Allah swt mengabulkan doa Nabi
Ibrahim as. Ketika Ibrahim mengunjungi Mekkah yang kedua kalinya untuk menengok
Ismail dan Hajar, Lembah Mekkah telah berkembang menjadi sebuah pemukiman yang
ramai. Adalah suku pengembara Bani Jurhum yang berasal dari Yaman, pertama kali
menemukan Hajar seorang diri hanya ditemani Ismail yang saat itu masih bayi,
tinggal dekat sumur Zamzam.
Bani Jurhum telah meninggalkan Yaman
karena Yaman terkena bencana alam besar yang menyebabkan penduduknya kelaparan,
sehingga terpakasa sebagian besar mereka keluar dari Yaman untuk mencari tempat
bermukim baru. Bani Jurhum adalah salah
satu di antara mereka yang merantau ke utara. Sampai di tanah Hejaz, persedian
air yang mereka bawa habis, sehingga mereka nyaris mati karena kehausan.
Untunglah tiba-tiba mereka melihat segerombolan burung elang yang sedang
berputar-putar di angkasa. Sebagai suku pengembara yang berpengalaman, mereka
tahu, dimana ada burung elang berputar-putar, pastilah di bawahnya ada sumber
mata air. Di tuntun oleh burung elang itulah, Bani Jurhum akhirnya menemukan
telaga Zamzam dengan airnya yang jernih di tengah lembah Mekkah yang saat itu hanya
ditunggui oleh Hajar dan bayinya.
Bani Jurhum yang kemudian bermukim di
situ sangat memuliakan Hajar. Pada mulanya mereka mengira Hajar adalah wanita
suci utusan penguasa langit untuk menunggui sumur Zamzam sambil membesarkan
bayinya, Ismail. Tetapi Hajar berterus terang kepada Kepala Suku Bani Jurhum,
siapa dirinya dan menceriterakan riwayat dirinya sampai tinggal seorang diri bersama bayinya di lembah
yang sunyi sepi tanpa penghuni itu. Pengakuan Hajar yang terus terang, tidak
mengurangi rasa hormat Bani Jurhum kepada Hajar dan Ismail yang diakui sebagai
pemilik sumur Zamzam.
Merekalah yang membangunkan rumah,
memberikan makanan, mengasuh Ismail, bahkan memberikan sejumlah binatang
ternak. Pemukim baru di lembah Mekkah terus berdatangan. Para kafilah yang
hilir mudik menyusuri jalan parfum di pantai barat Semenanjung Arabia, pasti
singgah sejenak untuk mengambil air Zamzam. Tidak lupa mereka memberikan
macam-macam hadiah aneka macam barang dan uang pada Hajar dan Ismail. Ketika
Ibrahim datang yang kedua kali untuk menengoknya, Hajar dan Ismail sudah hidup
berkelimpahan, memiliki rumah bagus, dan memiliki banyak binatang ternak. Saat
itu Ismail sudah berusia sekitar 12 tahun. Dan pada kunjungan ke dua itu itulah
Ibrahim bertemu Hajar dan Ismail yang tengah berada di Padang Arafah. Ketika
Ayah, Istri dan anak sedang melepas rindu karena telah lama berpisah itulah
datang ujian dari Allah swt, agar Ibrahim mengorbankan Ismail. Ibrahim, Ismail
dan Hajar, lulus dari ujian ketakwaan yang datang dari Allah swt. Pada
kunjungan ke tiga, Ibrahim dan Ismail mendapat perintah untuk membangun Ka’bah,
dan mengajarkan tata cara menjalankan ritual Ibadah Haji dan Umroh. Ibadah Haji
dilaksanakan sekali setahun, sedangkan ibadah Umroh dapat dilaksanakan kapan
saja.
Sejak itu tiap tahun pada bulan
Zulhijah, Lembah Mekkah semarak didatangi para peziarah dari berbagai penjuru
jazirah Arabia untuk melaksakan ritual Ibadah Haji yang diajarkan Ibrahim dan
Ismail. Tidak ada catan sejarah yang menyebutkan bahwa Ishak, putra kedua
Ibrahim sempat mengunjungi Ka’bah. Tetapi kaum Yahudi keturunan Ishak tercatat
ada yang melakukan ziarah mengunjungi Ka’bah yang didirikan olel Ibrahim, yang
juga merupakan leluhur mereka. Tetapi kunjungan ziarah orang-orang Yahudi
terhenti, setelah anak keturunan Ismail, seiring dengan perjalanan waktu, telah
melakukan penyelewengan ritual Ibadah Haji yang diajarkan nenek moyang mereka.
Mereka mulai menempatkan berhala-berhala di dalam Ka’bah.
Ismail menikah dengan putri Kepala
Suku Bani Jurhum. Sepeninggal Ismail, anak keturunanya terus berkembang
memenuhi Lembah Mekkah, sehingga lembah yang subur itu menjadi terasa sempit.
Maka mereka mulai merantau ke segala penjuru Arabia meninggalkan Lembah Mekkah
sambil membawa batu yang ada di sekitar
Ka’bah. Ditempat baru, mereka menyelenggarakan ritual untuk memuliakan batu
dari tanah suci itu. Kemudian karena terpengaruh oleh tradisi dan adat istiadat
kaum pagan tetangga mereka, berhala pun mulai ditambahkan ke dalam batu-batu
itu. Akhirnya para jema’ah haji mulai membawa berhala-berhala itu ke Mekkah dan
meletakkannya di sekitar Ka’bah.
Kaum penyembah berhala mengklaim
bahwa berhala hanyalah digunakan sebagai perantara, penghubung, atau wasilah
manusia dengan Tuhan. Tetapi akibatnya pendekatan mereka kepada Tuhan menjadi
berkurang dan tidak langsung. Tuhan menjadi sangat jauh, dan kaum pagan itu
melupakan dari mana dunia ini berasal, akhirnya mereka tidak lagi meyakini
kehidupa setelah kematian. Akhirnya Allah swt pun mendatangkan azab.
Tanda-tandanya mulai tampak dengan menyusutnya air sumur Zamsam sedikit demi
sedikit. Lebih-lebih setelah Bani Jurhum mengambil alih kekuasaan atas Lembah
Mekkah dan Ka’bah dari keturunan Ismail. Keturunan Ismail tidak berani melawan,
sebab bagaimana pun juga, Bani Jurhum adalah kerabat dekat mereka, sebab Istri
Ismail berasal dari Bani Jurhum.
Ketika Bani Jurhum menjadi penguasa,
mereka melakukan kesewenang-wenangan, hidup berfoya-foya dengan mengambil harta kekayaan yang tersimpan di Ka’bah yang
mereka ambil sedikit demi sedikit. Bani Jurham bahkan mengajarkan ritual tawaf
tanpa busana pada malam hari. Dalihnya, manusia ketika dilahirkan dalam keadaan
tanpa busana. Jadi, manusia yang suci ialah manusia yang tidak memakai busana
seperti ketika dia dilahirkan. Ka’bah adalah tempat suci, maka cara bertawaf
yang benar pun harus dilakukan dalam keadaan suci alias tanpa busana seperti
ketika dia dilahirkan ke dunia.
Sekalipun tawaf dilakukan dalam
keadaan tanpa busana, para peziarah dilarang keras melakukan hubungan badan.
Alkisah, pernah terjadi ada pasangan yang tertangkap basah sedang melakukan
hubungan badan di sekitar Ka’bah. Keduanya langsung ditangkap dan dibunuh.
Sebagai peringatan kepada para peziarah agar jangan melanggar perbuatan yang
terlarang itu, dibangunlah dua patung di kanan dan kiri sumur Zamzam. Kedua
patung itu dikenal sebagai patung Isaf dan Nailah. Lama kelamaan ceretera tentang
Isaf dan Nailah berkembang kisah legenda, yaitu bahwa Isaf dan Naila adalah
leluhur Bani Jurhum yang telah melakukan dosa besar di sekitar Ka’bah, sehingga
dikutuk menjadi dua buah patung batu.
Akibatnya dari kesewenang-wenangan
dan penyimpangan Bani Jurhum, maka mereka akhirnya terusir dari Mekkah. Tetapi
sebelum pergi, mereka sempat menimbun sumur Zamsam yang mulai mengering.
Sebelumnya dimasukkan ke dalam sumur itu berbagai harta benda sumbangan jamaah
haji yang terkumpul di Ka’bah, hingga terkubur di dasar sumur Zamzam. Merka lakukan itu semua dengan harapan, suatu
saat jika mereka berhasil kembali lagi menjadi penguasa Mekkah, harta yang
ditibunnya itu akan mereka gali kembali.
Posisi Bani Jurhum sebagai penguasa
Mekkah, telah diambil alih oleh Bani Khuzaah. Mereka adalah salah satu suku
Arab keturunan Ismail yang telah lama merantau ke Yaman. Setelah lama bermukim,
kemudian mereka bermigrasi kembali ke tanah Hejaz kembali. Setelah berhasil
mengusir Bani Jurhum, Bani Khuzaah pun menjadi penguasa baru Kota Mekkah dan
Ka’bah. Tetapi Bani Khuzaah pun melakukan kesalahan yang sama. Mereka tidak
berusaha menemukan sumber air yang telah dianugerahkan kepada leluhurnya itu.
Mereka telah cukup puas dengan menggali sendiri sumur-sumur di tempat lain.
Dalam urusan Ibdah, mereka memang
pantas untuk dihujat, karena melupakan ajaran leluhur mereka, Ibrahim dan
Ismail. Salah seorang kepala suku Bani Khuzaah dalam perjalanan pulang dari
Syria, telah meminta kepada kaum penyembah berhala Moabit, untuk memberikan
salah satu berhala mereka yang menarik hati. Mereka memberikan satu berhala
mereka yang namanya Hubal. Dengan suka cita, Kepala Suku Bani Khuzaah itu,
menempatkan berhala Hubal di dalam Ka’bah. Dia dinobatkan menjadi pemimpin besar
berhala lain di Mekkah.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar