M) di Semenanjung Malaka. Demikian pula Kerajaan Islam Demak (1481-1546 M), yang merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Dengan tinjauan secara sepintas kilas itu, maka Panggung Sejarah tempat Walisongo melaksanakan misi mulianya yakni melancarkan dakwah Islam di Pulau Jawa akan lebih mudah dipahami.

 Peta Nusantara, ketika Kerajaan Maritim Majapahit menjadi salah satu poros maritim dunia di Asia Tenggara. Hanya Pajajaran dan Kerajaan Islam Malaka yang mampu membendung hegemoni Kerajaan Majapahit.

 Kerajaan Islam Samudra Pasai di dirikan oleh Marah Silu, pada pertegahan abad ke 13 M dan   mencapai puncak kejayaannya pada paruh pertama abad ke 14 M. Menurut penelitian Teuku Iskandar dalam bukunya Kesusastraan Klasik Melayu Sepanjang Abad (Penerbit Libra, Jakarta, 1996), raja Samudra Pasai berturut-turut adalah sbb :

(1) Sultan Malikul Saleh (1250 – 1297 M), (2) Sultan Malikul Dzahir (1297 – 1326 M ), (3) SultanMuhammad Dzahir (1326 – 1354 M), (4) Sultan Ahmad Jamaluddin (1354 – 1383 M), (5) Sultan Zainal Abidin (1383 -1405 M), dan (6) Sultanah Bahiah (1405 – 1428 M).

Sementara itu Wikipedia Indonesia menyebutkan susunan raja-raja Pasai dengan agak lengkap, tetapi nampaknya masih perlu mendapat penilaian secara kritis. Di bawah ini adalah susunan raja-raja Pasai menurut penulis anonim dalam Wikipedia Indonesia yaitu:

 (1) Sultan Malik as-Saleh (1267-1297 M), (2) Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297-1326 M), (3) Sultan Mahmud Malik az-Zahir (1326-1345 M), (4) Sultan Ahmad Malik az-Zahir (1345-1383 M), (5) Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir (1383-1405 M), (6) Sultanah Nahrasiyah (1405- 1412 M), (7) Sultan Sallah ad-Din (1405-1412 M) yang menikahi Sultanah Nahrasiyah, (8) Sultan Abu Zaid Malik az-Zahir ( 1412-1455 M), (9) Sultan Mahmud Malik az-Zahir II ( 1455-1477 M), (10) Sultan Zain al-Abidin II-Ibnu Mahmud Malik az-Zahir (1477 -1500 M), (11) Sultan Abdul-al Allah Malik az-Zahir (1500-1513 M) dan (12) Sultan Zain al-Abidin III (1513-1524M).

Dari kedua susunan raja-raja Pasai itu sampai dengan tahun 1405 M, praktis tak ada perbedaan yang berarti. Perbedaan baru terjadi setelah wafatnya Sultan Pasai ke-5, Sultan Zaenal Abidin yang wafat tahun 1405 M.

Menurut Teuku Iskandar, pengganti Sultan Zaenal Abidin adalah Sultanah Bahiah, putri dari Sultan Zaenal Abidin. Akan tetapi menurut penulis anonim dalam Wikipedia, pengganti Sultan Zaenal Abidin adalah Sultanah Nahrasiyah, yang merupakanjanda Sultan Zaenal Abidin. Janda Sultan Zaenal Abidin ini kemudian menikah dengan Sultan Sallah ad-Din yang memerintah bersama-sama sampai tahun 1412 M. Kemudian mereka berdua digantikan oleh Sultan Abu Zaid Malik az-Zahir yang memerintah cukup lama, sampai tahun 1455M. Benarkah informasi oleh penulis anonim dalam Wikipedia Indonesia?

 Berdasarkan adat dan tradisi penggantian tahta yang ada dalam sistem pemerintahan dengan bentuk kerajaan, tidak lazim seorang janda sultan menggantikan kedudukan suaminya, apalagi kemudian menikah lagi dengan orang lain dan bersama-sama memerintah. Karena itu, keterangan Teuku Iskandar lebih dapat dijadikan pegangan karena lebih mendekati tradisi yang berlaku, yakni Sultanah Bahiah adalah putri dari Sultan Pasai ke-5, Sultan Zaenal Abidin yang menjadi Sultanah Pasai karena menggantikan ayahnya yang wafat. Lagi pula pendapat Teuku Iskandar didukung bukti sejarah berupa makam Sultanah Bahiah yang menyebutkan wafatnya pada tahun 1428 M.

Dengan demikian, Sultanah Nahrasiyah, identik dengan Sultanah Bahiah, putri Sultan Zaenal Abidin, bukan istrinya atau jandanya. Adapun Sultan Sallah ad-Din atau Salahuddin, adalah suami Sultanah Bahaiah atau Sultanah Nahrasiyah yang merupakan menantu Sultan Zaenal Abidin.

Rupanya Sultan Zaenal Abidin tidak punya putra mahkota, sehingga ketika dia wafat yang menggantikan adalah putri tunggalnya dari permaisuri, Sultanah Bahiah. Sultan Zaenal Abidin rupanya punya putra dari seorang selir, yakni Jumadilkubro yang kelak menjadi ulama besar dan dia lebih tertarik pada dakwah agama Islam dari pada mengendalikan pemerintahan. Adapun Sultan Salahuddin adalah panglima perang Kerajaan Samudra Pasai yang cakap.Tetapi pada waktu mencoba menaklukkan Nuku yang berada di wilayah Aceh, dia gugur di medan pertempuran. Peristiwa ini membuat Sultanah Bahiah amat sedih. Lalu dia berujar, bila ada perwira yang mampu membalaskan sakit hatinya dengan menaklukkan kembali Nuku, Sultanah Bahiah, bersedia menjadi istrinya. Tantangan itu dijawab oleh Abu Zaid Malik az-Zahir yang berhasil menaklukkan kembali Nuku. Dan dengan sendirinya dia menikahi Sultanah Bahiah sampai Sang Ratu itu wafat pada tahun 1428 M.

 Sultan Abu Zaid Malik az-Zahir, naik tahta menggantikan istrinya menjadi Sultan Pasai sampai tahun 1455 M. Dari perkawinan Sultanah Bahiah dengan suaminya yang pertama, Sultan Salahuddin, dikarunia seorang putri yang menikah dengan Sultan Malaka Iskandar Syah (1414-1424 M). Nampaknya perkawinan Sultanah Bahiah dengan suaminya yang ke dua itu, tidak dikaruniai keturunan. Karena pada tahun 1412 M, Sultanah Bahiah sudah berusia antara 42 – 45 tahun, sehingga kecil kemungkinannya mendapatkan keturunan.

 Sejak pertengahan abad ke-15 M, Samudra Pasai dipimpin oleh penguasa yang kurang cakap sehingga mengalami kemunduran. Sekalipun begitu Samudra Pasai masih bertahan dalam posisinya sebagai pusat dakwah Islam di Asia Tenggara yang tetap tak tergoyahkan sampai tahun 1521 M. Pada tahun 1521M Samudra Pasai diserang Portugis. Penguasa Pasai mengungsi ke Aceh yang saat itu mulaimuncul menjadi Kerajaan Islam terkuat di Asia Tenggara. Akhirnya Portugis bisa diusir dari Samudra Pasai pada tahun 1524 M dan Kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara itu pun diintegrasikan kedalam Kesultananan Aceh. Sejak itu peran Samudra Pasai sebagai pusat dakwah dan studi ilmu-ilmu Keislaman di Asia Tenggara pelan-pelan memudar dan surut dari panggung sejarah.

Menurut Dr.Hamka, yang mengutip dari kitab Hikayat Raja-raja Pasai (HRP), pendiri Kerajaan Islam Samudra Pasai adalah Marah Silu, seorang Kepala Suku di Samudra Pasai. Suatu saat dia ditemui seorang pendakwah dari Makkah yang bernama Syekh Ismail yang ditemani seorang ahli tasawuf asal Malabar, India. Ahli tasawuf ini bisa berbahasa Melayu dan sudah sering bolak-balik melakukan perjalanan Malabar dan Aceh. Saat itu di sepanjang Pantai Aceh dan Sumatra Timur sudah ada komunitas yang beragama Islam yang bermukim di sepanjang kota-kota pantai.

Marah Silu diajaknya oleh Syekh Ismail agar masuk Islam dan membangun sebuah Kerajaan Islam. Ternyata dia bersedia masuk Islam. Maka hari itu juga dia beserta seluruh penduduk kampung Pasai di Islamkan dan berdirilah Kerajaan Islam Samudra Pasai. Marah Silu dinobatkan oleh Syekh Ismail sebagai raja dengan gelar Sultan Malikul Saleh.

Sejak itu Samudra Pasai terus berkembang menjadi kerajaan yang makmur. Puncak kejayaannya tercapai pada masa Sultan Malikul Dzahir (1297 – 1326 M) dan Sultan Muhammad Dzahir (1326 – 1354 M). Berdirinya Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara, langsung memperkuat mata rantai jaringan dari kota-kota kerajaan Islam di Asia Selatan dan Tenggara yang diawali dari Kota Baghdad, lalu menyusul Delhi, dan Samudra Pasai.

Ketika pada tahun 1258 M Baghdad runtuh akibat dari serbuan tentara Mongol pimpinan Hulagu, Kerajaan Islam Delhi (1206 -1555 M) di India menjadi semakin kuat, karena banyak cendekiawan Muslim, ulama, ahli tarekat dan tasawuf yang menyingkir dari Baghdad. Banyak di antara mereka disamping menyingkir ke arah Asia Barat dan Mesir, juga banyak yang menyingkir ke arah timur, menuju Delhi. Akhirnya dari Delhi banyak juga ulama-ulama dari Baghdad yang sampai ke Samudra Pasai.

Di antara mereka tercatat misalnya, Syekh Abdullah bin Muhammad. Dia adalah piut dari Sultan Al Muntasir Billah, Kalifah Dinasti Abbasiyah terakhir yang dibunuh Panglima Pasukan Mongol, Hulagu. Syekh Abdullah adalah cicit dari Pangeran Abdul Azis. Pangeran Abdul Azis adalah satu-satunya putra Khalifah Al Muntasir Billah yang berhasil lolos dari maut pembantaian Hulagu yang menewaskan ribuan penduduk Baghdad yang tak berdosa, termasuk ayahnya dan seluruh keluarganya. Syekh Abdullah, piut Khalifah Baghdad terakhir itu, wafat pada tahun 1407 M dan makamnya ditemukan di Pasai.

Ketika Ibnu Batuttah (1304-1378 M), penulis dan pengelana Muslim asal Tangier, Maroko, mengunjungi Samudra Pasai pada tahun 1345 M dan 1346 M, karena diutus oleh Sultan Delhi Muhammad Syah II (1325 – 1351 M), dia menceriterakan kesan-kesannya yang mendalam pada buku yang ditulisnya saat dia mengunjungi Samudra Pasai. Dikisahkannya bahwa Samudra Pasai adalah negeri Muslim yang makmur dan kaya, banyak ulama-ulama dan cendekiawan Islam dari Baghdad, Isfahan dan Shiraz yang berkumpul di sana.

 Bahkan dua orang ulama masing-masing dari Isfahan dan Shiraz, diangkat oleh Sultan menjadi Kadi atau Penghulu Kerajaan Islam Samudra Pasai. Perdana Menteri Pasai, Dawlasa, sudah lebih dahulu dikenal oleh Ibnu Batuttah, karena sempat bertemu di Istana Kerajaan Islam Delhi, saat Dawlasa berkunjung kesana untuk menemui Sultan Delhi selaku utusan Sultan Samudra Pasai.

 Akibat tulisan Ibnu Batuttah di dalam kisah perjalanannya “Tuhfah an-Nazzar” itulah Kerajaan Samudra Pasai menjadi terkenal di seluruh dunia, khususnya dunia Muslim. Pulau tempat Kerajaan Samudra itu berada, dikenal sebagai pulau Samudra. Lama kelamaan kata Samudra berubah menjadi Sumatra. Arti kata samudra sendiri menurut kitab Hikayat Raja-Raja Pasai adalah semut besar.

Sayangnya ketika Samudra Pasai tengah berada di puncak kejayaannya, Kerajaan Hindu Buddha Majapahit sedang muncul menjadi kekuatan yang besar dengan program Sumpah Palapa Gajah Mada untuk menaklukan Nusantara. Pada tahun 1360 M, Samudra Pasai diserbu ribuah tentara dari Jawa Timur. Setelah dikepung beberapa hari, Samudra Pasai jatuh. Tetapi Sultan Ahmad Jamaluddin (1354 -1383 M)dengan keluarganya berhasil menyelamatkan diri ke luar kota sejauh 15 Km.

Hikayat Raja-raja Pasai menceriterakan bahwa tentara Majapahit berhasil membawa banyak sekali harta rampasan dari Kerajaan Islam Pasai, sehingga ketika Armada Majapahit itu pulang, kapal-kapalnya sarat muatan barang rampasan, persis seperti itik-itik yang berenang di atas air. Di samping barang rampasan, sejumlah tawanan orang Pasai juga dibawa ke Majapahit, baik laki-laki maupun perempuan.

 Tetapi setelah mereka sampai di Majapahit, Raja Hayam Wuruk bertitah, ”Sekalian tawanan orang Pasai itu lepaskan dan biarlah mereka tetap tinggal di Pulau Jawa dimana saja mereka suka dan biarkan mereka tetap memeluk keyakinan mereka.”

Sejak itu di wilayah Gresik banyak ditemukan pemukim yang juga beragama Islam asal Pasai. Dan makam-makam Muslim mulai banyak yang bermunculan di Gresik, terutama sejak tahun 1391 M.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar