Teman-temannya sering memanggilnya
Mbak As, murid-muridnya memanggilnya Bu As. Tetapi sejak dia menunaikan ibadah
haji pada tahun 2015, murid-muridnya, rekan-rekan seperjuangannya, teman-teman di lingkungan kerjanya, dan para
tetangganya, memanggilnya dengan panggilan Bu Hajjah.
Rekan seperjuangannya dalam
Persyarikatan Muhammadiyah Kecamatan Kalibagor, H.Asep Saiful Anwar, SP, MM,
meyebut sepak terjang Bu Hajjah Sri Aslichah dalam mengembangkan dakwah Islam
di Kecamatan Kalibagor lewat organisasi wanita Aisyiyah sebagai perjungan luar
biasa dan tak kenal lelah. “Beliau telah
mengontrakkan dirinya dengan menjadi karyawati Allah swt, sehingga sepanjang hidupnya
diabdikan untuk kegiatan dakwah,” tuturnya.
Ibu Siswadi, mantan Istri Kepala Desa
Kalibagor (1967 – 1978), masih bisa mengenang dengan baik aktivitas Bu As saat
masih muda. Dia mengaku saat menjadi Istri Kepala Desa Kalbagor, sangat
terbantu dalam mengendalikan kegiatan PKK Desa Kalibagor, khususnya pada tahun
1975 – 1978. Hampir setiap ada kegiatan PKK, Bu As selalu mendampingi Bu
Siswadi. Hubungannya kekeluargaan terus berlanjut sekalipun suami Bu Siswadi
telah berhenti jadi Kepala Desa Kalibagor. Bahkan keduanya naik haji pada tahun
yang sama, bertiga dengan adik Bu Siswadi.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian
Kecamatan Kalibagor, Bapak Sugino, seorang budayawan, seniman, ahli bahasa
Jawa, dan pendiri Padepokan dan Yasasan Papan Mas (Paguyuban Panotocoro Gagrag
Banyumas), mengingatkan bahwa masih ada cita-cita Bu As yang belum terwujud,
yakni mendirikan Balai Pengobatan Aisyiyah di Kecamatan Kalibagor.
“Kalau dilihat dari aktivitas dan
perjungan yang tak kenal lelah, Bu As adalah seorang Srikandi, yaitu tokoh
dalam pewayangan yang merupakan satu-satunya Senapati wanita Pandawa dalam
perang Bharatayudha. Srikandi berhasil mengalahkan Senapati Bisma yang
sebelumnya tak terkalahkan,” kata Bapak Sugino sambil tersenyum mengingatkan
sosok Srikandi dalam kisah wayang.
Bisa jadi pendapat Bapak Sugino ada
benarnya. Bu Hajjah Dra.Sri Aslichah, adalah Srikandi Aisyiyah Kecamatan
Kalibagor. Bersama-sama dengan Bu Hajjah Asep dan Bu Hajjah Agus, memang
menjadi pengendali aktivitas organisasi Aisyiyah Kecamatan Kalibagor. Banyak
kegiatan yang bersifat perintisan tidak lepas dari sentuhan tangan dingin Bu
Hajjah Dra.Sri Aslichah dan teman-temannya. Misalnya, merintis pembangunan
sejumlah mushola di Grumbul Genting, Songgom, dan Desa Suro. Merintis TK
Aisyiyah di Desa Pajerukan Kidul. Yang unik, adalah didirikannya kegiatan
pengajian ibu-ibu Majelis Takmir Ar Rahman. Kegiatan Pengajian Ar Rahman ini
merupakan kolaborasi antara warna NU dan warga Muhammadiyah Kecamatan
Kalibagor.
Komunitas NU memang merupakan
mayoritas di Kecamatan Kalibagor, tetapi dalam soal SDM, organisasi
Muhammadiyah dan Aisyiyah, tidak pernah kekurangan aktivis, karena mereka
banyak yang berpendidikan S1, bahkan S2. Aktivitas rutin Kelompok Pengajian Ar
Rahman adalah pengajian surat Yassin yang digemari kalangan Nahdiyin, dengan
istilah Yasinan. Sebagai kompensasi, Bu Hajjah menetapkan, sebelum pembacaan
Surat Yassin, diadakan ceramah, semacam kultum. Tetapi pemberi ceramah harus
orang atau tokoh Muhammadiyah. Dengan terobosan semacam itu, secara rutin
seminggu sekali Ibu-Ibu dengan latar belakang NU dan Muhammadiyah, bahkan
Ibu-Ibu dengan latar belakang Nasionalis, mau sama-sama duduk bersama-sama
membaca surat Yassin, setelah sebelumnya diawali dengan siraman rohani berupa
ceramah keagamaan dari tokoh-tokoh Muhammadiyah. Bu Hajjah juga suskses membawa
rombongan Kelompok Pengajian Majelis Takmir Ar Rahman dengan satu bus wisata
menghadiri pengajian pagi di stasiun TV-Indosiar yang dipandu Mamah Dedeh.
Kolaborasi antara NU dan Muhammadiyah
yang dirintis Bu Hajjah dan kawan-kawannya berlanjut dengan mendorong kerjasama
antara BANSER dan KOKAM Kecamatan Kalibagor. Misalnya, pada bulan Ramadhan,
kedua organisasi kepemudaan itu, sama-sama mendirikan Posko Lebaran, untuk membantu
para pemudik istirahat sejenak, setelah menempuh perjalanan jauh dari tempat
mereka merantau di Jakarta, Bandung, bahkan dari luar Jawa, yang hendak mudik
dengan motor maupun mobil pribadi menuju kampung halaman mereka. Kebetulan
Kantor Cabang Muhammadiyah dan Aisiyah Kecamatan Kalibagor, terletak di pinggir
jalan utama Purwokerto-Sokaraja-Banyumas, yang dilewati kendaraan umum menuju
Jogya, Wonosobo, Semarang, Solo, Madiun, Surabaya dan kota-kota lainnya di Jawa
Timur. Posko Lebaran, beroperasi 24 jam, selama lima hari sebelum lebaran dan
lima hari sesudahnya. Tenda Posko dan sejumlah fasilitas seperti air minum
gratis, disediakan sejumlah agen kendaraan bermotor seperti Honda, Toyota,
Suzuki, Yamaha, dan lainnya lagi.
Sebagai aktivis Aisyiyah, Bu Hajjah
sadar betul untuk menghayati dan mengamalkan kandungan Surat Al Ma’un, Surat
ke- 107 dalam Kitab Suci Al Qur’an, yang isinya sbb :
(1)
Tahukah kamu orang yang mendustakan
agama? (2) Itulah orang yang menghardik anak yatim, (3) Dan tidak menganjurkan
memberi makan orang miskin, (4) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, (5) Yaitu orang-rang yang lalai dari shalatnya, (6) Orang-orang yang
berbuat riya, (7) Dan enggan menolong dengan barang yang berguna.
Surat Al Ma’un merupakan surat yang
bersejarah bagi Persyarikatan Muhammadiyah. Sebab surat itulah yang mengilhami,
memotivasi, dan menginspirasi KH. Ahmad Dahlan dan Istrinya, Siti Walidah untuk
mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah (1912), kemudian juga Aisyiyah (1917 ).
Rupanya riwayat jejak perjuangan
KH.Ahmad Dahlan dan Istrinya, Nyai Siti Walidah Ahmad Dahlan, sangat
mempengaruhi Bu Hajjah Dra.Sri Aslichah. Ini bisa dilihat dari perhatian Bu
Hajjah yang besar pada orang tua yang miskin, jompo, anak-anak yatim, dan
anak-anak kaum dhuafa. Jika tahu ada tetangganya yang sudah berusia lanjut,
jompo, dan miskin, Bu Hajjah tidak segan-segan untuk mengirim jatah makan siang
ke rumah orang itu. Kadang-kadang menyuruh orang, tetapi lebih sering mengirimnya
sendiri jika pas tak ada kesibukan.
Jauh sebelum pemerintah meluncurkan
program sekolah gratis, bea siswa, dan bidik misi, Bu Hajjah Dra.Sri Aslichah
telah banyak memperjuangkan sekolah gratis bagi anak-anak kaum dhufa, khususnya
dari Desa Suro yang saat itu merupakan desa tertinggal di Kecamatan Kalibagor.
Banyak pula anak-anak kaum dhuafa yang dijadikan anak asuh, diperjuangkan
mendapatkan bea siswa, dan dibiayai dari uang sakunya sendiri. Beberapa anak
asuhnya, antara lain, Sum, Sur, dan Rus Wanto. Sum, anak Desa Suro, menjadi
anak asuh Bu Hajjah, tinggal di rumah Bu Hajjah, dan berhasil menyelesaikan
pendidikannya di SMP Muhammadiyah Sokaraja dan Madrasah Aliyah Negeri
Purwokerto. Selesai sekolah, Sum melanjutkan bekerja ke Malaysia selama 6
tahun, akhirnya pulang kembali ke desanya, Desa Suro, menikah, setelah berhasil
mengumpulkan tabungan hasil merantau untuk membeli sejumlah bidang ladang dan ternak
sapi.
Anak asuhnya lainnya lagi yang juga
sukses adalah Sur. Dia anak orang dhuafa dari Desa Pajerukan Kidul. Tinggal di
rumah Bu Hajjah, berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMP Muhammadiyah
Sokaraja, SMA Muhammadiyah Sokaraja, dan STAIN Purwokerto jurusan Tarbiyah
Pendidikan agama Islam. Tahun 2017, berhasil diwisuda dengan menyandang gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam. Sekarang menjadi tenaga pengajar di
almamaternya, SMP Muhammadiyah Sokaraja. Yang unik dari anak asuh Bu Hajjah
yang satu ini, menyelesaikan studinya di SMP,SMA, sampai kuliah, dengan naik sepeda
dari Kalibagor-Sokaraja-Purwokerto. Bahkan sekalipun sekarang sudah diangkat
jadi Ibu Guru di SMP Muhammadiyah Sokaraja, dia masih setia dengan sepeda yang
dibelikan Bu Hajjah Dra. Sri Aslichah.
Rus Wanto adalah seorang remaja dari
Desa Dukuh Waluh yang menyelesaikan studinya di SMA Muhammadiyah Sokaraja. Bu
Hajjah membantu sebagian biaya kuliah di Akademi Maritim Nusantara Cilacap, dan
pada tahun 2018, berhasil diwisuda dengan gelar Ahli Madya Maritim. Sambil
kuliah, Ruswanto ditarik Bu Hajjah Dra. Sri Aslichah menjadi pembinan Pramuka
di SMA Muhammadiyah Sokaraja.
Sebenarnya, Bu Hajjah juga tercatat
sebagai salah seorang perintis pendirian SMP Muhammadiyah Sokaraja pada tahun
1975, bersama-sama Pak Sutarman, BA, Pak Umar, Pak Jalal dan lainnya lagi.
Waktu itu Bu Hajjah masih kuliah di Fakultas Biologi Universitas Jendral Sudirman
Purwokerto. Tetapi diajak Pak Sutarman, BA, Kepala SMP Muhammadiyah Sokaraja, untuk
menjadi salah seorang tenaga pengajar. Pada tahun 1978, SK Ijin Operasional SMP
Muhammadiyah turun, dan mulai menghasilkan lulusan angkatan pertama. Sejak itu
SMP Muhammadiyah Sokaraja dan SMA Muhmmadiyah Sokaraja, menjadi ladang
pengabdian Bu Hajjah Dra. Sri Aslichah di dunia pendidikan yang terus
digelutinya sebagai seorang Pendidik, dengan Sertifikat Pendidik Profesional
dari Pemerintah. Sertifikat Pendidik Profesional, diperolehnya melalui
Penilaian Portfolio, dan langsung dinyatakan lulus. Namun demikian untuk
menambah tingkat kompetensinya sebagai Pendidik Profesinal, Bu Hajjah mengikuti
Kuliah Lanjutan, dan berhasil mendapatkan Akta Mengajar dari Universitas Negeri
Yogyakarta.(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar