Selasa, 19 Januari 2016

Sejarah Awal Kota Purbalingga-Banyumas




Kota Purbalingga merupakan sebuah kota ibu kota Kabupaten Purbalingga yang terletak di lereng selatan timur Gunung Slamet, kurang lebih 20 kilometer arah timur Kota Purwokerto. Jika kita berkendaraan ke arah utara kota Purbalingga kita akan sampai di Kota Bobotsari. Baik Bobotsari maupun Purbalingga secara toponim merupakan situs tua, melebihi situs kota tua Banyumas.
Apakah keunikan Purbalingga dan Bobotsari ditinjau dari sudut toponim sejarah Lembah Serayu?
Seperti halnya kota Purwokerto, nama Purbalingga secara historis  jauh lebih dulu dikenal dari pada Kota Banyumas. Jika  Kota Banyumas baru muncul  pada penghujung abad ke- 16 M, nama Purbalingga sudah dikenal jauh sebelum abad ke-16 M. 
Kata purba dalam kamus Bahasa Sunda, disamping  mengandung pengertian awal, permulaan, dan jaman dahulu, juga mengandung arti berwibawa atau berkuasa, karena kata purba merupakan perubahan dari kata murba yang artinya adalah  berkuasa.  Sedang kata  lingga mengandung arti   tugu untuk memuja Sang Hyang Syiwa dalam mitologi Hinduisme.
Jika kata majemuk  purba-lingga, dibalik akan didapat kata lingga-purba. Secara harfiah,  lingga-purba mengandung arti  lingga untuk memuja  dewa paling berkuasa dalam Hinduisme, yaitu Sanghyang Syiwa. 
Kata lingga-purba juga bisa ditafsirkan sebagai tugu lingga yang didirikan oleh orang-orang berwibawa atau penguasa berwibawa  yang pasti memakai nama Purba. Kalau demikian siapakah gerangan tokoh berkuasa dengan nama Purba yang telah mendirikan tugu lingga untuk memuja Syiwa, dewa paling berkuasa  itu? 
Toponim  Bobotsari bisa dengan mudah mengungkapkan siapakah  penguasa  dengan nama Purba yang telah mendirikan lingga-purba itu.Kata bobot, menurut van der Meulen, berasal dari kata mbobot, meteng atau weteng, yang semakna dengan kata purwo dan purba. Jadi kata bobot-sari identik dengan kata purba-sari. Nah, mudah bukan buat menebak  siapa tokoh yang mendirikan situs Purbalingga? Situs Purbalingga didirikan oleh tokoh wanita berwibawa dan berkuasa  yang namanya Purbasari. Dia pernah bermukin di Bobotsari dan mendirikan sebuah tugu untuk memuja Sang Hyang Syiwa di Purbalingga. 
Nama Bobotsari juga menunjuk pada nama  Putri Purbasari yang tengah hamil, setelah melakukan bulan madu dengan suaminya. Dengan demikian, di Bobotsari itulah, pada jaman dahulu  Putri Purbasari dengan suaminya pernah   mendirikan sebuah pesanggrahan tempat mereka berdua menikmati bulan madu dan memadu kasih. 
Nama Purbasari sama sekali tidak dijumpai dalam ceritera rakyat dan  tradisi lisan Banyumas. Tetapi nama Purbasari justru dikenal dalam tradisi lisan ceritera pantun Sunda Lutung Kasarung. Pantun Lutung Kasarung ini berisi kisah dua putri Raja Tapa Ageung dari Kerajaan Pasirbatang, yakni Putri Purbasari dan Putri Purbararang yang terlibat dalam perselisihan memperebutkan hak atas tahta Kerajaan Pasirbatang. 
Lutung Kasarung versi  Pasundan  ini berbeda dengan Lutung Kasarung versi Banyumas. Tetapi Lutung Kasarung versi Pasundan  dapat dipastikan lebih tua dari Lutung Kasarung versi Banyumas. Bahkan Lutung Kasarung versi Banyumas dalam beberapa hal mengadopsi kisah Lutung Kasarung versi Pasundan.  Perbedaannya adalah  Lutung Kasarung versi Pasundan menceriterakan Kerajaan Pasirbatang dengan tokoh-tokoh utamanya Purbararang, Indrajaya, Purbasari dan Guru Minda. Sedangkan Lutung Kasarung Banyumas tokoh utamanya Raden Kamandaka dan Dewi Ciptarasa dari Kadipaten Pasirluhur. 

Kisah Lutung Kasarung Versi Tanah Pasundan

Secara garis besar, pantun Sunda Lutung Kasarung menceriterakan Raja Tapa Agung dari Kerajaan Pasirbatang Anu Girang yang ingin lengser dari jabatannya karena dia merasa sudah tua. Permasalahan timbul karena  Raja Tapa Agung menunjuk putri bungsunya, Purbasari sebagai pewaris tahta kerajaan. Sedangkan putri sulungnya, Purbararang hanya diserahi jabatan sementara saja, sampai adik bungsunya itu cukup dewasa untuk dapat menduduki tahta kerajaan yang akan ditinggalkannya. Rupanya bagi Raja Tapa Agung, Putri Purbasari, bungsu dari tujuh bersaudara disamping berwajah cantik, juga dipandangnya  sebagai calon pewaris tahta yang lebih memiliki keunggulan dan kemampuan  untuk mengendalikan pemerintahan. 
Karakter Purbasari dilukiskan dalam beberapa bait pantun Sunda Lutung Kasarung yang berhasil dikutip Ayip Rosidi sbb :
“Semu ratu sorot menak/bulu betis muril-muril/tetenger jadian kuring/bulu punduk miuh-miuh/tetenger jadian tahun/sangaruang dina tarang/tetenger jadian kuras/puter kurung dina irung/tetenger terah wong agung/tapak jalak dina letah/ tetenger bisa merentah/ taktak taraju jawaen/ geulis ti nitis ngajadi/ jalma lenjang ti pangpangna/ geulis datang ka nu lahir/ trus ka langit ping pitu/ parat ka congkar buana/komarana mancur ka langit”
Ayip Rosidi, Sastrawan Sunda kelahiran Jatiwangi Cirebon  menerjemahkan teks di atas sbb: 
“Wajah ratu wibawa bangsawan/ bulu betis ikal bergulung/ alamat banyak punya kawula/ bulu roma berpiuh-piuh/alamat subur bertanam padi/tanda sangauang pada dahi/ alamat banyak rizki/ tanda putirkurung pada hidung/ alamat keturunan orang besar/ tanda cakra pada lidah/ alamat pandai memerintah/ bahu seperti timbangan jawa/ cantik sejak asali/ ramping dari mula jadi/ jelita sampai pun jasmani/ menembus sampai langit ke tujuh/ sampai di pusat dunia/ wibawa memancar ke langit”
Sang Juru Pantun bukan hanya melukiskan profil lahiriyah Purbasari, tetapi sekaligus dia juga membuat tafsiran unik tanda-tanda fisik Purbasari mulai dari betis, bahu, dahi, hidung, lidah dan tanda-tanda kecantikan lainnya sebagai sosok calon ratu yang cocok untuk mengendalikan pemerintahan, mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat Kerajaan Pasirbatang.
Kisah Purbasari berakhir dengan hidup bahagia setelah dia mengalami cobaan berat karena fitnah jahat Purbarangrang yang bermaksud menyingkirkannya. Purbararang  yang jahat itu dilukiskan Sang Juru pantun dengan ciri-ciri  penampilan wajah sebagai berikut:
“Urat nganteng dina tarang/ pangaruh jalma nu bedang”
Ayip Rosidi menterjemahkannya sbb :“Urat merentang pada dahi/ akibat selalu menang sendiri”
Dalam kisah Lutung Kasarung versi Pasundan itu, disebutkan bahwa Purba Rarang sangat kecewa dengan keputusan ayahnya. Maka sebagai pelampiasan rasa dendamnya, Purba Rarang menyuruh agar kulit Purbasari yang semula halus kuning mengkilat berubah menjadi hitam legam bagaikan jelaga. Dengan menggunakan ramuan yang telah diberi japa manta oleh seorang dukun, tubuh dan wajah Purbasari langsung berubah menjadi hitam karena pengaruh ramuan keler nahun. Tetapi karena Purbasari memang gadis dengan wajah cantik, sekalipun kulit dan wajahnya telah berubah menjadi hitam, kecatikan Purbasari tetap memancar keluar.
Setelah Purbararang  berhasil merubah rupa Purbasari sehingga berwajah buruk, lalu Purbararang menyuruh Si Lengser mengantarkan Purbasari ke hutan rimba, yakni hutan rimba di tepi Gunung Cupu. Di sana Purbasari ditinggalkan di sebuah dangau. Dan kepada rakyat Kerajaan Pasirbatang Purbararang mengumumkan bahwa Purbasari sedang pergi bertapa ke luar kota. Purbasari yang cerdas itu menghadapi musibah yang menimpa dirinya dengan memanfaatkan waktu yang ada untuk menjalani tapa di tempat itu, sampai akhirnya datang pertolongan seorang ksatria putra dewa, Guru Minda yang turun ke dunia dalam bentuk seekor lutung akibat kutukan dari ibunya sendiri,Sunan Ambu. Sunan Ambu adalah seorang  dewa perempuan, penguasa dunia atas atau kahyangan dalam mitologi kepercayaan leluhur orang Sunda.
Dikisahkan bahwa Guru Minda pada suatu malam bermimpi melihat wajah cantik Purbasari yang belum pernah dilihatnya sebagai wajah gadis cantik mirip ibunya, Sunan Ambu. Gadis itu dilihatnya tinggal di buana tengah atau alam dunia. Ketika menghadap Ibunya pagi harinya. Guru Minda tidak dapat menahan gejolak asmara untuk melirik wajah Ibunya, yang cantik jelita itu dengan maksud untuk mencocokkan kembali kemiripan gadis dalam impian itu dengan wajah ibunya. Dilirik seperti itu oleh putranya, Sunan Ambu langsung, murka. Sunan Ambu menilai tindakan putranya itu melanggar undang-undang alam semesta. Seorang anak laki-laki tidak boleh mencintai ibunya. 
Akibatnya Guruminda dikutuk menjadi seekor kera jenis lutung sebagai hukuman atas perilakunya yang dinilai tidak sopan dan melanggar hukum. Setelah diberi nama  Lutung Kasarung, Sunan Ambu memberitahu putranya dimana tempat tinggal  gadis dalam mimpi yang ditemui Guru Minda. Menurut Ibu Guru Minda, sesungguhnya gadis cantik itu memang telah ditakdirkan jadi istri putra satu-satunya itu. Ibunya juga memberi  nasihat, bahwa kutukan Sunan Ambu kepadanya kelak akan lepas dengan sendirinya jika Guru Minda berhasil menemui Purbasari. Dan juga jika gadis cantik yang sedang mengalami penderitaan akibat fitnah kakaknya itu mau mengakui bahwa Lutung Kasarung adalah kekasih calon suaminya. 
Guru Minda pun segera meninggalkan Ibunya setelah mendapat nasihat secukupnya, untuk mencari gadis idamannya. Akhirnya Guru Minda berhasil menemui Purbasari yang tinggal di tepi hutan tidak jauh dari kaki bukit kecil, Gunung Cupu. Guru Minda langsung terkesan kepada kecantikan Purbasari dan merasa iba atas kemalangan yang tengah di derita gadis yang wajahnya mirip ibunya yang dilihatnya melalui sebuah mimpi. Guru Minda pun bertekad menolong Purbasari melepaskan diri dari pengaruh mantra jahat keler nahun.
Dengan bantuan Ibunya,  Guru Minda membangunkan tempat tinggal yang indah buat Purbasari, sehingga rumah tinggalnya yang semula reyot, berubah seketika mirip sebuah  pesanggarahan.Selanjutnya Guru Minda memantrai air dalam bak mandi yang akan digunakan mandi Purbasari. Setelah mandi, tiba-tiba kekuatan mantra ramuan keler nahun yang menyiksa Purbasari, lenyap seketika. Purbasari pulih kembali jadi seorang putri cantik jelita hingga membuat Guru Minda yang masih berujud kera itu sangat terpesona. Guru Minda masih harus menjalani ujian kesabaran, sabar menunggu sampai Purbasari mau mengatakan cinta kepada dirinya dan mau menjadi istrinya sekalipun dirinya berujud kera agar kutukan dari Ibunya,Sunan Ambu, bisa lepas.
Memang pada akhirnya siasat licik dan jahat  Purbararang yang dibantu kekasihnya Indrajaya, gagal total, karena Purbasari mendapat pertolongan dari dewa, berkat kesabarannya dan ketekunannya dalam berdoa dan menjalani tapa di pinggir hutan tempat dia di buang. Di akhir ceritera Purbasari mengatakan kepada Purbararang bahwa kera sakti Lutung Kasarung itu memang benar adalah kekasih dan calon suaminya. Akibat pernyataan Purbasari itu, Guru Minda pun terlepas dari kutukan. Dia berubah kembali menjadi seorang ksatria tampan dan sakti. Purbararang akhirnya menyerah kalah. Tahta Kerajaan Pasirbatang diserahkan kepada Purbasari, sesuai wasiat ayahnya.
Purbasari pun naik tahta Kerajaan Pasirbatang, didampingi Guru Minda. Kerajan Pasirbatang pun berkembang menjadi kerajaan yang makmur. Demikian ringkasan kisah pantun Lutung Kasarung yang digubah kedalam bentuk prosa oleh tokoh sastrawan Sunda Ayip Rosidi dengan diberi judul Purbasari Ayu Wangi. 

Dimanakah letak Kerajaan Pasirbatang.

Pantun Sunda Lutung Kasarung tidak secara eksplisit menjelaskan dimana gerangan letak Kerajaan Pasirbatang itu. Ayip Rosidi yang mengubah  kisah pantun Lutung Kasarung menjadi kisah berbentuk prosa, juga tidak pernah menyinggungnya, dimana letak Kerajaan Pasirbatang. 
Sebagian besar orang Sunda malah  menduga kisah Purbasari-Purbararang itu terjadi di sekitar Kuningan. Tetapi dari sudut toponim nama-nama tokoh dan kerajaan dalam pantun Lutung Kasarung, kecil kemungkinan bahwa letak Kerajaan Pasirbatang ada di sekitar Kuningan. 
Sebenarnya teka teki lokasi Kerajaan Pasirbatang  dapat dipecahkan dengan mudah, jika  kita mau sedikit sabar meneliti toponim nama-nama tokoh dan tempat yang disebut  dalam pantun Sunda Lutung Kasarung. Kita dapat mengikuti metode van der Meulen. 
Dengan mudah akan kita temukan bahwa letak Kerajaan Pasirbatang tidak bisa lain kecuali di lereng selatan Gunung Slamet, di bekas wilayah Kerajaan Galuh Purba yang pernah disebutkan oleh van der Meulen. Sejumlah nama desa yang diawali dengan kata pasir, dapat kita jumpai di Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, tidak jauh dari Sungai Logawa. Desa dengan nama pasir itu adalah  desa Pasirwetan, Pasirlor, Pasirkidul dan Pasirkulon. Di desa itu lah pada jaman dahulu merupakan lokasi Kerajaan Pasirbatang yang diabadikan oleh Sang Juru Pantun dalam kisah Lutung Kasarung yang isinya sangat populer di tanah Pasundan.
Dalam kisah berbentuk pantun itu, disebutkan bahwa nama Raja Kerajaan Pasirbatang adalah Raja Tapa Agung. Tentu nama Tapa Agung bukan nama sebenarnya. Nama itu adalah nama kehormatan, nama samaran atau gelar  yang diberikan Sang Juru Pantun. Gelar itu  mengandung arti bahwa Raja Tapa Agung adalah seorang raja yang pada akhir hidupnya memilih hidup sebagai pertapa di  lereng Gunung Agung. Gunung Agung adalah nama Gunung Slamet pada jaman Kerajaan Galuh dan Pajajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa letak Kerajaan Pasirbatang,  yang diceriterakan Sang Juru Pantun, lokasinya di lereng selatan Gunung Slamet. 
Juru Pantun juga  memperjelas lokasi Kerajaan Pasirbatang dengan menyebutkan secara lengkap nama kerajaan, yakni Kerajaan Pasirbatang Anu Girang. Kata girang dalam kamus bahasa Sunda, mengandung arti hilir sungai. Dalam bahasa Sunda ada ungkapan,” Cai ngocorna ti girang ka hilir” Artinya, air sungai mengalir dari hulu ke hilir. Dengan demikian semakin jelas bahwa letak Kerajaan Pasirbatang, bukan di Kuningan. Tetapi di kaki selatan Gungung Slamet, dekat hulu sebuah sungai. Sungai yang paling tepat memenuhi gambaran Sang Juru Pantun yang hendak mengabadikan kisah Kerajaan Pasirbatang itu, tidak lain adalah Sungai Logawa. 
Di sebelah timur  Sungai Logawa, sampai sekarang masih terdapat nama desa yang diawali dengan kata pasir, yakni Desa Pasirwetan, Pasirkulon, Pasirkidul dan Pasirlor.. 
Kata pasir dalam troponin nama tempat di Pasundan, sering dipakai untuk menunjukkan kauntitas sesuatu yang unik di sebuah lokasi geografi. Misalnya Pasirnangka, Pasirimpun, Pasirkoja dan nama lokasi lain yang diawali dengan kata pasir yang banyak bertebaran di wilayah Pasundan. Desa Pasirnangka, misalnya, menunjukkan  bahwa di desa itu dahulu  banyak ditumbuhi pohon nangka. Sedangkan Desa Pasirimpun, menunjukkan bahwa sungai yang melewati desa itu dulunya banyak ikan sejenis lunjar yang disebut impun. 
Bagaimana dengan Pasirbatang?  Batang dalam kamus bahasa Sunda, artinya adalah tombak, salah satu jenis senjata perang yang terbuat dari logam. Dengan demikian arti toponim Pasirbatang adalah suatu lokasi yang penduduknya memiliki keahlian membuat alat-alal perang dan pertanian yang tebuat dari logam, terutama sekali tombak. Rupanya Kerajaan Pasirbatang merupakan kerajaan yang rakyatnya banyak dikerahkan membuat tumbak untuk keperluan perang dan pertahanan.
Demikianlah toponim Kerajaan Pasirbatang Anu Girang, menjelaskan bahwa penduduk di sekitar pusat Kerajaan Pasirbatang banyak yang hidup sebagai pengrajin berbahan logam untuk memenuhi kebutuhan alat-alat pertananian dan perang seperti pisau,sabit,golok,cangkul, pedang, keris, tumbak  dan lainnya lagi. Desa yang paling memenuhi gambaran tersebut adalah Desa Pasirwetan.  Karena di desa Pasirwetan, Kecamatan Karanglewas itulah kerajinan logam paling berkembang di bandingkan dengan desa  lain.
Kita dapat menyimpulkan bahwa berdasarkan toponim nama Kerajaan Pasirbatang dan Raja Tapa Agung pada jaman dahulu pernah berdiri Kerajaan Pasirbatang di selatan lereng Gunung Slamet, tidak jauh dari Sungai Logawa ke arah hulu. Tentu Kerajaan Pasirbatang itu mendahului Kadipaten Pasirluhur yang dalam sejarah Kerajaan Galuh, memang sempat menjadi Kerajaan Pasirluhur, sekalipun dalam waktu yang tidak terlalu lama, dengan rajanya bernama  Rakean  Banga!.Wallahualam(anhadja,20-01-2016)
Catatan :Sumber Gambar:Wikipedia

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar