Jumat, 07 September 2018

Mekkah dan Ka'bah, Kembali Dikuasai Keturunan Ismail


Salah satu keturunan Bani Ismail yang kuat adalah Suku Quraisy. Sekitar tahun 400 SM, seorang pemimpin Quraiys yang bernama Qushai, berhasil menikahi putri Hulayl, Kepala Bani Khuzaah yang menguasi Mekkah dan Ka’bah. Qushai cukup cekatan dan cerdas, sehingga sangat disayangi melebihi anaknya sendiri. Bahkan ketika akan meninggal, dia berwasiat agar Qushay menggantikanya sebagai penguasa Mekkah dan Ka’bah.

Begitu memegang kekuasaan, Qushay yang cerdas itu segera mengundang saudara-saudaranya, sepupunya, bahkan paman-pamannya untuk bermukim di Mekkah dekat rumah suci Ka’bah. Mereka antara lain Zuhroh, saudaranya, Taym, pamannya, dan Makhzum, sepupunya. Mereka kemudian dikenal sebagai Qurasy Lembah. Saudara-saudara jauh lainnya ditempatkan di pinggiran Kota Mekkah, dan mereka di kenal sebagai Quraisy Pingiran. Yang jelas suku Qurays telah menjadi kelompak mayoritas, baik di ring satu, maupun ring dua yang tinggal di Lembah Mekkah. Lama kelamaan Bani Khuzaah, tersingkir secara damai dan alamiyah.

Qushay pun menjadi penguasa Mekkah yang kuat, hidup berkelimpahan, dan memerintah bagaikan seorang raja. Penduduk membayar Qushay dengan domba, sehingga Qushay dapat menydiakan makanan bagi para jamaah haji yang tidak mampu. Qushay juga memerintahkan agar saudara-saudaranya membangun rumah-rumah permen disekitar Ka’bah, untuk mengganti tenda-tanda yang sebelumnya dipakai sebagai tempat tinggal.Qushay sendiri membangun rumah tinggalnya sendiri yang mgah dan luas, yang dikenal sebagai Istana Majelis. Tetapi Qushay sendiri menamainya dengan sebutan Rumah Majelis. Sebab dari situ Qushay sering memimpin rapat mengendalikan pemerintahan, serta tempat bermusyawarah dengan rakyatnya.

Tetapi perpecahan muncul bukan dari kalangan oposisi. Tetapi dari keturunan Qushay sendiri. Dia mempunyai empat anak laki-laki. Tetapi yang paling cakap dan berbakat adalah si bungsu Abdu al Manaf. Dia sangat dihormati orang pada saat Qushay masih hidup. Tetapi Qushay sendiri cenderung memilih putra sulungnya, Abdu al Dar, sekalipun kalah populer dan kurang cakap dibanding Abdu al Manaf. Menjelang meninggalnya Qushay berwasiat kepada anak-anaknya, “Anakku, aku akan menetapkan siapa di antara kalian yang akan menjadi penggantiku yang harus ditaati oleh semua orang. Tidak ada yang dapat memasuki Ka’bah, kecuali engkau yang membukakannya. Selain tanganmu tak ada yang boleh menandai peperangan bagi kaum Quraisy. Tak ada yang boleh minum air di Mekkah dalam perjalanan haji, kecuali engkau yang memberinya. Tak ada yang boleh makan kecuali engkau yang memberinya. Tak ada yang boleh mengubah urusan Quraisy, kecuali di dalam rumahmu.” Ketika meninggal Qushay mewariskan seluruh kekuasaannya kepada putra kesayangannya tersebut, termasuk kepemilikan Rumah Majelis. 

Abdu al Manaf, mematuhi keputusan ayahnya itu tanpa protes sedikit pun. Akan tetapi gugatan mulai muncul pada generasi berikutnya. Separuh kaum Quraisy brdiri sepenuhnya dibelakang Hasyim, putra sulung Abdu al Manaf. Dia menuntut agar kekuasaan atas Mekkah dan Ka’bah dialihkan dari clan Abdu al Darkepada clan Abdu al Manaf. Hasyim mendapat dukungan penuh dari Bani Zuhroh, Bani Tyaim, dan seluruh anak cucu Qushay selain dari Abdu al Dar. Tetapi keturunan Makzum dan para sepupu yang jauh berdiri di belakang Bani Abdu al Dar.

Kemudian kaum wanita dari Bani Abdu al Manaf membawa secawan minyak wangi dan meletakkannya di dekat Ka’bah.Hasym dan saudara-saudaranya serta seluruh pendukungnya mencelupkan tangan mereka ke dalam cawan itu dan mengangkat sumpah bersama untuk tidak saling mengganggu satu sama lain. Masing-masing orang menggosokkan tangannya yang harus ke batu Ka’bah sebagai tanda tercapainya kesepakatan. Kelompok Bani Hasyim ini kemudian terkenal sebagai Kelompok Al Muthayyibun, artinya Kelompok Harum. Sementara itu, Bani Abdu al Dar dengan sekutunya juga membentuk kelompok tandingan yang kemudian dikenal sebagai Kelompok Al Ahlaf, artinya Kelompok Sekutu.

Situasi genting dan memanas nyaris hampir meledak menjadi peperangan. Tetapi perang dilarang, bukan hanya di sekitar Ka’bah. Tetapi juga beberapa mil dari Ka’bah. Kedua pihak harus bersedia menegakkan perjanjian damai, agar peperangan dapat dihindarkan. Akhirnya tercapailah kesepakatan. Kekuasaan atas Mekah dan Ka’bah pun dibagi dua. Disepakati Bani Abdu al Manaf berhak menetapkan pajak dan menyediakan makanan dan minuman bagi para jemaah haji. Bani Abdu al Dar, berhak memegang kunci Ka’bah dan hak-hak mereka yang lain. Tempat tinggal Qushay harus dilanjutkan fungsinya sebagai Rumah Majelis.

Saudara-saudara Hasyim pun setuju bahwa Hasyimlah yang bertanggung jawab atas kebutuhan jemaah haji. Maka ketika musyim haji tiba, Haasyim berpidato dari Rumah Majelis. “Wahai Kaum Qurays! Kamu sekalian adalah tetangga Tuhan, penjaga RumahNya dan Tanah Suci. Mereka yang datang berziarah adalah tamu Tuhan dan pengunjung rumahNya. Merekalah itulah para tamu yang paling patut dihormati. Pada musim haji, sediakanlah makanan dan minuman sampai mereka pulang kembali. Bila harta saya sendiri mencukupi, saya tidak akan membenani kalian mereka semua!”

Hasyim sangat dihormati di dalam negeri maupun di luar negeri. Hasyimlah yang membangun dan memperluas jaringa jalan dari Mekah ke Yaman dan dari Makah ke Syria. Pada musim dingin para kafilah menuju Yaman, dan pada musim panas para kafilah menuju Barat Laut Jazirah Arabia. Diantara ke dua musim itu banyak kafilah yang menuju Syria dan Palestina. Kedua rute itu mengikuti jalur kuno minyak wangi. Salah satu destinati musim panas yang menyenangkan adalah Kota Yatsrib yang subur, kurang lebih sebelas hari perjalanan dengan unta ke utara Mekkah. Dulu oasis Yastrib dikuasai orang Yahudi. Tetapi lama kelamaan dikuasai orang dari Arab Selatan. Masih banyak orang Yahudi yang bermukim di sana dengan kekayaan melimpah. Mereka tetap aktif terlibat dalam urusan sosial kemasyarakatan dengan tetap menjalankan agama Yahudi.

Suku Arab Yatsrib termasuk suku yang unik. Mereka menganut tradisi matriarchat, dan secara kolektif dikenal sebagai Bani Qaylah. Dari Bani Qaylah lahir dua keturunannya, yakni suku Aws dan Khasraj, yang merujuk pada dua putra Qaylah. Salah seorang wanita Bani Kazraj yang sangat berpengaruh adalah Salma, putri Amr dari suku Najr. Hasyim pun jatuh cinta pada Salma dan melamarnya. Salma bersedia menjadi istri Hasyim asal diijinkan tetap tinggal di Yatsrib untuk memimpin sukunya, dan enggan dibawa pindah ke Mekkah. Hasyim pun setuju, dan menikahlah dia dengan Salma. Dari pernikahan itu, lahirlah putra Hasyim itu besar dalam asuhan ibunya sampai kira-kira berusia 14 tahun. Hasyim sendiri karena sering bepergian ke Palestina, dengan sendirinya sering mengunjungi, dan dapat tinggal cukup lama dengan Salma dan putranya.

Hasyim malah senang putranya dibesarkan di daerah tropis, agar terhindar dari sejumlah penyakit berbahaya yang lebih sering meyerang pendatang dari pada penduduk asli. Lagi pula penduduk daerah tropis lebih kuat dari pada penduduk Mekkah. Sayang Hasyim tidak bisa hidup lama untuk terus menyaksikan putranya yang disayanginya itu. Dalam suatu perjalanan ke Gaza, Hasyim jatuh sakit. Dia pun meninggal di sana.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar